Pasar saham memberikan banyak sekali pilihan emiten yang bisa dimasukkan dalam portofolio investasimu. Jika memiliki saham blue chip terasa tidak sesuai dengan strategi investasimu, mung kamu bisa mempertimbangkan untuk membeli saham lapis dua. Salah satu saham lapis dua di pasar modal Indonesia ialah saham ADMG yang merupakan emiten milik PT Polychem Indonesia Tbk (ADMG).
Sekilas mungkin nama perusahaan ini tidak familiar di telingamu. Namun sebenarnya perusahaan ini telah berdiri sejak 1978 dan memiliki sejumlah anak perusahaan. Polychem adalah perseroan yang utamanya bergerak di dua divisi yaitu divisi Poliester dan Kimia.
Kegiatan proses dilisensi oleh teknologi terkemuka kelas dunia yaitu Scientific Design Inc, Amerika Serikat untuk produksi Ethylene Oxide, Ethylene Glycol, dan etoksilat; Zimmer AG, Jerman untuk produksi Polyester Chips, Benang Polyester (POY), Serat Polyester (PSF), dan teknologi Rieter Scragg dari Inggris, untuk memproduksi Drawn Textured Yarn (DTY).Polychem bergerak di bidang produksi poliester dan kimia.
Kapasitas produksi poliester yang dimiliki oleh Perseroan adalah sebesar 129.600 ton per tahun polimer/biji polimer, 43.200 ton per tahun benang poliester, 43.200 ton per tahun serat poliester dan 21.600 ton per tahun drawn textured yarn. Sementara untuk divisi Kimia, kedua unit pabrik Etilena Glikol (EG) Perseroan menerapkan teknologi dari Scientific Design Co. Inc., Amerika Serikat dan memiliki kapasitas produksi tahunan total sebesar 241.000 ton.
Kapasitas produksi etoksilat yang dimiliki Perseroan sebesar 80.000 ton per tahun. Jalur distriburinya telah memasarkan produk-produknya ke banyak negara di Asia, Timur Tengah, Eropa, Afrika, Amerika, Kanada dan Amerika Latin.
Sedangkan di bursa saham, perusahaan ini terdaftar sebagai emiten saham ADMG pada tanggal 17 September 1993. Keikutsertaannya diresmikan dengan memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) ADMG kepada masyarakat sebanyak 20.000.000 dengan nilai nominal Rp1.000,- per saham dengan harga penawaran Rp4.250,- per saham.
Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 20 Oktober 1993. Saham ADMG tidak termasuk dalam kategori blue chip melainkan sebagai mid-cap stocks alias second liner dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah kapitalisasi pasar perusahaan ini belum terlalu besar. Nilai investasi korporasi ini masih berkisar Rp500 miliar sampai dengan Rp10 triliun.
Harga sahamnya sendiri cenderung fluktuatif dan saham ini terbilang likuid. Sementara fundamental perusahaan bisa dikatakan cukup baik walaupun masih dalam tahap berkembang. Meski demikian, saham ini memiliki keunggulan yakni harga sahamnya yang lebih terjangkau dibandingkan saham lapis pertama.
Mengenal Lebih Jauh Saham ADMG dan Potensinya di Masa Depan
Saham lapis kedua dikenal memiliki return yang lebih tinggi bagi investornya. Hanya saja, risikonya sendiri jauh lebih besar dibandingkan memiliki saham blue chip yang kinerjanya lebih stabil. Namun beberapa tahun belakangan kenaikan harga saham lapis dua dinilai menjanjikan, begitu pula saham ADMG.
Kamu bisa mempertimbangkan untuk memiliki emiten ini dalam investasi saham milikmu. Namun ada baiknya kamu mengenal lebih jauh soal saham ini dan juga perusahaan di baliknya. Bukan hanya sekedar laba bersihnya namun juga strategi bisnis Polychem di masa depan untuk menjadi pertimbangan utama menjadi salah satu investornya.
