Ajaib.co.id – Pernahkah kamu mendengar istilah auto rejection, ARA atau ARB yang mungkin diutarakan oleh influencer saham? Apakah itu ARA atau ARB?
Nah, pertumbuhan jumlah investor yang dicerminkan oleh kenaikan single identification number (SID) memperlihatkan bahwa investor pasar modal tidak terkecuali yang menanamkan uangnya dalam instrumen saham meningkat cukup pesat di kala pandemi.
Padahal tepat pada Maret tahun lalu, indeks acuan yang merupakan indikator pergerakan saham gabungan menunjukkan koreksi besar-besaran.
Hal ini membuat organisasi regulator mandiri atau self-regulator organization seperti Bursa Efek Indonesia menggelontorkan sejumlah peraturan guna mencegah atau memperlambat penurunan indeks atau saham yang cukup signifikan dalam jangka waktu yang pendek.
Pelaku pasar sendiri sebenarnya sudah mengenal lebih lama istilah auto rejection yang merupakan penolakan secara otomatis dari sistem JATS atau Jakarta Auto Trading System untuk penawaran jual dan/atau permintaan beli efek bersifat ekuitas akibat terlampauinya batasan harga atau jumlah efek bersifat ekuitas yang ditetapkan bursa.
Dengan kata lain, auto rejection adalah aturan mengenai pembatasan kenaikan maksimum dan penurunan minimum harga saham selama satu hari perdagangan supaya perdagangan saham berjalan lancar.
Penerapan Auto Rejection Sebelum Pandemi
Auto rejection sebenarnya bukan istilah yang baru terdengar. Bursa memang hanya menerapkan pemberlakuan auto rejection secara simetris dalam artian batas kenaikan dan penurunan saham dalam nominal persentasenya dibandingkan dengan perdagangan hari sebelumnya didasarkan pada fraksi harga yang sama.
Pada Januari 2017, BEI mengenalkan aturan auto rejection simetris dengan pengujian sistem yang dilakukan pada Desember 2016. Dengan aturan auto rejection ini, jika fraksi harga sebuah saham dengan nilai Rp50-Rp200 bisa naik dan turun hingga 35%, harga saham Rp200-Rp5.000 bisa naik dan turun 25%, adapun fraksi harga terbesar, yakni di atas Rp5.000 bisa naik atau turun 20%.
Lebih dari itu, sistem akan secara otomatis memberlakukan trading halt atau pemberhentian perdagangan untuk transaksi saham yang melebihi batas atas auto rejection atas (ARA)-nya dan batas bawah auto rejection bawah (ARB)-nya tersebut.
Auto Rejection Simetris | ||
Harga Acuan | Auto Rejection Atas | Auto Rejection Bawah |
Rp50-200 | >35% | <35% |
Rp200-Rp5.000 | >25% | <25% |
>Rp5.000 | >20% | <20% |
Pada awal penerapan auto rejection simetris tersebut pada 3 Januari 2017, setidaknya ada enam saham yang secara otomatis tidak bisa ditransaksikan melebihi dari batas atas dan batas bawah auto rejection-nya.
Sebagai contoh, saham emiten PT Atlas Resources Tbk (ARII) mengalami penurunan harga saham sebesar 130 poin atau 25% dari posisi Rp520 pada akhir tahun 2016 menjadi Rp390 pada awal tahun 2017. Sistem langsung menolak transaksi saham ARII di harga Rp390, karena angka tersebut sudah melebihi batas bawah ARB-nya yakni 25%.
Penerapan Auto Rejection di kala Pandemi
Pada awal Maret 2020, merespon tingginya kekhawatiran masyarakat bahwa pemerintah akan memberlakukan lockdown, Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan sigap memberlakukan aturan auto reject asimetris untuk mencegah koreksi indeks acuan yang cukup dalam.
Dengan aturan tersebut, bursa menetapkan bahwa batas bawah untuk semua fraksi harga hanyalah 10%. Dengan kata lain, sistem akan langsung menolak transaksi saham dengan koreksi lebih dari 10% baik untuk saham dengan harga Rp5.000 ke atas atau Rp200 ke bawah.
Bursa akhirnya menerapkan sistem tersebut pada Selasa 10 Maret 2020, untuk menahan koreksi harga yang lebih dalam lagi. Pada perdagangan hari itu, Indeks Harga Saham Gabung langsung jeblok 3,73% yang mana terdapat 7 saham yang amblas melampaui 10%.
Direktur Perdagangan dan Penilaian Anggota Bursa BEI Laksono Widodo berkelakar bahwa perhitungan ARB akan dimulai saat waktu pasar mulai dibuka sehingga jika saham LQ45 yang notabenenya mengikuti sesi pra pembukaan, potensi penurunan harganya bisa lebih dalam.
Beberapa hari memantau pergerakan pasar yang tak kunjung mereda dari koreksi sejak 10 Maret 2020, BEI akhirnya mengeluarkan kebijakan baru ARB hanya sebesar 7% dari sebelumnya 10%, terhitung mulai Jumat 13 Maret 2020.
Hal ini ditambah anjuran Otoritas Jasa Keuangan untuk meniadakan saham yang diperdagangan pra pembukaan. Hal ini ditambah dengan aturan jam bursa untuk mempercepat jam perdagangan 90 menit yang diambil dari penutupan jam sesi pertama pada pukul 11.30 waktu JATS dan ditutup pada pukul 15.15 JAST.
Auto Rejection Simetris | ||
Harga Acuan | ARA | ARB |
Rp50-200 | >35% | <Rp50 atau 7% |
Rp200-Rp5.000 | >25% | <7% |
>Rp5.000 | >20% | <7% |
Adapun, opsi ARA dan ARB ini masih berlaku untuk perdagangan bursa hingga saat ini mengingat kondisi pasar masih belum bisa dikatakan kondusif tercermin dari pergerakan harga saham yang masih sangat volatil.
Salah satu sektor yang paling banyak menyicip penolakan transaksi akibat dari aturan ARA dan ARB ini adalah sub sektor konsumer yakni farmasi yang memang digadang-gadang akan menjadi penunjang utama penyediaan dan distribusi vaksin ke seluruh Indonesia.
Saham farmasi BUMN yakni PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) sama-sama sempat menyicip kenaikan harga saham yang gila-gilaan pada Juli 2020 akibat dari isu pendistribusian vaksin.
Keduanya sempat disuspensi untuk meredakan kondisi pasar karena selalu naik lebih dari 25% per harinya. Padahal kinerja fundamental kedua saham ini tidak mengikuti pergerakan teknikal dari sahamnya.
Setelah sempat naik gila-gilaan pada Juli 2020, ekspektasi akan distribusi vaksin akhirnya surut pada Januari 2021. Hal ini menyebabkan saham INAF dan KAEF terkena ARB selama berhari-hari akibat price-in atau penyesuaian harga pada awal tahun dikarenakan proyeksi investor jangka pendek yang terlalu berlebihan untuk kedua saham ini.
Nah, aturan auto rejection ini umumnya dikenai pada saham-saham dengan kapitalisasi kecil dan menengah atau saham yang sedang mendapatkan sentimen baik dan buruk.
Jangan keburu senang dulu, kalau saham pilihan kamu terkena ARA, karena pergerakan saham sangat volatil sehingga mungkin saja ARA dalam beberapa hari bisa berubah menjadi ARB berhari-hari.
Dengan demikian, gunakanlah berbagai fitur informatif dan pengingat yang disediakan oleh aplikasi investasi Ajaib supaya kamu tidak terus-terusan boncos, ya. Selamat berinvestasi!