Analisis Saham

Bedah Saham AMOR – Calon Berkshire Hathaway ala BEI?

Sumber: Ashmore

Ajaib.co.id – PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk (kode saham AMOR) adalah perusahaan manajer investasi (MI) yang pertama yang melantai di Bursa Efek Indonesia. Dengan pertumbuhan sebesar 20 persenan setiap tahun dan marjin laba yang bertahan di 20 persenan juga tiap tahunnya, kok rasanya deja vu mirip seperti perusahaan MI-nya opa Buffet ya? Simak di sini ya!

Profil Emiten

PT Ashmore Asset Management Indonesia adalah perusahaan jasa manajer investasi dan penasihat investasi yang didirikan sejak tahun 2010. Perseroan merupakan anak usaha dari Ashmore Investment Management Limited di Inggris.

Produk yang ditawarkan adalah reksa dana saham, obligasi, pasar uang, campuran dan juga Exchange Traded Fund (ETF) dan Protected Fund. Produk lainnya adalah Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) alias Discretionary Fund.

KPD adalah kontrak pengelolaan portofolio efek untuk nasabah individu. Sekitar 40% dari total dana kelolaan perusahaan termasuk dalam kategori KPD dengan strategi yang bervariasi. Di antaranya ada yang minta dikelolakan portofolio saham, obligasi atau efek tertentu seperti indeks acuan diluar IHSG dan lain sebagainya.

Sejak berdiri AMOR telah meluncurkan 18 produk reksa dana, 9 KPD, 1 ETF yang dikelola secara aktif. Adapun produk-produknya dipasarkan melalui agen penjual reksa dana resmi seperti perbankan, lembaga penjual reksa dana dan asuransi.

Pada Januari 2020 perseroan memutuskan untuk melakukan penawaran saham perdana di papan pengembangan Bursa Efek Indonesia dengan kode saham AMOR di harga Rp1900. Jumlah saham beredar sebanyak 1.111.111.200 lembar di harga terakhir Rp 3.800 per lembar maka kapitalisasi sahamnya adalah sebesar Rp 4,22 Triliun.

Sebanyak 60,04% saham beredar dikuasai oleh Ashmore Investment Management Limited, lalu pemegang saham dengan jumlah signifikan lainnya adalah PT Adikarsa Sarana (13.05%), Ir. Ronaldus Gandahusada (6,3%), Arief Cahyadi Wana (5,4%), FX Eddy Hartanto (5,63%) sedangkan saham AMOR yang beredar di masyarakat adalah sebanyak 9,58% dari seluruh saham.

Ulasan Laporan Keuangan Terakhir

Penelusuran di laman resmi IDX menemukan bahwa laporan keuangan terakhir yang dirilis oleh AMOR adalah laporan keuangan kuartal II-2020. Berikut rangkuman ulasan laporan keuangan AMOR 2Q20;

Pendapatan per Juni 2020 turun 7,8 persen menjadi Rp 279,82 miliar di mana sebelumnya di Juni 2019 emiten meraih pendapatan sebesar Rp 308,88 miliar. Sebagai informasi emiten mengalami penurunan nilai Asset Under Management (AUM) alias total dana kelolaan emiten yang terjadi sejak Februari 2020.

Adapun total dana kelolaan atau AUM per Juni 2020 adalah sebesar Rp22,78 triliun turun 17,79 persen dari AUM di Juni 2019 yakni sebesar Rp27,71 triliun. Hal ini diakui manajemen emiten disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang memberikan dampak pada investor untuk melakukan penarikan investasi ke dana tunai.

Turunnya pendapatan berdampak pada pelemahan laba bersih yang turun 8 persen menjadi Rp79,6 miliar saja per Juni 2020 dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya. Adapun ekuitas dan aset meningkat drastis disebabkan oleh aksi pencatatan sahamnya di bursa pada Januari 2020 yang menyebabkan emiten mendapat dana segar sebanyak Rp 211 miliar.

