Analisis Saham

Menilik Kinerja Saham MCAS yang Ditopang Hasil Investasi

Ajaib.co.id – Saham kios digital yang satu ini benar-benar menghebohkan bursa di awal tahun 2021. Tak segan artis-artis kenamaan tanah air seperti Ari Lasso dan Raffi Ahmad memamerkan kepemilikannya atas saham MCAS.

Sejak direkomendasikan oleh influencer sekelas Raffi Ahmad dan Ari Lasso di tanggal 4 Januari 2021, saham MCAS terbang dari Rp3.990 ke Rp4.550 per saham. Secara year-to-date, sejak awal tahun hingga Oktober 2021, harga saham MCAS telah naik 178,57% dan ketika artikel ini ditulis saham MCAS diperdagangkan di harga Rp11.700 per lembar. Artikel ini akan mengulas secara dalam tentang kinerja saham MCAS.

Profil Perusahaan

PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) adalah perusahaan yang mengelola dan mengoperasikan MCASH Kiosk sebagai konter pulsa digital. MCASH Kiosk menyediakan jasa isi ulang pulsa dan voucher ponsel, isi ulang token listrik, pembayaran tagihan elektronik, pemesanan kursi shuttle bus travel, tiket elektronik, dan voucher digital lainnya.

Selain dapat digunakan oleh pengguna akhir, MCASH juga bekerja sama dengan kios cetak digital swalayan seperti 24print.id dan pengecer seperti Hypermart, Shell, dan lainnya untuk melayani pembelian isi ulang pulsa ponsel dan pembayaran tagihan.

Setelah berdiri pada tanggal 10 Juni 2010, M CASH kemudian melaksanakan IPO di papan pengembangan bursa pada tanggal 1 November 2017 dengan kode saham MCAS. Dengan jumlah saham beredar sebanyak 867.933.300 lembar di harga Rp11.575 per saham maka kapitalisasi pasarnya adalah Rp10,05 Triliun.

Adapun pemegang saham utama MCAS adalah PT 1 Inti Dot Com yang menguasai 16,76% saham MCAS, kemudian pemegang saham utama berikutnya ada Martin Suharlie (9,65%), PT Kresna Graha Investama Tbk (8,68%), Bank Of Singapore Limited (7,24%), PT Hero Intiputra (7,06%), PT Karya Karunia Persada (6,33%) sedangkan yang beredar di masyarakat adalah sebesar 44,28%.

Kinerja Berdasarkan Laporan Keuangan Terakhir

2Q21 2Q20 Perubahan
Pendapatan 6.268.024.510.389 6.139.833.412.150 2,09%
Laba Kotor 108.171.458.190 106.607.299.690 1,47%
Laba Usaha 54.949.135.397 57.252.290.726 -4,02%
Laba Bersih 99.534.208.706 -106.596.404.580 193,37%

Laporan keuangan terakhir yang dirilis adalah kuartal 2-2021. Dibandingkan dengan kuartal 2-2020 pendapatan meningkat 2% menjadi Rp6,26 triliun. Setelah dikurangi beban pokok, laba kotor yang diperoleh adalah Rp108,17 miliar saja, naik 1,47% dari laba kotor di Kuartal 2-2020.

Meski ada peningkatan dari upper line, namun di bottom line laba usaha tidak lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2020. Laba usaha turun 4% menjadi hanya Rp54,9 miliar. Meski laba usaha turun, namun laba bersih yang diterima emiten adalah sebesar Rp99,53 milar. Sebelumnya di Kuartal 2-2020 emiten merugi bersih Rp106 miliar. Laba dan rugi bersih yang emiten terima ternyata berhubungan erat dengan kegiatan investasi emiten.

Pada kuartal 2-2021 emiten menerima penghasilan lain-lain dengan nilai yang signifikan dari keuntungan investasinya sebesar Rp56,39 miliar. Sebelumnya di kuartal 2-2020 investasi emiten menghasilkan kerugian Rp153,4 miliar dan oleh sebab itu emiten merugi di Kuartal 2-2020.

