Analisis Saham

Menakar Kinerja MASB, Bank Grup Wings yang Go Digital

Sumber: Bank Multiarta Sentosa

Ajaib.co.id – Bank Multiarta Sentosa (kode saham MASB) atau yang lebih dikenal sebagai Bank Mas adalah emiten ke-23 yang tercatat di Bursa pada 2021.

Saham Bank Mas langsung menyentuh batas auto reject atas (ARA) pada awal perdagangan di Bursa. Harga sahamnya naik 25 persen ke level Rp4.200, dari harga perdana Rp3.360 per saham.

Sejauh ini banyak investor yang menaruh harapan pada IPO-nya bank milik grup Wings ini karena melakukan pencatatan saham perdana di fase pengusahaan pertumbuhan ekonomi oleh pemerintah.

Rincian Penawaran Perdana Saham

Rabu tanggal 30 Juni 2021, PT Bank Multiarta Sentosa atau yang disebut Bank Mas resmi tercatat sebagai penghuni papan utama di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham MASB. Bank digital milik Wings Group tersebut ditawarkan di harga Rp3.360 per lembar saham.

Diketahui emiten melepas 186.176.500 lembar saham ke publik di harga Rp 3.360 per lembar untuk mencari dana segar sebesar Rp 625,55 miliar. Publik menyambut antusias IPO-nya Bank Mas dan dalam penawaran umumnya saham MASB dinyatakan kelebihan permintaan alias oversubscribed sebanyak 7x.

Diketahui saham MASB dilepas ke publik disertai penerbitan waran sebagai pemanis dengan rasio 1:1. Jadi setiap 1 lembar saham IPO akan mendapatkan 1 lembar waran dan dapat dikonversi ke 1 lembar saham MASB di harga Rp 3500 per lembar saham dalam rentang waktu antara Januari 2022 hingga Juni 2022.

Sebesar 85% dana yang diperoleh dari hajatan IPO akan digunakan Bank Mas untuk memperkuat permodalan pengembangan kredit dan sisanya 15% akan digunakan untuk merambah layanan perbankan digital.

Profil Emiten

PT Bank Multiarta Sentosa alias Bank Mas telah berdiri sejak 11 Januari 1992, kemudian pada Desember 2013 Wings Group mengakuisisi 70% dari saham privat Bank Mas. Sejauh ini Bank Mas menawarkan jasa perbankan seperti penyaluran kredit produktif untuk usaha kecil dan menengah, dan layanan devisa yang menunjang kegiatan usaha ekspor dan impor.

Selain itu kini Bank Mas juga menawarkan layanan elektronik dan digital dengan memfasilitasi nasabahnya, baik nasabah individu maupun korporasi, dengan internet banking dan mobile banking.

Kelebihan mobile banking Bank Mas adalah gratis biaya transfer antar mobile banking Bank Mas dan bank-bank lainnya di Indonesia. Bank Mas juga memfasilitasi nasabahnya dengan kemudahan gratis biaya tarik tunai di ATM bank lain.

Manajemen Bank Mas menyatakan bahwa mereka kini sedang meningkatkan ekosistem layanan perbankan digitalnya untuk memudahkan transaksi.

Layanan yang disediakan meliputi QRIS, virtual account, online onboarding untuk pembukaan rekening secara online, tak sampai di sana saja Bank Mas juga berencana mengadakan fasilitas pinjaman online di mobile banking Bank Mas.

Review Kinerja

IPO di tahun 2021, MASB akhirnya menelurkan laporan keuangan yang pertama. Berikut kinerja MASB dilihat dari prospektusnya: 

Total Aset DPK Aset Produktif
2018 11.130.227.434.653 9.442.829.094.205 10.906.324.822.266
2019 14.412.875.999.590 12.533.262.154.026 14.061.337.363.571
2020 21.537.936.008.109 19.316.045.580.628 21.175.383.359.321
CAGR 39,11% 43,02% 39,34%

Diketahui per tahun 2020 total aset milik MASB mencapai Rp 21,53 triliun dan setiap tahunnya rata-rata aset MASB naik rata-rata sekitar 39,11%. Dari total asetnya yang mencapai Rp21,53 triliun, sebesar Rp 19,3 triliun adalah berupa simpanan nasabah alias dana pihak ketiga (DPK). Yang mengesankan adalah setiap tahunnya DPK bertumbuh sebesar 43,02%.

DPK terdiri dari simpanan deposito nasabah, tabungan, dan giro. Jumlah DPK yang meningkat memperlihatkan minat nasabah yang semakin meningkat pada Bank Mas setiap tahunnya. Adapun nasabah Bank Mas meliputi sebagian karyawan dan afiliasi Wings Group dan masayarakat umum.

Dana yang diperoleh dari nasabah plus dana milik emiten sendiri kemudian dijadikan aset produktif. Aset produktif adalah segala aset yang menghasilkan seperti penyaluran kredit, pembelian efek-efek investasi seperti surat utang negara dan giro ke bank lain dan Bank Indonesia.

