Ekonomi

Jenis Inflasi, Tak Semuanya Bermakna Negatif, Loh!

Ajaib.co.id – Apa yang terlintas di pikiran kamu saat mendengar kata ‘inflasi’? Khawatir, cemas, atau bahkan panik? Hmm, memang kata ‘inflasi’ identik dengan sesuatu yang membuat hati ‘dag-dig-dug’. Padahal, sebenarnya tak semua jenis inflasi berkonotasi negatif, loh!

Inflasi adalah suatu kondisi di saat harga barang dan jasa yang disebabkan oleh kenaikan biaya dan terjadi secara terus menerus dalam periode tertentu.

Apa itu Inflasi?

Berdasarkan sudut pandang ekonomi, inflasi bisa terjadi pada suatu negara karena ada permintaan dan penawaran ekonomi ataupun keduanya. Pada saat terjadi inflasi akan berdampak pada menurunnya kemampuan daya beli masyarakat. Menurut Rahardja (1997:32), inflasi merupakan kecenderungan harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus.

Sementara itu, Bank Indonesia mendefinisikan inflasi sebagai kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Karena berlaku secara umum, kenaikan harga dari satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi, kecuali kenaikan itu meluas sehingga mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya.

Inflasi dapat terjadi karena beberapa hal, seperti ketidakseimbangan pengeluaran pemerintah agregat dibandingkan kemampuan perusahaan menyediakan barang-barang, tuntutan kenaikan upah oleh pekerja, kenaikan harga-harga barang yang diimpor, hingga kekacauan politik dan ekonomi

Bila kenaikan harga hanya terjadi pada satu atau dua barang, maka tidak tergolong inflasi. Suatu kondisi termasuk inflasi jika kenaikan harga terjadi pada keseluruhan atau banyak barang dan memengaruhi kenaikan harga barang lainnya.

Indikator untuk menghitung tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) yaitu indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga. Karena itu, perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Bank sentral juga menyebutkan bahwa indikator inflasi lainnya yakni berdasarkan international best practice, antara lain Indeks Harga Perdagangan Besar, Indeks Harga Besar, Indeks Harga Produsen, Deflator Produk Domestik Bruto, dan Indeks Harga Aset.

Jenis-Jenis Inflasi Berdasarkan Sifatnya

Ada beragam jenis inflasi berdasarkan sifatnya, yakni

1. Inflasi ringan/merayap (creeping inflation)

Peningkatan laju inflasi yang rendah menjadi ciri inflasi ringan. Laju inflasi jenis ini biasanya kurang dari 10% per tahun. Ciri lain inflasi ini adalah kenaikan harga yang relatif lambat dan berlangsung relatif lama.

Pada inflasi ringan, tingkat kenaikan barang masih berada dalam batas yang wajar sehingga inflasi mudah untuk dikendalikan. Kondisi ini bisa berdampak positif terhadap pendapatan masyarakat.

Maksudnya, inflasi yang terkendali akan mendorong pengusaha untuk meningkatkan jumlah produksinya. Saat produksi bertambah, maka akan terbuka banyak lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.

Masyarakat yang mengisi lapangan kerja baru berarti meningkatnya pendapatan. Jadi, inflasi ringan bisa menjadi bagian dari upaya pengentasan kemiskinan. Situasi akan makin kondusif bila kontrol Pemerintah berjalan dengan baik pula.

2. Inflasi sedang (galloping inflation)

Peningkatan laju inflasi jenis ini sedikit lebih tinggi dibandingkan inflasi ringan. Laju peningkatannya sekitar 10-30% per tahun. Ciri inflasi sedang ialah kenaikan harga yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat.

Meski lajunya lebih tinggi daripada inflasi ringan, inflasi sedang tidak begitu mengganggu kondisi perekonomian. Namun, inflasi sedang cukup berdampak terhadap masyarakat berpenghasilan tetap.

Mereka harus beradaptasi dengan kenaikan harga barang dengan upah tetap yang didapatnya. Alhasil, kondisi ini bisa menurunkan kesejahteraan mereka.

3. Inflasi berat (high inflation)

Inflasi dengan laju sekitar 30-100% per tahun termasuk jenis inflasi berat. Inflasi ini ditandai dengan kenaikan harga kebutuhan masyarakat yang terjadi secara signifikan dan sulit dikendalikan. Ciri lain dari inflasi berat adalah penurunan suku bunga pada bank.

Akibatnya, banyak orang enggan untuk menyimpan uangnya di bank. Mereka cenderung menyimpan barang karena harganya yang bisa melonjak tinggi. Kondisi perekonomian negara yang mengalami inflasi ini juga terbilang karut-marut.

4. Inflasi sangat berat (hyperinflation)

Bagaimana jika inflasi di atas 100% per tahunnya? Inilah yang disebut dengan inflasi sangat berat. Indonesia pernah mengalaminya di tahun 1998. Kala itu, inflasi di tanah air tercatat mencapai 600%.

Salah satu faktor penyebabnya adalah terjadinya pencetakan uang secara besar-besaran demi menutup defisit anggaran pada waktu itu. Saat hyperinflation terjadi di Indonesia tahun 1998, harga barang-barang melejit tak terkendali. Masyarakat juga enggan menyimpan uang karena nilainya sangat turun.

