Analisis Saham

Bedah Prospektus BSWD, Bank India di Indonesia

Sumber: indoindians

Ajaib.co.id – Bank Of India Indonesia semula bernama Bank Swadesi dan oleh karenanya diberi kode saham BSWD. Namun diubah namanya di tahun 2012 dari Bank Swadesi menjadi Bank of India Indonesia oleh Alok K. Misra selaku Chairman and Managing Director Bank of India (BOI), sang induk usaha dari Bank of India Indonesia (BOII).

Diharapkan pengakuan atas kinerja BOI akan mempermudah BOII mengembangkan bisnis di bidang valuta asing dan trade finance. Dikutip dari wawancara Kontan bersama Managing Director BOI, target pasar dari BOII memang orang India yang datang ke Indonesia untuk berbisnis.

Profil Emiten

Bank of India Indonesia Tbk (BSWD) adalah perusahaan dengan kegiatan utama perbankan. BSWD lebih dikenal sebagai bank devisa karena kegiatan transaksi yang dilakukan lebih banyak dalam mata uang USD. Produk yang ditawarkan meliputi produk simpanan dana tabungan dalam USD, giro dalam USD dan IDR dan, deposito dalam USD dan IDR.

Sedangkan kredit yang disalurkan meliputi kredit modal kerja, kredit investasi, kredit usaha ekspor dan impor dan kredit konsumsi seperti KPR (Kredit Kepemilikan Rumah / Apartemen), KKB (Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain.

Bank of India Indonesia yang semula bernama Bank Swadesi didirikan pada 1968 di Surabaya, dan menjadi bank komersial pada tahun 1989 dan pindah kantor pusat menjadi di Jakarta. Pada tanggal 1 Mei 2002 perusahaan memutuskan untuk melakukan penawaran perdana saham di papan pengembangan bursa dengan kode saham BSWD.

Kemudian pada tahun 2007 Bank Swadesi diakuisisi oleh Bank of India (BOI) pada 2007 lalu dengan kepemilikan saham sebesar 76%. Di tahun 2012 nama Bank Swadesi resmi berubah menjadi Bank of India Indonesia, namun tidak mengubah kode saham.

Dengan jumlah saham beredar sebanyak 1.374.912.000 lembar  di harga Rp 1.750 per lembar, kapitalisasi pasarnya adalah sebesar Rp 2,41 Triliun. Pemegang saham dengan kepemilikan signifikan diantaranya Bank Of India (76%), PT Panca Mantra Jaya (18%), sedangkan sisanya beredar di masyarakat (6%). Ketentuan Free Float dari pemerintah adalah setidaknya 7% dari seluruh saham beredar.

Kinerja Pada Laporan Keuangan Terakhir

1Q21 1Q20 Perubahan
Total Aset 3.669.704.902.082 4.027.547.636.553 -8,88%
DPK 2.328.433.955.332 2.602.760.564.725 -10,54%
Modal Inti 1.042.492.000.000 1.028.771.000.000 1,33%

Kasus pandemi Covid-19 yang melanda dunia membuat sebagian nasabah menarik dananya dan menyebabkan dana pihak ketiga (DPK) turun 10,54% menjadi hanya Rp 2,32 triliun di Kuartal I-2021 ini. Sebelumnya di periode yang sama di tahun 2020 dana pihak ketiga BSWD ini bernilai Rp 2,6 triliun.

Penurunan pada DPK juga ikut menyeret turun nilai total aset menjadi hanya Rp 3,66 triliun. Namun untuk modal inti terdapat peningkatan, meski hanya tipis saja, menjadi Rp 1,04 triliun di mana sebelumnya di kuartal I-2020 adalah sebesar Rp 1,02 triliun.