Dana segar yang didapat dari aksi korporasinya sebagian telah digunakan untuk memperkuat kesehatan keuangan sehingga meski pandemi memberikan dampak kepada besaran AUM, posisi keuangan emiten berada di level aman. Hal ini tercermin dari pengurangan liabilitas menjadi Rp50,87 miliar dari sebelumnya di Juni 2019 yakni sebesar Rp71,74 miliar.

Adapun dana yang diperoleh emiten dari aksi IPO-nya yang nilai totalnya sebesar Rp211 miliar tersebut rencananya akan digunakan untuk membangun digital platform dan memperkuat permodalan atas produk keuangan yang dirilis emiten selaku manajer investasi.

Yang menarik adalah emiten terlihat cukup hati-hati dalam memperlakukan dana yang diterimanya. Diketahui emiten melantai di bursa pada Januari 2020, sejenak berselang di bulan Februari-Maret 2020 Covid-19 meluas dan kemudian ditetapkan sebagai pandemi. Emiten tak lantas mengambil langkah untuk melakukan belanja modal di tengah ketidakpastian tak seperti emiten lain yang sama-sama baru IPO di awal 2020.

Emiten lebih memilih untuk menyimpannya dalam Kas dan Setara Kas dan melakukan aksi pengamanan dengan menurunkan liabilitas dan memperkuat ekuitas.

Oleh karenanya Kas dan Setara Kas menguat ratusan miliar sedangkan liabilitas turun nilainya. Alhasil rasio-rasio keuangan emiten membaik, berikut ringkasannya;

Kamu akan melihat perbedaan cukup signifikan pada rasio-rasio di Juni 2019 dan Juni 2020 karena dana segar hasil IPO yang diterima emiten di Januari 2020. Perbedaan tersebut terutama terlihat dari sisi rasio utang per ekuitas (DER) yang membaik, turun drastis dari 184% menjadi 18% saja di Juni 2020.

Lainnya kamu bisa lihat di atas bahwa rasio-rasio profitabilitas seperti NPM, ROA dan ROE tidak bermasalah sama sekali. Terdapat penurunan yang sehat dari sisi ROA dan ROE dari dua periode yang sama di 2020 dan 2019.

Mungkin kamu bingung angka ROA dan ROE  turun drastis kok dibilang sehat? Kamu harus ingat bahwa nature perusahaan adalah perusahaan Manajer Investasi (MI).

Perusahaan MI yang memiliki ROA dan ROE yang terlalu besar menandakan bahwa ada demand besar atas produk keuangan yang diluncurkan namun modal kerja untuk menyerap demand tergolong terbatas. Hal itu menyebabkan laba tampak terlalu besar jika dibandingkan dengan ekuitas. Ini bukan hal yang baik karena limpahan demand akan membuat sebuah reksa dana memiliki dana terlalu besar dan sulit untuk bergerak.

Solusi dari ROE yang terlalu besar adalah dengan merilis produk keuangan tambahan. Namun tentunya produk keuangan yang baru dirilis membutuhkan dana yang cukup besar untuk bisa memikat nasabah untuk masuk dan melakukan diversifikasi aset.

Jadi ROE yang diperoleh emiten termasuk telalu besar, namun tidak terlalu besar untuk bisa menciptakan banyak produk reksa dana. Oleh karenanya emiten berada di posisi kagok dan hanya bisa meluncurkan 2-3 produk saja setiap tahunnya. Limpahan demand tidaklah baik karena perusahaan MI yang menjadi pesaing bisa mendapat keuntungan daripadanya.

ROE yang baik dari sebuah perusahaan manajer investasi adalah di bawah 100% karena artinya emiten punya cukup amunisi untuk bisa menciptakan produk lain untuk menggiring nasabah untuk diversifikasi ke produk lainnya sehingga bisa memenuhi demand yang ada. Turunnya angka ROE dan 20 persenan adalah angka yang pas bagi sebuah MI, tidak terlalu besar namun cukup gemuk untuk dinikmati.

Deja vu dengan hal ini? Yup ini adalah riwayat rasio yang sama yang dialami Berkshire Hathaway, perusahaan benang yang disulap Warren Buffet jadi perusahaan MI, dan membuat Buffet dan Munger memutuskan untuk IPO.

