Ajaib.co.id – PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (kode saham PJAA) berdiri pada 10 Juli 1992. Kemudian memulai beroperasi secara komersial pada tahun 1996.
Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan tercatat ruang lingkup kegiatan PJAA yakni, berusaha dalam bidang pembangunan dan jasa. Saat ini, kegiatan utama Jaya Ancol yang dijalankan adalah berusaha dalam bidang real estat, berupa pembangunan, penjualan dan penyewaan bangunan dan penjualan tanah kapling.
Di antaranya adalah Marina Coast Royal Residence, Marina Coast The Green, Marina Coast The Bukit, De’ Cove, Apartemen Northland, Jaya Ancol Seafront, Coasta Villa, Putri Duyung Ancol, Town House Puri Marina Ancol dan Pulau Bidadari); Kawasan Pariwisata (Rekreasi), yaitu mengelola taman dan pantai, Dunia Fantasi (Dufan), Atlantis Water Adventure, Ocean Dream Samudra, Ocean Ecopark, pasar seni, dan dermaga.
Kemudian, pada tanggal 22 Juni 2004, PJAA mendapatkan pernyataan efektif dari Bapepam-LK. Pernyataan ini untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham PJAA (IPO) kepada masyarakat sebanyak 80.000.000 dengan nilai nominal Rp500,- per saham. Dengan harga penawaran Rp1.025,- per saham. Saham-saham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 02 Juli 2004.
Apakah saham ini masih layak dikoleksi? Bagaimana keadaan fundamental perusahaan saat ini dan apa rencana bisnis yang akan dilakukan? Mari kita bedah kinerja saham PJAA
Bisnis PJAA Tertekan Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 pada 2020 lalu memukul berbagai sektor usaha ekonomi. Salah satunya di bidang pariwisata. PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) salah satu perusahaan yang ikut terdampak corona. Kinerja perusahaan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini harus tertekan bahkan turun drastis pada periode Januari-September 2020 lalu.
Pada sembilan bulan pertama tahun 2020, Jaya Ancol mencatat pendapatan Rp305,57 miliar. Perolehan ini merosot 68,68% secara tahunan dari sebelumnya Rp 975,75 miliar.
Padahal di kuartal pertama 2020, pendapatan Jaya Ancol hanya turun 17,93% secara tahunan menjadi Rp218,83 miliar. Namun, adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di kuartal kedua dan ketiga yang baru memasuki transisi menyebabkan Jaya Ancol hanya memperoleh pendapatan yang tipis.
Adapun untuk segmen pendapatan Ancol yang paling tertekan adalah pendapatan tiket yang anjlok hingga 75,70% menjadi Rp173,43 miliar dari sebelumnya Rp713,78 miliar pada periode Januari-September 2019.
Kemudian, pendapatan hotel dan restoran Jaya Ancol tergerus 63,36% menjadi Rp24,74 miliar. Selanjutnya, pendapatan lain-lain Ancol turun signifikan 47,55% menjadi Rp101,54 miliar. Hanya pendapatan tanah dan bangunan PJAA yang naik 172% menjadi Rp6,39 miliar.
Alhasil segala pendapatan yang mengalami penurunan drastis ini menyebabkan Jaya Ancol mencatat kerugian bersih Rp252,13 miliar. Sembilan bulan pertama tahun 2019, Jaya Ancol masih membukukan laba bersih Rp153,97 miliar.
Bisnis PJAA Terus Berkembang Sebelum Pandemi Menerjang
Sebelum kondisi pandemi menekan usaha PJAA, emiten PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) mengalami peningkatan bisnis setiap tahunnya sejak 2017 hingga 2019 lalu. Berikut data ikhtisar keuangan yang diambil dari informasi finansial perseroan (dalam jutaan rupiah)
Laporan Laba Rugi | 2019 | 2018 | 2017 |
Penjualan bersih | 1.358.598 | 1.283.885 | 1.240.030 |
Laba kotor | 701.375 | 684.233 | 599.265 |
Laba tahun berjalan | 233.034 | 222.347 | 224.155 |
Dari data tersebut, secara penjualan PJAA memang terus mengalami peningkatan per tahunnya. Hal yang sama terjadi pada perolehan laba kotor dan laba tahun berjalan perseroan.
