Ajaib.co.id – PT Widodo Makmur Unggas resmi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa 2/2/2021 dengan kode saham WMUU. Seketika di pembukaan perdagangan di tanggal 2 Februari saham WMUU melesat menyentuh batas Auto Reject Atas atau naik 34,4% persen dari Rp180 menjadi Rp242 per lembar saham.
Initial Public Offering (IPO) emiten unggas ini memang disambut banyak investor. Hari pertama IPO, Widodo Makmur Unggas ramai ditransaksikan dengan volume perdagangan sebesar 10,14 juta lot. Di hari kedua WMUU melanjutkan kenaikannya sebesar 24,79 persen menjadi Rp 302 dengan volume perdagangan sebesar 8,6 juta lot. Sayangnya kenaikan ini tak bertahan lama.
Segera di hari ketiganya debut, saham WMUU perlahan-lahan turun gunung menjadi Rp230 di tanggal 9 Februari. Segera spekulasi bermunculan, sebagian berpendapat bahwa penurunan ini akan terus berlangsung hingga mencapai titik nadir Rp50 per saham. Tak sedikit juga yang optimis karena melihat kinerjanya yang dinilai baik. Dari sisi teknikal tidak cukup membantu karena memang saham IPO belum menorehkan grafik memadai yang bisa dianalisis.
Mau tidak mau analisis berdasarkan prospektus adalah satu-satunya jalan untuk menilai baik tidaknya prospek perusahaan yang IPO tersebut. Jika kamu belum tahu, prospektus adalah berkas yang dilampirkan oleh emiten sebagai syarat IPO. Prospektus berisikan laporan profil, tujuan IPO dan laporan keuangan yang menjadi bahan dasar pertimbangan calon investor.
Nah, di tanggal 10 Februari WMUU mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Saham WMUU naik 6,96% menjadi Rp246 per saham. Berikut analisis prospektus PT Widodo Makmur Unggas.
Profil Emiten
PT Widodo Makmur Unggas Tbk (WMUU) adalah perusahaan yang kegiatan usaha utamanya bergerak di bidang peternakan ayam dan perdagangan pakan ternak berskala besar. WMUU melakukan usaha ternak unggas ayam mulai dari hulu (Upstream) seperti penetasan, ternak (Midstream) hingga hilir (Downstream) alias pemotongan/karkas bekerja sama dengan pihak ketiga.
Pendapatan WMUU terdiri dari beberapa segmen yakni Ayam Broiler Komersial, Pakan Hewan, Telur, Ayam Umur Sehari dan Karkas.
Profil IPO
PT Widodo Makmur Unggas melakukan penawaran umum perdana saham (IPO) sebanyak 1.941.176.500 saham biasa dengan kode saham WMUU. Sebanyak 15% dari jumlah saham ditawarkan kepada masyarakat dengan Harga Penawaran Rp180,- per saham.
Dana yang diperoleh dari IPO, setelah dikurangi biaya-biaya emisi saham, sekitar 74,3% akan digunakan untuk ekspansi, lalu sekitar 25,7% akan digunakan untuk pembelian bahan baku Feedmill dan pembelian Ayam Broiler Komersial untuk rumah potong unggas.
Ekspansi yang dimaksud adalah seperti pembangunan fasilitas pengeraman untuk tingkatkan kapasitas produksi peternakan ayam, membangun fasilitas rumah potong, Feedmill, dan lain-lain.
Review Kinerja
Tentang Kejelian Melihat Peluang
Sebagai perusahaan unggas terintegrasi WMUU memiliki berbagai fasilitas yang mendukung usahanya seperti pabrik pakan ternak di Balaraja dengan kapasitas produksi 36.000 ton per tahun. Emiten juga memiliki dua breeding farm dengan kapasitas mencapai ratusan ribu Ayam Umur Sehari.
Penjualan yang berhasil dibukukan emiten berturut-turut adalah Rp 90,03 miliar di tahun 2017, lalu naik secara mengejutkan menjadi Rp150,92 miliar di tahun 2018. Dan penjualan menjadi Rp576,7 miliar di tahun 2019. Per Juni 2020 saja emiten telah berhasil membukukan penjualan sebesar Rp508,39 miliar.
Yang menarik adalah bahwa seiring waktu manajemen mengalihkan fokus penjualannya dari segmen yang kurang menguntungkan ke segmen usaha yang lebih menguntungkan.
Pada tahun 2017 komposisi pendapatan WMUU adalah 56,7% broiler, 31,4% pakan hewan, sisanya 11,9% pendapatan datang dari segmen telur, ayam umur sehari dan karkas.
