Analisis Saham, Saham

Ekuitas Negatif Bikin Saham TIRT Tidak Layak untuk Dikoleksi?

Sumber: SINDOnews

Ajaib.co.id – PT Tirta Mahakam Resources Tbk adalah perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang penjualan kayu lapis beserta produk-produk kayu sejenisnya. Perusahaan dengan kode saham TIRT ini memulai bisnis secara komersial pada tahun 1983.

Adapun produk-produk yang ditawarkan TIRT meliputi floorbase, laminply/multiply, general plywood, polyester plywood, concrete panel, blockboard, dan polyester blockboard.

TIRT mendistribusikan produk mereka tidak hanya di pasar dalam negeri, namun hingga pasar luar negeri meliputi Jepang, Australia, hingga Amerika Serikat. TIRT memiliki beberapa pabrik yang berada di wilayah seperti di Samarinda dan Gresik. Saat ini kepemilikan saham TIRT dipegang oleh PT Harita Jayaraya dengan jumlah 77,82 persen kepemilikan.

Saham TIRT mulai diperdagangkan secara publik melalui bursa pada tahun 1999 dengan harga penawaran sebesar Rp875 per lembar saham. Akan tetapi, pergerakan harga saham TIRT saat ini sangat tidak meyakinkan dengan harga saham terus di angka Rp50 per saham. Selain itu, saham TIRT masuk ke dalam kategori E atau ekuitas negatif.

Walaupun bisa disimpulkan bahwa saat ini saham TIRT tidak direkomendasikan jika melihat pergerakan harga, namun fundamental perusahaan dan rencana bisnis yang akan diambil perseroan masih bisa menjadi bahan pertimbangan. Oleh karena itu, mari kita bedah kinerja saham TIRT secara lebih jelas.

Pandemi Bikin Bisnis TIRT Merugi di Tahun 2020 Hingga Berimbas pada PHK Ratusan Karyawan

Kinerja keuangan TIRT di kuartal ketiga tahun 2020 tertekan dengan masa pandemi yang melanda. Perseroan mencatatkan penurunan pendapatan menjadi Rp166,92 miliar dari periode sama di tahun 2019 sebesar Rp515,10 miliar.

Pendapatan yang menurun juga membuat perseroan harus mencatatkan rugi lebih parah di kuartal ketiga tahun 2020 sebesar Rp417, 83 miliar dari periode sama di tahun 2019 rugi tercatat sebesar Rp46,53 miliar.

Penerapan kebijakan lockdown yang dilakukan oleh beberapa negara menjadi salah satu penyebab turunnya pendapatan TIRT di tahun 2020. Di mana, terjadi penurunan permintaan hingga pembatalan beberapa pesanan. Demi menjaga kelangsungan bisnis, TIRT harus melakukan PHK hingga ratusan karyawan untuk mengurangi biaya operasional perseroan.

Mengingat, kapasitas produksi yang biasa dihasilkan oleh TIRT pada kondisi normal mencapai 64 persen, pada kondisi pandemi utilisasi pabrik menjadi 0 persen karena terhentinya aktivitas produksi.

Bisnis TIRT Catatkan Penurunan Laba Hingga Merugi dalam 5 Tahun Terakhir

Terlepas dari masa pandemi yang membuat kinerja PT Tirta Mahakam Resources Tbk merugi di tahun 2020, kondisi keuangan perseroan memang sudah mencatatkan kerugian sejak tahun buku 2018 dan 2019. Berikut data ikhtisar keuangan berdasarkan dari informasi finansial perseroan yang dapat dilihat (dalam miliar rupiah):

Laporan Laba Rugi20192018201720162015
Penjualan bersih645.859 1.042.813795.611843.529852.780
Laba kotor36.653 113.65597.774154.045159.366
Laba rugi tahun berjalan-51.743 -36.4775.49435.64717.338

Dapat diketahui berdasarkan data tersebut bahwa secara penjualan, TIRT belum konsisten mencatatkan pertumbuhan atau naik turun. Lalu, pada periode 2015 hingga 2017 catatan laba mengalami naik turun hingga di tahun 2018 sampai 2019 perseroan harus mencatatkan kerugian.