Ulasan Riwayat Kinerja

Boleh dikatakan bahwa emiten ini sangat menarik karena ulasan riwayat kinerja menunjukkan ada jejak efisiensi beban yang baik dengan pertumbuhan pendapatan yang menarik diiringi pertumbuhan liabilitas yang terbatas di bawah pertumbuhan pendapatan dan laba bersih.

Jadi berdasarkan prospektus AMOR dan laporan keuangan kuartal II-2020, AMOR berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan rata-rata sebesar 22% setiap tahunnya dengan pertumbuhan laba bersih lebih besar yakni sebesar 34,94% per tahun.

Pertumbuhan laba yang lebih besar dari pertumbuhan pendapatan menandakan adanya peningkatan efisiensi dalam mengelola beban. Itu hal baik karena menandakan emiten mengenal betul beban mana yang bisa dihemat agar bisa menyisakan laba bersih yang cukup gemuk.

Abaikan tentang peningkatan ekuitas dan total aset karena terdapat kenaikan dana segar yang signifikan akibat IPO yang dilakukan di awal 2020. Kita alihkan perhatian kita ke total liabilitas. Meski liabilitas sempat menguat namun emiten mengurangi jumlahnya di 2020 sehingga CAGR yang ditimbulkan hanyalah 19,31% per tahun.

Berikut rasio yang berhasil dihimpun;

Adapun berdasarkan prospektus dan laporan keuangan terakhir, per Juni setiap tahunnya marjin laba yang dibukukan emiten mencapai 20 persenan. Bahkan terlihat ada tren yang menguat pada marjin laba! Per Juni 2017 marjin laba yang dicapai adalah 21%, meningkat menjadi 27,38% di 2018 dan menjadi 28% di 2019 dan terakhir di Juni 2020 menjadi 28,43%.

Emiten sendiri mengaku bahwa sejak 2005, rata-rata pertumbuhan dana kelolaan mencapai 21 persen setiap tahunnya. Pertumbuhan ini berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dilihat oleh emiten dikarenakan masih rendahnya penetrasi investasi di kalangan umum Indonesia, dan masih bertumbuhnya tingkat literasi investasi.

Penulis sendiri melihat adanya ketertarikan pasar yang tinggi atas produk-produk keuangan AMOR dan ini menyebabkan ROE yang dibukukan emiten sangat besar setiap tahunnya. Angka ROE milik AMOR sejak 2017 bertahan di angka 366%, 176% dan 222%. Angka ROE yang terlampau besar menandakan bahwa ekuitas (modal kerja) masih terlalu rendah ketimbang laba yang dihasilkan.

Animo publik yang tinggi bisa dipahami karena Return on Investment produk keuangan AMOR ada di angka 49%. Luar biasa, bukan?

Ketika ROE turun ke 20-an persen di Juni 2020, itulah ROE yang pas karena artinya ekuitas emiten sudah mumpuni, lebih besar dari laba yang didapat. Sehingga emiten kini punya cukup amunisi untuk menciptakan lebih dari 2-3 produk keuangan setiap tahunnya. Hal ini memang menjadi sesuatu yang diincar oleh emiten, kamu bisa perhatikan kata-kata Direktur Utama AMOR di bawah ini yang dikutip dari Bisnis Indonesia;

“Sebelum IPO kami sudah kuat, dan adanya dana dari IPO akan semakin kuat. Karena kita tahu reksa dana membutuhkan jumlah yang tidak kecil supaya kesannya aman untuk investor yang berinvestasi di produk itu.”

Dividen

Sejak peluncurannya di bursa, emiten berjanji untuk membayarkan sedikitnya 50% dari laba bersih yang diterimanya dalam bentuk dividen tunai. Tapi, di tahun 2020 emiten melepas sebagian besar laba bersihnya yakni Rp50,8 miliar dalam bentuk dividen tunai sebesar Rp45,8 per saham.

Ronaldus Gandahusada yang menjadi juru bicara AMOR mengatakan bahwa emiten akan mengusahakan sebagian besar laba bersih agar dapat dibagikan saja dalam bentuk dividen tunai. Ini adalah langkah awal yang baik dari emiten.