Di tahun 2018 komposisi pendapatan WMUU berubah menjadi 58,3% broiler, 16,7% pakan hewan, dan 17,7% ayam umur sehari, dan sisanya 7,3% pendapatan datang dari karkas, dan telur.
Di tahun 2019 komposisinya berubah lagi menjadi 65,9% karkas, 13,8% broiler, pakan hewan dan ayam umur sehari masing-masing 9,5%.
Jadi emiten mengakui bahwa secara historis karkas menunjukan harga yang relatif lebih tinggi dari pada ayam pedaging (broiler) dengan harga Rp34.028/kg sedangkan ayam broiler hanya Rp17.301/kg per tahun 2019. Selain memiliki harga jual rata-rata yang lebih tinggi, karkas juga menunjukan harga yang lebih stabil. Oleh karenanya emiten mengalihkan perhatiannya lebih banyak ke penjualan karkas.
Di tahun 2020 per 30 Juni WMUU berfokus pada penjualan karkas dengan penjualan karkas mendominasi pendapatan sebesar 87,7%. Selebihnya pendapatan datang dari segmen lainnya seperti broiler, pakan hewan, telur dan ayam umur sehari.
Peralihan fokus penjualan menandakan kejelian emiten dalam melihat peluang dalam memaksimalkan keuntungan. Ini adalah hal yang menarik. Kita bisa lihat bahwa penjualan memang dioptimalkan dan emiten WMUU memang piawai di bidangnya.
Kesehatan Keuangan
Sejak didirikan di tahun 2015 emiten gesit dalam membangun fasilitas penunjang produksi. Ekuitas alias modal usaha naik pesat dari Rp57,7 miliar di tahun 2017, menjadi Rp666,4 miliar di tahun 2020. Sayangnya tak hanya ekuitas, total utang alias liabilitas pun ikut naik bahkan lebih besar lagi ukurannya dibandingkan ekuitas.
Di tahun 2017 total liabilitas WMUU adalah sebesar Rp70,03 miliar, dan menjadi Rp539,17 miliar di bulan Juni tahun 2020.
Tercatat rasio Liabilitas per Ekuitas (DER) WMUU saat ini adalah sebesar 0,85x. Sebelumnya pernah mencapai 2,69 di tahun 2018 namun terus membaik terutama menjelang IPO. Secara kesehatan keuangan, WMUU tergolong aman untuk saat ini.
Prospek Usaha
Dilansir dari Kontan, Dalam dua tahun terakhir sejak akhir kuartal IV 2018 dan berlanjut hingga tahun 2020 terjadi kelebihan pasokan ayam hidup. Dua tahun telah berlalu sejak awal tahun 2019, harga ayam hidup tingkat peternak masih saja lebih rendah dari biaya produksi.
Situasi ini melanda peternak, sehingga permintaan ayam hidup menurun tajam. Belum lagi pandemi COVID-19 telah menyebabkan daya beli masyarakat menurun termasuk dalam hal konsumsi unggas.
Itulah sebabnya jika kita berkaca pada arus kas operasional kita akan melihat di tahun 2018, pertengahan 2019 dan 2020 arus kas operasional seperti lebih besar pasak daripada tiang.
Kamu bisa perhatikan di kotak-kotak merah di atas di mana pembayaran kepada pemasok dan karyawan nilainya lebih besar ketimbang arus kas dari pelanggan. Dengan kata lain secara operasional emiten merugi.
Hal ini dikarenakan industri ayam memang sedang menderita karena ada kelebihan suplai di masyarakat sejak 2018 dan melihat arus kas yang masih berdarah-darah di Juni 2020 menandakan industri ayam belum dapat dikatakan pulih.
Itikad perusahaan melakukan penawaran perdana saham adalah untuk meningkatkan kapasitas produksi seperti membeli lebih banyak bahan baku Feedmill dan lain sebagainya. Agaknya dengan melihat demand yang masih belum jelas, melakukan ekspansi besar-besaran bukanlah opsi yang baik karena akan meningkatkan suplai di kalangan peternak.
Ketika suplai ayam meningkat maka pastinya akan merugikan emiten sendiri karena nanti harga jual ayam bisa semakin rendah. Jika terus-menerus harga jual lebih rendah dari biaya produksi maka kerugian pastinya menanti, setidaknya untuk jangka pendek dan menengah.
Emiten sendiri tidak memiliki Moat/keunggulan yang membedakannya dari peternak yang lain. Sebuah emiten yang tidak memiliki Moat harus melakukan perang harga untuk bisa bertahan.
