Ajaib.co.id – Pandemi COVID-19 telah mengubah dunia. Salah satunya terhadap perekonomian baik secara nasional dan global. Para ahli pun telah mengeluarkan sejumlah prediksi ekonomi pada 2021 ini. Biasa disebut dengan Outlook Ekonomi di 2021. Ajaib akan membaginya menjadi tiga hal di antaranya, prediksi dollar Amerika Serikat (AS), Bitcoin, IHSG.
Dollar AS di 2021 Akan Dapat Banyak Tekanan
Mengutip dari Kitco.com, dengan adanya pemulihan ekonomi global tahun 2021, dollar AS akan menghadapi lebih banyak tekanan ke bawah. Karena investor memilih aset berisiko dan Federal Reserve mempertahankan suku bunga mendekati nol.
Analis tidak mengesampingkan adanya penguatan dollar AS lagi pada kuartal pertama tahun 2021, tetapi banyak yang yakin bahwa tren keseluruhan untuk 2021 akan menurun.
Menurut Kepala Strategi Pasar Bannockburn Global Forex Marc Chandler, pandemi COVID-19 hanya menghentikan penurunan dollar AS yang tak terhindarkan.
Penggerak utama di balik pasar dolar adalah pencetakan uang besar-besaran, inflasi, pemulihan ekonomi, sentimen risiko, dan kebijakan moneter yang longgar.
Sementara itu, Mitra pengelola Goehring & Rozencwajg Associates Leigh Goehring mengatakan Dolar akan melemah mengingat jumlah besar utang dan pencetakan uang di AS.
Ahli strategi TD Securities menunjukkan bahwa, dalam jangka pendek, dolar AS bisa mendapatkan keuntungan dari masih melonjaknya kasus virus Corona baru, potensi lockdown baru, dan jeda dalam pemulihan ekonomi musim dingin ini.
Namun, di akhir tahun, perdagangan reflasi akan mengambil alih dan membebani dolar. Sehingga pihaknya memperkirakan tren turun sekuler USD akan bertahan, mencerminkan vaksin dan kekebalan perilaku yang pada akhirnya menghidupkan kembali perdagangan refleksinya.
Dengan perdagangan USD pada sekitar 10% premium untuk fundamental jangka panjangnya, pihaknya melihat dolar terdepresiasi secara stabil selama tahun 2021.
Bitcoin Akan Cetak Rekor Baru di 2021
Dilansir dari kontan.co.id, menilik histori sebelumnya, harga bitcoin tercatat naik 275,17% menjadi US$ 27.725 per btc pada tahun 2020 lalu. Padahal, pada akhir tahun 2019, tepatnya per 30 Desember 2019 harga bitcoin masih di kisaran level US$ 7.390 per btc.
Co-founder Cryptowatch dan pengelola channel Duit Pintar Christopher Tahir menilai pada 2020 lalu di tengah pandemi ini menjadi tahunnya bitcoin. Alasannya karena berhasil memberikan return paling besar. Terlebih jika dilihat dari harga paling rendahnya maka harga bitcoin sudah naik sebanyak tujuh kali lipat.
Adapun faktor pendorong utamanya, yaitu likuiditas dengan adanya pengumuman stimulus US$ 2.000 ke masyarakat di Amerika Serikat (AS). Serta Donald Trump yang memberikan restunya, sehingga memberikan sentiment yang mengakselerasi kenaikan bitcoin.
Selain itu, saat ini bitcoin diakumulasi oleh sejumlah institusi besar seperti Grayscale, Paypal, Square yang dimiliki Twitter dan lainnya. Apalagi adanya upgrade dari outlook bitcoin oleh JP Morgan, hal ini mendorong semakin banyak institusi yang menjadikan bitcoin sebagai alat transaksinya.
Pihaknya memprediksi di tahun 2021 ini masih akan menjadi tahun bagi mata uang kripto. Christopher memandang kalau tahun ini harga bitcoin bisa mencapai US$ 100.000 per btc hingga US$ 250.0000 per btc. Angka ini menurutnya akan dicapai dengan semakin banyaknya pihak institusi yang masuk ke dalam ekosistem bitcoin.
Christopher juga menjelaskan, analisis stock to flow atau disebut dengan persediaan dengan jumlah bitcoin yang dirilis cenderung flat atau datar menurun. Di lain sisi, persediaan bitcoin semakin lama semakin menipis bahkan ada potensi menciptakan kelangkaan.
Sehingga menurutnya masih masuk akal jika bitcoin masuk ke level US$ 100.000 per btc hingga US$ 250.000 per btc. Dengan pertimbangan jumlah bitcoin yang dirilis dan persediaan bitcoin di dunia saat ini.
Christopher juga mengungkapkan kalau saat ini jumlah bitcoin yang beredar di dunia telah mencapai 18,5 juta bitcoin. Sementara, maksimal suplai bitcoin hanya 21 juta.
IHSG Optimis Bisa Bullish di 2021
Mengutip dari investor.id, Head of Technical Analysis Research Department BNI Sekuritas Andri Zakarias Siregar mengutarakan optimistisme terhadap potensi bullish (naik) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) utamanya pasca pandemi COVID-19 pada 2021. Prediksi ini dilihat dari pengalaman melonjaknya IHSG pasca wabah SARS yang terjadi pada tahun 2003 lalu.
Andri memaparkan sepanjang 2003, IHSG rebound hingga 63%. Sehingga apabila diambil tengahnya, secara teknikal persentase kenaikan indeks untuk tahun 2021 bisa mencapai hingga 30%.
Rentang rebound IHSG di 2021 harus dilihat dari posisi IHSG akhir tahun 2020. Selain berada pada kisaran 6.300-6.500, skenario yang lebih optimistis IHSG diperkirakan dapat menyentuh posisi 6.500-6.700 pada akhir 2021.
Namun, di sisi lain memang agak sulit menilai posisi IHSG bisa terus rebound sampai ke level 7.000 pada 2021. Karena memperhitungkan sejumlah faktor, di antaranya, memperhatikan laju IHSG selama 2016-2020 karena memperlihatkan ketimpangan pada pergerakan sejumlah saham di sektor barang konsumsi dan perbankan.
Andri setidaknya mencatat dua sektor ini setidaknya menopang 65% pergerakan IHSG. Yakni, saat ini banyak saham consumer yang turun, sementara perbankan naik. Sehingga membuat saham sektor perbankan kesulitan untuk sendirian mengangkat IHSG.
Selain itu, ada juga faktor masuknya arus dana asing (capital inflow) yang menjadi pertimbangan. Pihaknya menyoroti capital inflow lebih agresif masuk ke pasar pada kuartal IV. Ada pula potensi koreksi IHSG pada bulan September, sebelum masuk ke area rebound di kuartal IV-2020. Pihaknya melihat para investor umumnya masuk ke pasar pada periode Oktober hingga April.
Pihaknya merekomendasikan investor untuk mengakumulasi saham-saham di sektor tambang emas. Seperti di PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA). Alasannya karena sentimen penguatan komoditas emas dan laju saham MDKA yang dalam beberapa waktu telah menembus level resisten baru. Selain itu, investor juga direkomendasikan untuk memilih saham PT Timah Tbk (TINS) karena ada sentimen penguatan komoditas timah.