Prospek bisnis perusahaan

Sebagaimana dikutip dari Liputan6 news, dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Rabu, 7 Oktober 2020 manajemen AMOR mengatakan bahwa tahun buku 2019/2020 adalah periode bersejarah bagi emiten karena pada awal tahun emiten menggelar penawaran umum perdana sahamnya di bursa. Namun tahun 2020 juga merupakan tahun yang penuh tantangan sebagai imbas dari Covid-19.

Dana IPO yang didapat rencananya akan digunakan untuk mengembangkan infrastruktur digital dan manajemen risiko produk reksa dana. Pengembangan digital adalah hal yang emiten kejar untuk menjangkau lebih pasar yang lebih luas.

Emiten melihat peluang dari banyaknya masyarakat yang belum terjangkau akses perbankan dan menyambut iklim investasi digital yang juga kian bertumbuh dan meluas. Kini emiten telah terhubung dengan Bukalapak, e-commerce digital yang telah mendapat tempat tersendiri di tengah-tengah masyarakat.

Kamu bisa lihat sendiri bahwa emiten tidak tergesa-gesa menggunakan dananya, per Juni 2020 dana IPO masih disimpan dalam Kas dan Setara Kas dan hal ini menambah besar Aset dan Ekuitas.

Selama tahun 2020, total dana kelolaan sempat turun, hal ini wajar karena masyarakat cenderung tidak berselera untuk berinvestasi ketika kondisi ekonomi sedang tidak stabil.

Namun ketika keadaan berangsur-angsur pulih maka masyarakat cenderung suka berinvestasi kembali daripada menyimpannya di bank dengan bunga tipis.

Kesimpulan

Kini emiten punya cukup amunisi untuk meluncurkan lebih banyak produk keuangan, ekuitas telah bertumbuh siap meluncurkan lebih banyak produk keuangan untuk menampung animo masyarakat yang tinggi atas produk-produk keuangan emiten.

Kalau kamu perhatikan emiten Manajer Investasi yang pertama di Indonesia ini punya angka marjin laba yang sangat baik yakni di kisaran 20 persen lebih dan dan berada dalam tren naik.

Pertumbuhan laba dan pendapatan pun berada di angka 20 persenan setiap tahunnya. Angka pertumbuhan AMOR adalah sebesar angka pertumbuhan salah satu perusahaan Manajer Investasi ternama tersukses di dunia yaitu Berkshire Hathaway.

Kasus IPO-nya pun sama; ROE sebelum IPO terlampau besar menandakan adanya animo masyarakat yang tinggi atas produk keuangan yang dirilis perseroan. Keduanya juga mengalahkan indeks acuannya. Sejauh ini kemiripan keduanya cukup banyak, hanya kurang faktor selebritinya saja. BRK punya beberapa selebriti pasar modal seperti Buffet dan Charlie Munger.

Apakah emiten akan menjadi The Next Berkshire Hathaway? Kinerjanya sih mirip, bahkan pertumbuhan AMOR lebih besar beberapa persen karena berfokus pada Emerging Market yang menjanjikan pertumbuhan yang lebih menggiurkan dari aset-aset di Developed Market seperti yang dikelola BRK.

Dari sisi pengalaman, jelas BRK jauh lebih senior. Kini BRK juga sudah lebih luas dan aktif ikut campur dalam manajemen perusahaan yang diakuisisinya. Tapi bukan tidak mungkin AMOR di kemudian hari dapat bertumbuh dan menjadi invetor aktif seperti BRK juga.

Untuk saat ini emiten sangat menarik karena kinerjanya yang cemerlang, apakah bisa menjadi BRK berikutnya? Kita akan pantau bersama ke depan.

Saat ini emiten diperdagangkan di harga yang cukup premium. Tapi perusahaan bagus memang dihargai premium.

Kamu bisa lihat PER dan PBV yang aduhai tingginya, kalaulah kinerja tetap bertahan baik namun terjadi penurunan harga saham di saat itulah kamu mungkin bisa pertimbangkan emiten ini untuk entry buy.

Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.

Artikel Terkait