Hal ini tentu disebabkan oleh banyak faktor sehingga membuat catatan laba tergerus dan kerugian terus meningkat. Di tahun 2017, laba yang diraih TIRT harus turun seiring dengan pendapatan yang juga mengalami penurunan. Lalu, di tahun 2018 perseroan mulai mencatatkan kerugian, di satu sisi pendapatan TIRT justru melonjak.

Hal ini disebabkan oleh beban pokok penjualan TIRT mengalami pembengkakan hingga Rp929,15 miliar dibandingkan tahun 2017 sebesar Rp697,83 miliar. Sementara kerugian yang meningkat di tahun 2019 disebabkan oleh kenaikan harga bahan baku yang berbanding terbalik dengan penurunan harga jual di tahun tersebut. Kerugian tersebut dimulai sejak 3 bulan pertama tahun 2019 hingga meningkat di akhir tahun.

Kinerja keuangan di tahun 2019 sendiri memang dinilai oleh perseroan kurang baik. Jika dilihat berdasarkan rasio keuangan memang kondisi bisnis TIRT sedang tidak sehat. Adapun data yang diambil berdasarkan ikhtisar keuangan untuk tahun buku 2019 melalui informasi finansial perseroan seperti berikut:

Rasio2019
ROA-0,3%
ROE-30,3%
NPM-9%
CR101,7%
DER2.392%

Rencana Bisnis TIRT Masih Sama, Apakah Sahamnya Masih Layak untuk Dikoleksi?

Bisnis TIRT di tahun 2020 memang sangat terdampak oleh masa pandemi yang membuat kerugian perseroan semakin membengkak. Hal tersebut yang membuat saham TIRT saat ini masuk ke dalam kategori saham E atau ekuitas negatif. Di mana, tanda tersebut memang menggambarkan keadaan bisnis suatu emiten yang tengah bermasalah.

Oleh karena itu, hal tersebut menjadi pertimbangan utama ketika harus memilih saham TIRT untuk dikoleksi. Di mana, harga saham TIRT saat ini masih terus flat di angka Rp50 per lembar saham. Hal ini tentu menjadi perhatian penting bagi perseroan untuk memperbaiki kinerja mereka di tahun ini agar sahamnya tetap dapat dinikmati publik dan menghasilkan keuntungan.

Rencana bisnis yang akan dilakukan perseroan sendiri masih belum secara resmi disampaikan. Hal tersebut berkaitan dengan kondisi pandemi COVID-19 yang masih melanda Indonesia dan beberapa negara di dunia. Dapat disimpulkan bahwa bisnis TIRT masih akan fokus menjual stok barang jadi dan setengah jadi yang mana menjadi salah satu strategi bisnis TIRT untuk bertahan di tahun lalu.

Di tahun lalu, TIRT gencar menjual stok barang jadi seperti barecore, blockboard, plywood, polyester plywood, serta polyester blockboard. Sementara untuk barang setengah jadi meliputi sawntimber maupun veneer. Dengan penjualan tersebut, perseroan berhasil mencapai 1.864 meter kubik untuk barang setengah jadi dan 17.793 meter kubik untuk barang jadi.

Hal tersebut juga didukung dengan permintaan yang cukup banyak sehingga fokus perseroan masih pada penjualan stok. Selain gencar meningkatkan penjualan stok, tentunya TIRT juga bakal mengkaji ulang strategi pemasaran yang tepat untuk sejumlah daerah maupun negara dengan kebijakan pembatasan aktivitas ataupun lockdown yang berbeda-beda.

Selain itu, TIRT juga terus memantau kondisi pasar saat ini yang masih belum menemukan kepastian jelas. Dengan begitu, perseroan dapat mengambil langkah dan strategi yang tepat untuk bisa bangkit dari keterpurukan akibat masa pandemi COVID-19.

Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.

Artikel Terkait