2Q21 2Q20 Perubahan
Aset 2.036.647.394.697 2.045.203.458.958 -0,42%
Liabilitas 550.764.611.771 647.315.424.106 -14,92%
Beban Keuangan 9.997.951.547 11.734.728.531 -14,80%
Ekuitas 1.485.882.782.926 1.397.888.034.852 6,29%

Selanjutnya mengenai neraca, nilai total aset emiten tidak banyak berubah. Per kuartal 2-2021 total aset emiten adalah sebesar Rp2,03 triliun. Liabilitas emiten di kuartal 2-2021, dibandingkan dengan yang dimilikinya di periode Kuartal 2-2020, turun 14,92% menjadi hanya Rp550,7 miliar. Turunnya liabilitas menyebabkan beban keuangan, yang terdiri dari bunga utang, juga turun sebanyak 14,8% menjadi hanya Rp9,99 miliar saja.

2Q21 2Q20
DER 37,07% 46,31%
Current Ratio 325,78% 305,41%

Dengan demikian rasio-rasio kesehatan emiten telah meningkat menjadi lebih baik jika dibandingkan dengan kesehatan keuangannya di Kuartal 2-2020. Adapun rasio utang per ekuitas (DER) saat ini adalah 37% saja dengan rasio lancar sebesar 325%.

Riwayat Kinerja

Penjualan Laba Kotor Laba Usaha Laba Bersih
2017 2,65 Triliun34,18 Miliar 13,88 Miliar 10,15 Miliar
2018 6,35 Triliun 171,37 Miliar 101,85 Miliar 254,96 Miliar
2019 11 Triliun 254,92 Miliar 144 Miliar 152,26 Miliar
2020 11,33 Triliun 222,54 Miliar115,55 Miliar 72,39 Miliar
CAGR 62% 86,73% 6,52% 92,46%

Secara produk MCAS punya performa penjualan yang sangat baik. DI akhir tahun 2020 total penjualan yang berhasil dibukukan adalah sebesar Rp11,33 triliun. Manajemen MCAS memang cukup cekatan dalam menjalin kerja sama seperti menggandeng sejumlah mitra strategis seperti Alfamart, Mandiri, Taspen, BRI, dan RANS Entertainment. Selain itu emiten juga menjajal kesempatan-kesempatan lain seperti meluncurkan game-game di smartphone dan masuk ke bisnis distribusi obat-obatan COVID-19 melalui Platform Digital ‘Clodeo’.

Meski bisnis emiten sangat sederhana yakni berjualan pulsa isi ulang dan pembayaran tagihan listrik, namun usaha emiten dalam menjangkau pelanggannya benar-benar baik. Emiten juga menjajal kemungkinan perolehan pendapatan tambahan dari produk digital lainnya. Penjualan dari tahun ke tahun meningkat dengan sangat baik sebesar rata-rata 62% per tahun.

Kemudian setelah pengurangan beban pokok, emiten menyisakan laba kotor yang nilainya terus meningkat. Dari tahun ke tahun laba kotor emiten bertumbuh 86,7% dari Rp34,18 miliar saja di 2017 menjadi Rp222,5 miliar di 2020.

Besar laba kotor jika dibandingkan dengan penjualan yang berhasil dicapai tentu sangat kecil. Dari Rp11,33 triliun penjualan, laba kotornya hanya Rp222,5 miliar alias 1,96% saja dari penjualan. Emiten memang sudah semestinya mencari cara untuk bisa menekan beban pokok pendapatan.

Kemudian laba kotor dikurangi beban usaha seperti biaya penjualan, beban umum dan administrasi. Besar beban usaha MCAS terbilang cukup moderat menyesuaikan dengan besar penjualan setiap tahun. Semua detail dari beban usaha terbilang normal.