PJAA berhasil memperoleh pendapatan sebanyak Rp1,35 triliun sepanjang 2019. Angka ini tumbuh 5,81% secara tahunan. Pendapatan perseroan ini bersumber dari tiga segmen usaha, di antaranya, real estat, pendapatan tiket, dan pendapatan hotel & restoran. Untuk pendapatan tiket masih menjadi kontributor sebanyak Rp976,27 miliar. Jumlah ini tumbuh 6,3% bila dibandingkan dengan posisi 2018.
Kemudian, pendapatan hotel & restoran mencapai Rp102,62 miliar dan real estat sebanyak Rp10,32 miliar. Untuk pendapatan hotel dan restoran tercatat membukukan pertumbuhan cukup tinggi sebesar 26%.
Pertumbuhan pendapatan yang dicatat emiten berkode saham PJAA itu menjadi penyokong kinerja laba bersih. Sepanjang 2019, laba bersih PJAA sebesar Rp230,42 miliar atau naik 3,15%.
Alhasil adanya kenaikan laba ini membuat laba per saham juga naik dari Rp140 pada 2018 menjadi Rp144 pada 2019.
Tercatat secara umum, PJAA memiliki aset sebanyak Rp4,09 triliun dengan komponen paling besar pada aset tetap sebesar Rp2,44 triliun. Posisi aset pada 2019 turun 6% akibat penurunan kas dan setara kas dan investasi pada entitas asosiasi.
Jika dilihat dari rasio keuangannya memang kondisi bisnis PJAA saat ini sedang sehat. Berikut data yang diambil dari ikhtisar keuangan untuk tahun buku 2019 dari informasi finansial perseroan:
Rasio | 2019 |
ROA | 5,63 |
ROE | 10,71% |
NPM | 16,96 |
CR | 102,64% |
DER | 90,45 |
Bagaimana Prospek Bisnis MPPA Kedepannya? Apakah Sahamnya Layak Dikoleksi?
Emiten taman rekreasi dan pariwisata PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. masih memiliki harapan pada lini bisnis rekreasi untuk menopang kinerja bisnis tahun ini. Perusahaan memang mengakui bahwa pembatasan operasional akibat pandemi COVID-19 telah membebani pendapatan.
Adapun untuk aksi korporasi, PJAA akan merilis obligasi berkelanjutan tahap II Jaya Ancol Tahap II 2021 senilai Rp731 miliar. Emisi ini adalah bagian dari penawaran umum berkelanjutan (PUB) II Jaya Ancol yang mencapai Rp1 triliun.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang dipublikasikan perusahaan, Senin (25/1), obligasi tahap kedua tersebut dibagi dalam tiga seri. DI antaranya, Seri A memiliki nilai emisi Rp516 miliar dengan kupon 7,25% per tahun. Tenor seri A ini selama 370 hari.
Kemudian, Seri B mempunyai nilai emisi Rp149,6 miliar. Kuponnya sebesar 8,90% dengan tenor selama tiga tahun. Selanjutnya, untuk nilai emisi seri C sebesar Rp 65,4 miliar. Kupon untuk seri C ini 9,60% dengan tenor selama lima tahun.
Adapun PJAA akan menggunakan 55% dana hasil penerbitan obligasi untuk melakukan pelunasan terhadap dua obligasi. Di mana dua obligasi tersebut yang perusahaan rilis masing-masing pada 2016 dan 2018. Nilai emisi kedua emisi tersebut mencapai Rp50 miliar dan 350 miliar dengan masa jatuh tempo masing-masing pada 29 September dan 18 Mei mendatang.
Selain itu, Jaya Ancol juga menggunakan 29% dana hasil obligasi untuk melunasi fasilitas pinjaman dari Bank DKI senilai Rp 150 miliar. Fasilitas ini diinformasikan jatuh tempo pada April ini. Untuk sisanya sebesar 16% akan digunakan untuk modal kerja anak usaha, PT Taman Impian Jaya Ancol.
Investor sebaiknya tetap terus memantau aksi korporasi perusahaan dan pergerakan sektor pariwisata. Dengan tetap mempertimbangkan kinerja perusahaan sebelum membeli saham ini.
Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.