Saham

Menilik IHSG dan Sengatan Dampak Virus Corona

Sumber: The Jakarta Post

Ajaib.co.id – Sudah lebih dari satu tahun pandemi COVID-19 merajalela di Indonesia. Beragam dampak virus corona baru ini telah mewarnai perjalanan pasar modal dalam setahun terakhir: dari mulai menyebabkan penurunan kinerja sebagian besar emiten, hingga mengatrol saham farmasi tinggi-tinggi.

Salah satu dampak virus corona yang paling dirasakan seluruh para pelaku pasar keuangan dan pasar modal di Indonesia terjadi sekitar setahun lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkapar habis-habisan akibat dampak virus corona.

Kala itu IHSG harus mengalami trading halt beruntun akibat penurunan sebesar 5%. Trading halt atau jeda perdagangan ini dilakukan selama 30 menit dengan harapan menurunkan tekanan jual yang terjadi di pasar. Mungkin, jika tak ada aturan ini, IHSG bisa anjlok lebih dalam para Maret 2020.

Berdasarkan catatan Morningstar.com, IHSG sempat terjerembab ke kolong 4.000 pada Maret 2020, tepatnya mencapai 3.967,63 pada 24 Maret 2020. Kala itu investor dibikin kalang kabut akibat ketidakpastian terkait dampak virus corona. Jangankan bicara vaksin, langkah pemerintah untuk membendung dampak pandemi virus corona saja masih semrawut.

Meski begitu, tak lama kemudian IHSG mengalami salah satu lompatan terbaiknya sepanjang masa. Dikutip dari Liputan6.com, pada 26 Maret 2020, IHSG pada ditutup menguat dengan naik 422,91 poin atau 10,74% ke posisi 4.360,54.

Waktu itu, transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga mencetak rekor dengan menyentuh frekuensi sebanyak 879.652 kali. Frekuensi transaksi ini mengalahkan rekor frekuensi transaksi BEI sebelumnya yang tercatat sebanyak 655.380 kali pada 12 September 2019.

Tak sedikit analis yang memperkirakan waktu itu IHSG sudah mulai menunjukkan tren positif dan bisa berbalik ke level pra pandemi. Namun, kenyataanya sepanjang periode Maret – Agustus 2020, IHSG bergerak fluktuatif di zona merah dengan tren meningkat.

Dikutip dari Bisnis.com, IHSG baru benar-benar resmi keluar dari zona merah pada pekan kedua November 2020. Penguatan ini terus berlanjut hingga sempat menyentuh level tertinggi berada pada level 6.435,20 pada Januari 2021.

Analis Reza Priyambada mengatakan memang IHSG bisa dikatakan telah kembali ke level pra pandemi. Akan tetapi, dia menilai pasar saham belum sepenuhnya pulih karena secara fundamental mayoritas emiten mencatatkan kinerja tertekan sepanjang 2020, sehingga capaian IHSG saat ini belum menunjukkan kondisi aslinya alias rawan koreksi.

Meski IHSG cenderung berjibaku sepanjang setahun terakhir, tak berarti bursa saham domestik tak punya cerita menarik buat para pelaku pasar. Deretan saham-saham farmasi dan alat kesehatan misalnya, justru menyajikan cerita tersendiri.

Emiten yang Diuntungkan Saat Pandemi

Dimulai dari duo saham farmasi BUMN, PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) dan PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF) yang sempat menjadi buruan para investor. Kenaikannya sungguh di luar nalar pasar, hingga valuasi PER-nya mencapai ratusan kali.

Tak hanya saham farmasi, PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) juga menjadi salah satu daya tarik di pasar modal. Berkat potensi penjualan jarum suntik untuk vaksinasi, saham IRRA terbang dari kisaran Rp400 per saham sampai mencapai Rp3.450 per saham. Belakangan saham ini anteng di kisaran Rp2.000 per saham.

Di luar saham-saham farmasi dan alat kesehatan itu, saham-saham pertambangan, khususnya nikel juga naik tak karuan. Dari mulai PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) hingga PT Vale Indonesia Tbk (INCO), semuanya meroket dengan ekspektasi dan rumor terkait rencana Tesla masuk ke Indonesia untuk mengembangkan produksi baterai.

Tak hanya itu, saham seperti PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) juga mengalami peningkatan gila-gilaan sepanjang masa pandemi ini. Dikutip dari Kontan.co.id, Berkat rencana penggabungan bank-bank syariah milik pemerintah, saham bank yang dulunya bernama BRI Syariah ini meroket 1.195,45% (sepanjang 2 Maret 2020-2 Maret 2021).

Beberapa saham bank digital seperti BBYB dan ARTO juga mengalami peningkatan signifikan. Sentimen pendorongnya cukup beragam dari ekspektasi masuknya perusahaan unicorn ke struktur pemegang saham hingga rencana ekspansi bank digital itu sendiri.

Tak ketinggalan, salah satu saham paling atraktif sepanjang 2020 adalah saham PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM). Di tengah penurunan penjualan emiten rokok jumbo seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM) dan PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP), WIIM justru mencatatkan pertumbuhan kinerja. Hal ini pula yang mendorong saham WIIM terbang hingga 697,30%.

Setelah satu tahun berlalu, tentu pilihan masuk ke saham-saham yang sudah naik tinggi tersebut perlu pertimbangan matang. Meski diyakini masih punya prospek jangka panjang, tapi valuasinya yang sudah terlalu mahal mungkin membuat para investor menahan diri dan mencari peluang lain.

Pemilihan Saham Jangka Panjang

Lantas, saham-saham apa yang mungkin masih layak untuk dikoleksi untuk ke depannya? Dikutip dari CNBC.com, saham-saham emiten ritel disinyalir telah mulai bangkit. Pendorong saham-saham ini adalah penurunan jumlah penambahan kasus aktif virus corona (COVID-19) di Indonesia.

Meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro masih diperpanjang, beberapa saham emiten ritel sudah mulai menghijau pada perdagangan Senin (22 Maret 2021). Saham PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) misalnya terpantau menguat 4,43% ke level Rp825 per saham.

Namun, tak semua saham-saham ritel menguat serempak pada awal pekan ini. Pasalnya ada pula saham-saham seperti PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) yang justru tersungkur 5,8% ke level Rp260 per saham. Induknya, PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) juga terkoreksi 0,63%.

Kalau menurut kamu, saham apa yang masih prospektif untuk dikoleksi ke depannya? Apapun pilihanmu, mulailah investasimu lewat aplikasi Ajaib! Aplikasi ini telah mendapatkan izin dari OJK dan menjadi salah satu platform andalan investasi saham dan reksa dana online saat ini. Segera mulai investasimu dan kumpulkan cuanmu!

Sumber: 26 Maret 2020, IHSG Catat Rekor Frekuensi Transaksi Tertinggi, Melesat 10,19%, IHSG 26 Maret 2020 Jadi yang Terbaik di Asia, Penularan Covid Turun, Saham RALS & MPPA Cs Mulai Naik Daun, Satu tahun pandemi Covid-19, saham-saham ini torehkan kinerja moncer, dan Setahun Covid-19 di Indonesia, Analis: Pasar Saham Belum Sepenuhnya Pulih, dengan perubahan seperlunya.

Artikel Terkait