  1Q21 1Q20 Perubahan
Total Kredit 1.891.224.685.852 2.116.284.312.114 -10,63%
Kredit
Bermasalah
90.778.784.921 93.116.509.733 -2,51%
Total
Pendapatan
50.552.290.280 75.967.988.369 -33,46%
Pendapatan
Bunga Bersih
23.376.490.106 32.576.949.373 -28,24%
Laba Bersih 5.331.918.864 5.598.024.514 -4,75%

Total kredit yang disalurkan per Maret 2021 adalah sebesar Rp 1,89 triliun turun 10,63% dari sebelumnya di periode yang sama di tahun 2020 yakni sebesar Rp 2,11 triliun. Dari seluruhnya, kredit yang dinyatakan bermasalah ada sebanyak 4,80% dari total kredit atau setara dengan Rp 90,77 miliar.

Total pendapatan turun 33,46% dari Rp 75,96 miliar menjadi hanya Rp 50,55 miliar. Dari seluruhnya pendapatan bunga bersih adalah sebesar Rp 23,37 miliar, turun 28,24% dari sebelumnya di Kuartal I-2020 yakni sebesar Rp 32,57 miliar.

Meski demikian emiten berhasil melakukan pengetatan beban-beban sehingga meski pendapatan bunga bersih turun dua digit, laba bersih hanya terkoreksi sebesar 4,75% saja menjadi Rp 5,33 miliar di Kuartal I-2021 dari sebelumnya Rp 5,59 miliar di Kuartal I-2020. Berikut rasio-rasio yang dapat disampaikan:

1Q21 1Q20
CAR 46,42% 43,12%
LDR 56,10% 58,28%
NPM 10,55% 7,37%
NPL Gross 4,80% 4,44%

Kecukupan modal (CAR) emiten sangat baik dengan besar modal bank mencakup 46,42% dari aset tertimbang menurut risiko kredit, operasional dan pasar.  Kegiatan penyaluran kredut juga cukup baik, 56% dari total penerimaan dana yang terdiri dari dana pihak ketiga dan modal inti disalurkan menjadi aset-aset kredit yang menghasilkan. Sebenarnya rasio ini turun tipis dari sebelumnya di Kuartal I-2020 yakni sebesar 58,28%.

Marjin laba bersih (NPM) emiten naik menjadi 10,55% namun hal ini lebih disebabkan oleh penurunan total pendapatan yang lebih besar dari penurunan laba bersih. Sejauh ini performa emiten memang terkoreksi tipis namun kemampuan efisiensi manajemen dalam menghemat beban-beban menjadikannya tidak menderita parah dan masih mampu membukukan laba. 

Riwayat Kinerja

  Total Aset DPK Aset Produktif
2017 4.487.328.861.973 3.176.063.922.890 4.175.819.456.618
2018 3.896.760.492.444 2.425.670.805.736 3.576.681.314.798
2019 4.007.412.556.573 2.528.560.155.263 3.614.042.079.783
2020 3.721.363.459.751 2.433.727.130.350 3.407.503.214.070
CAGR -6,05% -8,49% -6,55%

Setiap tahunnya total aset emiten naik turun alias tidak bertumbuh, berada di kisaran Rp 3,72 triliun – Rp 4,48 triliun. Sebanyak 65,3% dari total aset terdiri dari simpanan nasabah alias Dana Pihak Ketiga (DPK). DPK emiten juga tidak bertumbuh dan berada di kisaran Rp2,4 triliun saja. 

Nyaris seluruh aset digulirkan sebagai aset produktif yang terdiri dari kredit-kredit, giro, tagihan akseptasi, dan lainnya. Aset produktif emiten di akhir tahun 2020 adalah sebesar Rp 3,4 triliun. Setiap tahunnya rata-rata aset produktif terkoreksi sebesar 6,55%. Penurunan konstan atas aset produktif bukanlah pertanda yang baik bagi masa depan pendapatan bunga BSWD.

  Modal Inti Modal Bank ATMR
2017 1.024.130.000.000 1.048.498.000.000 2.459.116.000.000
2018 1.040.899.000.000 1.065.041.000.000 2.698.931.000.000
2019 1.065.084.000.000 1.085.070.000.000 2.370.337.000.000
2020 1.039.135.000.000 1.055.045.000.000 2.319.100.000.000
CAGR 0,49% 0,21% -1,94%

Berdasarkan modal intinya yang berada di atas Rp 1 triliun, emiten termasuk ke dalam Bank Umum Kegiatan Usaha kelompok II dengan modal inti antara Rp 1-5 triliun. Modal pelengkap yang dimiliki emiten hanya sedikit saja sehingga modal bank BSWD tidak jauh berbeda dari modal intinya.