- Mengalami Rugi yang Disebabkan Perang Dagang
ADMG juga mencatatkan rugi bersih 10,29 juta dolar Amerika Serikat, padahal di periode yang sama tahun sebelumnya perusahaan mencatatkan keuntungan 9,79 juta dolar Amerika Serikat. Sekertaris perusahaan PT Polychem Indonesia, Chandra mengatakan, kinerja yang menurun disebabkan oleh perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
Ada pula risiko fluktuasi kurs rupiah terhadap dollar AS dan harga bahan bakar dunia yang berpotensi mempengaruhi harga bahan baku. Dampaknya dirasakan oleh pabrik chemical perusahaan, terjadi selisih yang cukup jauh antara harga bahan baku ethylene dan harga jual produk monoethylene glicol (MEG). Selisih harga sempat mencapai 398 dolar Amerika Serikat/MT atau sekitar 39,3% dari harga ethylene.
- Mengurangi Kapasitas Produksi
Manajemen perusahaan mengambil langkah untuk mengurangi kapasitas produksi MEG agar tidak membengkakan kerugian. Pabrik chemical ADMG yang awalnya beroperasi dua plant kini hanya menjadi satu plant saja. Kondisi ini dipersulit dengan impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang membanjiri pasar dalam negeri karena Permendag No 64 tahun 2017.
Kebijakan tersebut memperbolehkan importir umum mengimpor barang secara tidak terkontrol melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Akibatnya, produk ADMG tidak terserap di pasar dalam negeri.
- Kinerja Keuangan Masih Jadi Tantangan
Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis ke publik, kinerja kuartal I-2019 belum bisa membaik. Penjualan bersih terhitung turun 30,16% year on year (yoy) menjadi US$ 68,74 juta. Polychem Indonesia juga menanggung rugi bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau rugi bersih US$ 3,11 juta. Padahal pada periode yang sama tahun lalu tercatat untung bersih.
Asal tahu, sepanjang 2018 Polychem Indonesia sejatinya juga merugi hingga US$ 1,26 juta. Meskipun, catatan kerugian tersebut lebih kecil ketimbang tahun 2017 yang tercatat rugi senilai US$ 8,14 juta. Namun paling tidak, penjualan tahun lalu masih mampu tumbuh 11,95% yoy menjadi US$ 356,64 juta.
- Ekspansi Bisnis Untuk Menggenjot Performa Perusahaan
Sekilassaham ADMG terasa tidak menjanjikan untuk dimiliki. Namun sebenarnya pengelola perusahaan ini berusaha untuk meningkatkan kerja operasional perusahaan dan menambah pendapatan. Salah satunya dengan meningkatkan kemampuan produksi EO, berencana mengganti katalis pabrik, meremajakan mesin dan membeli mesin EO purification. Mereka meganggarkan dana belanja modal alias capital expenditure (capex) sebesar US$ 10 juta yang bersumber dari kas internal.
Sejumlah strategi bisnis ini menjadi senjata utama untuk meningkatkan pendapatan perusahaan menghadapi tahun 2020 ini. Tentu saja saham lapis kedua dari perusahaan yang belum stabil, seperti saham ADMG, terasa bukan menjadi pilihan ideal bagi investor pemula.
Namun sebenarnya saham ini bisa dijadikan pilihan kalau kamu percaya akan ada adanya kejutan. Sebagaimana diketahui, investasi saham tidak bisa dipastikan arahnya. Bisa saja saham lapis kedua seperti ADMG akan meroket dan memberikan keuntungan bagi investornya.
Ajaib merupakan aplikasi investasi reksa dana online yang telah mendapat izin dari OJK, dan didukung oleh SoftBank. Investasi reksa dana bisa memiliki tingkat pengembalian hingga berkali-kali lipat dibanding dengan tabungan bank, dan merupakan instrumen investasi yang tepat bagi pemula. Bebas setor-tarik kapan saja, Ajaib memungkinkan penggunanya untuk berinvestasi sesuai dengan tujuan finansial mereka. Download Ajaib sekarang.