Total aset produktif per tahun 2020 adalah sebesar Rp 21,17 triliun. Setiap tahunnya aset produktif terus meningkat dengan CAGR sebesar 39,34%. Berikut pembahasan seputar permodalan Bank Mas:

Modal Inti Modal Bank ATMR
2018 1.488.738.873.009 1.572.713.396.955 9.557.525.706.582
2019 1.625.801.933.435 1.728.125.607.844 10.503.164.847.223
2020 1.898.579.550.614 2.015.249.838.114 10.127.078.713.607
CAGR 12,93% 13,20% 2,94%

Di tahun 2020 modal inti emiten telah mencapai Rp 1,89 triliun dan oleh karenanya MASB berada di kategori Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) tier 2 karena memiliki modal inti di atas Rp 1 triliun dan kurang dari Rp 5 triliun.

Sejak tahun 2018 modal inti naik dengan CAGR sebesar 12,93% per tahun. Sementara itu modal bank ,yang terdiri dari modal inti dan modal pelengkap, naik lebih pesat lagi yakni sebesar rata-rata 13,20% per tahun. Per 2020 modal bank MASB sudah mencapai Rp 2,01 triliun.

Lalu Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang terdiri dari risiko pasar, risiko kredit dan risiko operasional milik MASB, kini per tahun 2020 sudah mencapai Rp 10,12 triliun. Dengan demikian rasio CAR alias modal bank per ATMR milik MASB adalah 19,89% (Rp 2,01 triliun / Rp 10,12 trilun).

CAR minimal yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah 8%, semakin tinggi tentu semakin baik karena artinya semakin kuat dalam menanggung risiko gagal kredit.

Dengan memiliki CAR 19,89% artinya MASB memiliki kekuatan dalam menanggung risiko yang lebih tinggi dari yang disyaratkan. Sebenarnya kredit bermasalah yang dialami oleh MASB cukup rendah. Berikut laporannya:

Kol 3,4,5 Kol 5 Total Kredit
2018 74.160.794.483 40.452.135.661 7.237.193.267.979
2019 326.691.394.243 252.530.599.760 7.865.652.596.371
2020 273.868.918.233 142.232.314.142 7.486.878.821.858
CAGR 92,17% 87,51% 1,71%

Total volume penyaluran kredit bank milik Wings Group ini per tahun 2020 mencapai Rp 7,48 triliun. Dari Rp 7,48 triliun kredit yang disalurkan ternyata sebagian besar berkualitas baik dengan status lancar. Hanya sebagian kecil saja yang berstatus bermasalah.

Jadi status kualitas penyaluran kredit dapat diketahui berdasarkan kelancaran pembayaran cicilan kredit oleh para nasabahnya. Kelancaran pembayaran dibagi ke dalam 5 kategori yang disebut dengan Kolektivitas atau disingkat Kol.

Diketahui Kol 1 adalah kredit-kredit yang dibayar dengan tanpa menunggak sama sekali alias lancar. Kemudian ada Kol 2 untuk kredit-kredit kurang lancar yang ditunggak antara 1-90 hari.

Kemudian Kol 3 adalah kredit-kredit yang baru dibayarkan nasabah antara 91 hari hingga 120 hari setelah penagihan. Kemudian status berikutnya adalah Kol 4 yang ditunggak pembayarannya antara 121 hari hingga 180 hari, Kol 4 adalah kredit-kredit yang diragukan kualitasnya.

Dan terakhir yang paling tidak disukai adalah Kol 5 atau yang disebut dengan kredit macet, kredit-kredit yang dibayarkan setelah lebih dari 180 hari penagihan atau tidak dibayar sama sekali dalam kasus nasabah kabur dengan tidak membayar sama sekali.

Adapun jumlah Kol 3,4,5 atau yang disebut dengan kelompok kredit bermasalah gross mencapai Rp 273,86 miliar di tahun 2020. Di tahun yang sama, yang benar-benar macet, yang masuk Kol 5 mencapai Rp 142,2 miliar.  Berikut laporan mengenai efisiensi pendapatan ke laba:

Total Pendapatan Total Beban Pendapatan Bunga Bersih Laba Bersih
2018 91.209.395.265 717.950.458.567 396.684.052.945 146.199.247.380
2019 1.053.707.281.873 824.966.002.903 460.933.071.827 117.911.141.906
2020 1.236.600.781.617 1.028.312.433.238 451.356.811.665 108.191.656.140
CAGR 16,43% 19,68% 6,67% -13,98%

Jadi pendapatan emiten perbankan terdiri dari tiga bagian yakni pendapatan operasional, pendapatan operasional lain dan pendapatan non-operasional. Yang paling utama untuk diperhatikan tentu saja operasional alias kegiatan penyaluran kredit karena itulah hal utama yang dilakukan oleh bank.