Per akhir tahun 2020 modal inti BSWD adalah Rp 1,03 triliun sedangkan modal bank adalah sebesar Rp 1,05 triliun. Modal bank yang dimiliki emiten mencakup sekitar 50% dari aset tertimbang menurut risiko pasar, kredit dan operasional BSWD.

Aset tertimbang menurut risiko (ATMR) emiten mencatatkan pertumbuhan yang negatif sebesar 1,94% per tahun. Penurunan ini terjadi seiring penurunan aset produktif emiten.

Berikut informasi mengenai kualitas kredit yang disalurkan:

  Kol 3,4,5 Kol 5 Total Kredit
2017 105.059.836.513 77.287.871.533 2.152.865.502.315
2018 118.242.450.814 77.943.493.087 2.413.111.241.098
2019 87.167.625.581 41.105.112.537 2.065.583.544.585
2020 96.246.406.291 43.165.054.943 1.944.371.844.259
CAGR -2,88% -17,65% -3,34%

Total kredit emiten yang terdiri dari kredit-kredit konsumtif dan kredit produktif juga terkoreksi sejak tahun 2018. Total kredit emiten bertumbuh secara negatif, alias mengalami penurunan, sebesar 3,34% per tahun dan di akhir 2020 total kredit yang disalurkan hanya Rp 1,94 triliun saja.

Hal ini berhubungan dengan antisipasi emiten akibat pandemi. Emiten berupaya menekan angka kredit yang dikucurkan dengan lebih selektif dalam memilih nasabah berdasarkan kemampuan kreditnya.

Meski sudah berhati-hati dalam mengucurkan kredit, dari Rp 1,94 triliun kredit yang dikucurkan ada sebesar Rp 96,24 miliar yang dinyatakan sebagai kredit bermasalah. Kredit bermasalah terdiri dari kredit-kredit dengan status Kolektivitas (Kol) 3, 4, dan 5.

Kol 3 adalah kredit-kredit kurang lancar yang baru tertagih setelah lebih dari 91 hari dan kurang dari 120 hari sejak hari penagihan. Sedangkan Kol 4 adalah sebutan bagi kredit-kredit yang diragukan yang baru dibayarkan setelah lebih dari 121 hari hingga 180 hari setelah penagihan.

Sedangkan Kol 5 adalah kredit macet yang tak tertagih setelah lebih dari 180 hari atau bahkan nasabah kabur sama sekali. Jumlah Kol 5 emiten adalah sebesar Rp 43,16 miliar per akhir tahun 2020, naik dari sebelumnya Rp 41,1 miliar di 2019. 

  Aset Produktif Total Pendapatan Total Beban Laba Bersih
2017 4.175.819.456.618 298.694.462.217 446.463.849.133 -127.084.937.316
2018 3.576.681.314.798 314.850.371.256 304.230.187.132 9.879.658.315
2019 3.614.042.079.783 356.892.203.267 268.285.577.318 30.952.161.285
2020 3.407.503.214.070 240.993.263.875 213.791.026.283 -70.581.531.876
CAGR -6,55% -6,91% -21,77% -17,80%

Meski aset produktif terus turun setiap tahunnya dengan penurunan rata-rata sebesar 6,56% namun total pendapatan emiten bisa menguat hingga tahun 2019.

Sayangnya di tahun 2020 total pendapatan emiten mesti turun menjadi hanya Rp 240,99 miliar saja. Emiten bisa dibilang pandai dalam melakukan efisiensi sehingga total beban-beban yang diembannya berkurang terus dengan penurunan sebesar 21,77% per tahun.