Laba-Rugi
Sebaiknya harap bedakan arus kas dengan laba-rugi karena arus kas adalah perhitungan kas yang masuk sedangkan laba-rugi adalah perhitungan seluruh penjualan yang masuk termasuk yang masih dalam bentuk piutang alias belum terbayarkan.
Oleh karenanya kamu bisa lihat bahwa di laporan laba-rugi emiten membukukan laba, namun di arus kas emiten merugi. Untuk melihat kas riil emiten maka kamu bisa cek di halaman arus kas saja.
Sebagai informasi laba yang diatribusikan kepada pemilik induk, yang tercatat di bagian Laba-Rugi, adalah sebesar 31.436.047.568 atau laba Rp31,43 miliar per Juni 2020. Sedangkan kas yang dihasilkan operasional per Juni 2020 adalah (7.946.549.989) alias merugi Rp7,94 miliar.
Analisis Aktivitas
Pertimbangan emiten sebagaimana yang diungkap dalam prospektus adalah bahwa rakyat Indonesia ada 260 juta jiwa dan terus bertambah, oleh karenanya konsumsi daging ayam pun akan naik seiring dengan kenaikan populasi.
Namun itu adalah prospek jangka panjangnya. Secara jangka menengah sejak 2018 harga ayam hidup di tingkat peternak masih berada di bawah harga produksi. Bahkan hal ini masih berlangsung sampai Juni 2020 sebagaimana yang tertuang dalam prospektus WMUU.
Untuk melakukan ekspansi saat ini terbilang buru-buru karena demand belum baik. Alasan emiten untuk melakukan ekspansi di tengah demand yang lesu menimbulkan tanda tanya apakah memang selama ini emiten terlalu bersemangat dalam hal ekspansi.
Oleh karenanya analisis rasio aktivitas dilakukan untuk melihat apakah emiten memang selama ini cenderung melakukan banyak investasi dalam kegiatan operasionalnya.
Rasio perputaran aset (Asset Turnover) bisa didapat dengan membagi penjualan dengan Aset Tetap. Makin besar nilainya maka makin baik, artinya Aset Tetap telah menghasilkan pendapatan yang mumpuni dan tidak over-investment.
Berdasarkan prospektus, Rasio Asset Turnover emiten per Oktober 2020 adalah 0,85. Sedangkan di tahun 2019 adalah sebesar 0,90. Lalu di 2018 rasio Asset Turnover WMUU adalah 0,55 sedangkan di 2017 adalah sebesar 1,35.
Jadi, di tahun 2017 emiten melakukan pembelian Aset Tetap tambahan sebesar Rp81,2 miliar. Rupanya total Aset Tetap saat itu telah mengakomodir penjualan sebesar 1,35 kali. Artinya Aset Tetap yang ada sangat efisien sekali menunjang pendapatan di tahun 2017.
Lalu WMUU melakukan investasi tambahan senilai Rp114,19 miliar di tahun 2018 dan menjadikan rasio perputaran aset nya turun ke 0,55. Ketika rasionya menjadi 0,55 artinya WMUU membeli terlalu banyak aset dan aset-aset itu kurang efisien dalam menghasilkan pendapatan di tahun 2018.
Setelahnya di tahun 2019 Aset Tetap ditambah sebanyak Rp309,5 miliar. Dan rupanya emiten masih saja menambah Aset Tetap sebesar Rp155,8 miliar per Juni 2020.
Penjualan yang terus meningkat, meski masih besar pasak daripada tiang, membuat Aset Tetap efisien dan rasio perputaran aset WMUU per Juni 2020 adalah 0,85.
Penutup
WMUU adalah emiten yang jago jualan! Marketingnya handal, pandai melihat peluang dan pintar memfokuskan diri pada segmen usaha yang lebih menguntungkan dan mengurangi fokus penjualan atas segmen usaha yang kurang menguntungkan. Total penjualan yang dibukukan WMUU naik minimal 100% setiap tahunnya. Emiten ini jago jualan!
Tapi, sayang sekali situasinya kurang mendukung karena sejak 2018 harga ayam hidup level peternak masih di bawah harga jual produksi, alhasil arus kas operasionalnya jeblok.
Emiten juga keranjingan ekspansi, tiada tahun tanpa belanja modal, terus-terusan menambah Aset Tetap setiap tahun. Hal ini bisa berbahaya karena jika ekspansi terus dilakukan tanpa mempertimbangkan situasi maka kerugian besar akan segera menanti.
Untuk masuk investasi jangka panjang di saham WMUU sebaiknya, lebih disarankan, menunggu saat yang tepat sampai situasi mendukung, sampai harga ayam hidup di level peternak lebih tinggi daripada harga pokok produksinya.
Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.