Adapun total pendapatan seluruhnya di tahun 2020 mencapai Rp 1,23 triliun, bertumbuh 16,43% setiap tahunnya.

Nah, kredit yang disalurkan ke bisnis-bisnis maupun individu kemudian akan menghasilkan pendapatan bunga. Pendapatan bunga kemudian dikurangi dengan beban bunga menyisakan pendapatan bunga bersih.

Per tahun 2020 pendapatan bunga bersih MASB mencapai Rp 451,35 miiar, sebelumnya di tahun 2019 adalah sebesar Rp 460,93 miliar. Meski turun, namun secara pendapatan umum masih bertumbuh secara rata-rata bertumbuh 6,67%.

Meski secara operasional bertumbuh 6,67%, dan secara umum meningkat 16,43% per tahun, namun anehnya laba bersih emiten mengalami penurunan 13,98% per tahun. Di tahun 2020 laba bersih emiten hanya sebesar Rp 108,19 miliar. Sebelumnya 117,9 miliar di tahun 2019 dan Rp 146,19 miliar di tahun 2018.

Rupanya total beban emiten meningkat dengan sebesar 19,68% per tahun, sedangkan total pendapatan hanya meningkat dengan pertumbuhan 16,43%. Sehingga selisih pendapatan dan beban turun 3,55% per tahun. Emiten memang perlu melakukan pengetatan beban. Berikut rasio-rasio yang dapat disampaikan:

Rasio

2020 2019 2018
CAR 19,90% 16,45% 16,46%
NIM 2,13% 3,28% 2,13%
LDR 35,29% 55,55% 66,20%
NPL Bruto 3,66% 4,15% 1,02%
NPL Neto 1,90% 3,21% 0,56%
ROA 0,50% 0,82% 1,31%
  • CAR (Capital Adequacy Ratio)

Kewajiban penyediaan modal minimum adalah sebesar 8% oleh Bank Indonesia, sejauh ini Bank Mas telah melampaui. Di tahun 2018 dan 2019 saja sudah dua kali lipatnya yakni 16 persenan, dan di tahun 2020 mencapai 19,90%, sehingga dalam hal pertanggungan risiko sangat baik.

  • NIM (Net Interest Margin)

Adapun mengenai kualitas manajemen dalam hal operasional, marjin bunga bersih (NIM) emiten agak tipis yakni antara 2-3% saja per tahun. NIM diperoleh dengan membagi pendapatan bunga bersih dengan aset produktif.

Pendapatan bunga bersih didapat dengan mengurangi pendapatan bunga dengan beban bunga, sedangkan aset produktif adalah segala aset yang menghasilkan seperti kredit, efek-efek investasi dan giro. Karena aset produktif dikelola secara aktif maka sebaiknya besar NIM lebih tinggi dari suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate.

Sayangnya NIM milik Bank Mas tidak lebih besar dari suku bunga acuan dan oleh karena itu kurang menarik dari sisi kemampuannya beroperasi.

  • LDR (Loan to Deposit Ratio)

Rasio LDR membagi total volume kredit dengan total penerimaan dana yang dimiliki berupa modal inti ditambah dana pihak ketiga, dan kredit likuiditas Bank Indonesia.

Rasio ini akan memperlihatkan keaktifan kegiatan operasional, angka LDR minimal yang diharapkan adalah 50%. Sayangnya rasio LDR milik Bank Mas mengalami penurunan menjadi hanya 35,29% saja di tahun 2020.

Secara nominal total kredit yang disalurkan di tahun 2020 adalah Rp 7,4 triliun, angka ini meningkat 1,71% per tahun. Meski nilainya sudah meningkat namun ternyata besaran tersebut hanya 35,29% saja dari total penerimaan dananya. Artinya emiten sebenarnya punya amunisi yang lebih besar untuk membiayainya melakukan penyaluran kredit yang jauh lebih besar.

Penutup

  • Secara permodalan Bank Mas telah sangat baik membentengi dirinya dari risiko gagal bayar kredit. Sayangnya kegiatan penyaluran kredit masih kurang maksimal. Sebaiknya emiten melakukan penyaluran kredit lebih besar lagi karena emiten memiliki Penerimaan Dana yang besar untuk mendanai kegiatan penyaluran kredit yang lebih greget.
  • Meski total pendapatan terus meningkat sebesar 16,43%, sayangnya total beban juga meningkat sebesar 19,43%. Akhirnya laba bersih terkoreksi 13,98% per tahun. Pekerjaan rumah bagi emiten adalah untuk mengurangi total beban, terutama Beban Operasional Lain yang setiap tahun nilainya selalu lebih besar dari Pendapatan Operasional Lain.
  • Dengan laba sebesar Rp 108.191.656.140 dan jumlah saham beredar sebesar 186.176.500 lembar, maka laba per saham emiten adalah Rp 582 per saham. Di harga Rp 4500 per saham maka emiten berada di PER 7,73x alias masih termasuk murah.

Disclaimer: Tulisan ini berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi.

Artikel Terkait