Mengenai laba bersih, emiten sebenarnya sudah jauh membaik dari semula merugi Rp 127 miliar di tahun 2017 menjadi laba Rp 9,87 miliar di tahun 2018. Dan menjadi laba Rp 30,95 miliar di tahun 2019. Sayangnya emiten mesti banyak melakukan restrukturisasi kredit agar nasabah-nasabahnya tidak terlalu kesulitan dalam memenuhi kewajibannya di masa pandemi.

Rasio

  2020 2019 2018 2017
CAR 45,49% 45,78% 39,46% 42,64%
LDR 55,99% 57,48% 69,61% 51,26%
NPM -29,29% 8,67% 3,14% -42,55%
NPL Bruto 4,95% 4,22% 4,90% 4,88%
NPL Neto 2,22% 1,99% 3,23% 3,59%
ROA -1,90% 0,77% 0,25% -2,83%
NIM 2,58% 3,93% 3,87% 2,83%
  • Kecukupan Modal

Dalam masalah mengelola modal bisa dibilang emiten punya kemampuan yang cukup baik untuk menghindari risiko kerugian akibat gagal kredit. Rasio kecukupan modal (CAR) emiten selalu berada jauh di atas yang disyaratkan oleh Bank Indonesia yang hanya 8% saja. Berturut-turut dari tahun ke tahun CAR emiten mencapai 40-an persen.

  • Kegiatan penyaluran kredit

Penyaluran kredit sejatinya adalah hal paling utama dalam operasional bank, dan kredit yang disalurkan oleh emiten ternyata setiap tahunnya hanya 50-an persen dari total penerimaan dana yang dimiliki emiten.

  • Kualitas Kredit

Setiap tahunnya jumlah kredit bermasalah emiten yang terdiri dari kredit-kredit kol 3, 4 dan 5 hanya mencakup sekitar 4 persenan dari total kredit. Namun yang benar-benar tak tertagih hanya 1 persenan saja dari total kredit yang disalurkan.

  • Marjin bunga bersih

Setiap tahun pendapatan bunga bersih emiten terbilang cukup tipis yakni 2 persenan saja dari total aset produktifnya.

Kesimpulan

Emiten pandai mengelola penghindaran risiko dengan menjaga modal cukup besar terhadap aset tertimbang menurut risiko. Namun kegiatan usaha emiten dalam beroperasi dapat dikatakan kurang begitu baik.

Dari Rp 3,72 triliun total aset yang dimiliki, sebesar Rp 3,4 triliun diputarkan menjadi aset produktif yang menghasilkan. Sayangnya hanya Rp 1,94 triliun saja yang dikucurkan dalam bentuk kredit. Sisanya produktif dalam bentuk investasi yang memberikan bunga yang lebih rendah dibandingkan pendapatan kredit. 

Dan dari tahun ke tahun jumlah aset produktif terus mengalami penurunan sebesar 6,55% per tahun. Emiten juga mengalami penurunan total kredit yang dikucurkan. Setiap tahunnya total kredit terkoreksi rata-rata sebesar 3,34%. Dari seluruh penerimaan dana, yang terdiri dari modal inti dan dana pihak ketiga, hanya 50-an persen yang disalurkan sebagai kredit. Itupun total kredit terus berkurang nilainya dari tahun ke tahun.

Untungnya emiten pandai dalam melakukan pengetatan beban-beban sehingga menyisakan hasil akhir yang semakin baik saja. Sayangnya di tahun 2020 laba bersih emiten mesti terkoreksi gegara keadaan kahar berupa pandemi yang kedatangannya tak dapat diprediksi.

Penurunan aset produktif dan total kredit setiap tahunnya bukanlah pertanda yang baik karena akan menurunkan potensi pendapatan yang bisa dicapai di masa mendatang.

Kemampuan emiten dalam mengelola beban dan mempertahankan kecukupan modal semestinya ditunjang oleh operasional yang lebih baik. Emiten akan jauh lebih menarik jika kegiatan kredit dan operasional aset produktifnya bisa lebih greget.

Disclaimer: Tulisan ini berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi.

Artikel Terkait