Banyak dari mereka lebih memilih menukarnya dengan barang. Pemerintah suatu negara yang mengalami inflasi jenis ini cenderung sulit mengendalikan laju fiskal, baik melalui kebijakan fiskal maupun moneter.

Yang pasti, kondisi perekonomian suatu negara yang mengalami hyperinflation sangat kacau. Kondisi ini sangat berpotensi menimbulkan masalah-masalah lain, misalnya kerusuhan atau huru-hara.

Jenis Inflasi Berdasarkan Determinan

1. Cost push inflation

Mengutip dari website BI, cost push inflation adalah inflasi yang timbul karena tekanan dari sisi suplai. Inflasi ini terjadi karena adanya depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga komoditas yang diatur pemerintah (administered price). Inflasi ini juga terjadi karena adanya negative supply shocks atau ketiadaan suplai barang secara tiba-tiba akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.

2. Demand pull inflation

Inflasi ini terjadi karena tekanan dari sisi permintaan. Di mana, permintaan barang dan jasa lebih tinggi dibandingkan ketersediaannya. Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya, atau permintaan total (aggregate demand) lebih besar dibandingkan kapasitas perekonomian.

3. Ekspektasi inflasi

Inflasi ini dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi pada keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi ini bersifat adaptif atau forward looking. Inflasi ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang menjelang hari-hari besar keagamaan dan penentuan UMP.

Biasanya, harga barang dan jasa menjelang hari raya keagamaan meningkat, meskipun ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan permintaan. Sama ketika mendekati penentuan UMP. Biasanya, pedagang ikut meningkatkan harga barang, meskipun kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.

Jenis Inflasi Berdasarkan Asalnya

Selain sifatnya, jenis inflasi juga bisa dibedakan dari asalnya, yaitu:

1. Inflasi domestik (domestic inflation)

Jenis inflasi ini berasal dari dalam negeri. Biasanya, inflasi domestik diawali dengan adanya defisit dalam anggaran dan pendapatan belanja negara tersebut.

Bila Pemerintah memutuskan untuk menutupi defisit itu dengan mencetak uang baru, maka akan meningkatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat.

Meningkatnya jumlah uang yang beredar berbanding lurus dengan meningkatnya harga-harga kebutuhan.

Tak tertutup kemungkinan, inflasi ini disertai dengan meningkatnya biaya produksi dalam negeri dan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa secara umum. Di sisi lain, kenaikan penawaran tidak bisa mengimbanginya.  

2. Inflasi impor (imported inflation)

Inflasi ini timbul karena naiknya harga-harga kebutuhan yang berasal dari luar negeri atau negara-negara mitra dagang. Melambungnya harga-harga bahan kebutuhan di luar negeri atau negara-negara mitra dagang membuat harga jualnya di negara lain juga akan menjadi lebih tinggi.

Lalu, jenis inflasi mana yang saat ini terjadi di Indonesia? Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi pada bulan April 2020 sebesar 0,08 %.

Untuk tahun kalender Januari-April 2020, laju inflasi di tanah air adalah sebesar 0,84 %. Sementara itu, inflasi secara tahunan (year on year/yoy) sebesar 2,67 %.

Data BPS mencatat, dari Indeks Harga Konsumen (IHK) di 90 kota di Indonesia, terdapat 39 kota mengalami inflasi dan 51 kota mengalami deflasi.

Inflasi tertinggi terjadi di Bau-Bau, Sulawesi Tenggara, yakni sebesar 0,88%. Inflasi terendah terdapat di tiga kota, yakni Depok, Cirebon, dan Balikpapan masing-masing 0,02%.

Menariknya, pola inflasi selama pandemi Covid-19 di tanah air berubah. Biasanya, menjelang Idul Fitri, ada kenaikan inflasi karena peningkatan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.

Tapi, menjelang Idulfitri tahun ini, pola inflasi melambat. Selain itu, permintaan barang dan jasa juga rendah. Tambah pula, nilai uang rupiah relatif tetap terpelihara.

Tak dipungkiri, pandemi Covid-19 turut menyebabkan rendahnya inflasi. Pada tahun lalu, inflasi lebih tinggi lantaran masyarakat bisa leluasa makan di restoran atau berbelanja. Kebalikannya, saat pandemi Covid-19 ini, masyarakat terbatas pergerakannya untuk keluar rumah.

Memang, sejumlah komoditas mengalami kenaikan harga. Namun, kenaikannya sangat kecil. Sejumlah kalangan berpendapat, rendahnya laju inflasi ini menunjukkan betapa lemahnya daya beli masyarakat Indonesia akibat pandemi Covid-19.

Salah satu cara menghadapi inflasi yaitu dengan berinvestasi. Ya, investasi bisa jadi langkah efektif melawan inflasi karena punya imbal hasil yang beragam.

Namun, yang terpenting adalah kamu harus memilih produk investasi yang bisa memberikan imbal hasil lebih tinggi dari laju inflasi.

Jika kamu ingin menemukan berbagai produk investasi, kamu bisa memilih media investasi online Ajaib. Download aplikasi Ajaib di smartphone kamu dan temukan kemudahan dalam berinvestasi sekarang.

Artikel Terkait