Yang  menarik adalah dari sisi investasi emiten sebagai penghasilan tambahan yang rupanya porsinya cukup besar dan berkontribusi signifikan sebagai sampingan bagi emiten.

  GPM OPM NPM
2017 1,29% 0,52% 0,38%
2018 2,70% 1,60% 4,01%
2019 2,30% 1,30% 1,37%
2020 1,96% 1,02% 0,64%

Jika kita mencermati marjin laba emiten, maka kita akan mendapati bahwa laba emiten sangat tipis dibandingkan penjualannya. Beban pokok alias biaya bahan baku ternyata memakan hingga 98-99% dari seluruh penjualannya dan menyisakan laba kotor 1-2% saja.

Setelah dikurangi beban usaha, laba usaha emiten didapat dan jika dibandingkan dengan total penjualannya maka diketahui bahwa dari tahun ke tahun marjin laba bersih emiten hanya sebesar 1% saja. Yang menarik adalah kegiatan investasi emiten terbilang sangat intens dan berkontribusi besar bagi laba bersih emiten.

Investasi Sebagai Penghasilan Lain-lain

Melalui IPO-nya di tahun 2017, emiten memiliki dana untuk berinvestasi saham melalui PT Kresna Asset Management yang dikelola oleh bank CIMB Niaga. Pembelian awal adalah sebesar Rp263,8 miliar yang dicatatkan di laporan keuangan tahun 2018. Dari investasinya, emiten menghasilkan laba yang belum direalisasikan (floating profit) sebesar Rp165,77 miliar di tahun 2018. 

Oleh sebab itu meski laba usaha di 2018 hanya Rp101 miliar, namun menghasilkan laba bersih senilai Rp281,7 miliar. Kontributor utama selain kegiatan operasional adalah hasil investasinya yang senilai Rp165,77 miliar.

Di 2019 juga demikian. Laba usaha MCAS di 2019 adalah Rp144 miliar, keuntungan investasi emiten adalah sebesar Rp56 miliar. Setelah membayar beban-beban lain seperti beban bunga dan pelepasan entitas anak, sisa laba bersih yang bisa dikantongi emiten adalah Rp152,26 miliar.

Sayangnya di 2020 investasi emiten tidak menghasilkan laba, melainkan kerugian sebesar Rp16,32 miliar. Oleh karenanya di 2020 kegiatan operasional emiten menjadi satu-satunya sumber penghasilan emiten.

Laba usaha emiten di 2020 adalah sebesar Rp115,5 miliar, setelah dikurangi beban-beban dan investasi emiten tidak membuah hasil, di akhir emiten hanya membukukan laba bersih sebesar Rp72,39 miliar.

Berikut informasi mengenai neraca keuangan emiten:

Aset Liabilitas Ekuitas
2017 623.122.759.480 203.720.624.321 419.402.135.159
2018 1.438.021.142.032 385.367.569.746 1.052.653.572.286
2019 1.406.066.784.929 333.147.257.678 1.011.977.546.076
2020 1.835.183.217.104 407.710.377.464 1.331.916.693.551
CAGR 43% 26% 47%

Aset emiten meningkat drastis sejak emiten IPO di tahun 2017. Di sisi lain liabilitas juga meningkat meski dengan pertumbuhan yang lebih rendah dari pertumbuhan aset. Adapun aset meningkat rata-rata sebesar 43% per tahun, sedangkan liabilitas meningkat 26% per tahun. Di 2020 aset emiten adalah sebesar Rp1,83 triliun, sedangkan liabilitasnya hanya Rp407,7 miliar.

Secara rasio kesehatan keuangan emiten terbilang sangat baik. Di bawah ini terdapat rincian kesehatan keuangan emiten dari tahun ke tahun.

DER Current Ratio
48,57% 296,29%
36,61% 391,49%
32,92% 371,65%
30,61% 344,26%

Rasio kesehatan keuangan yang baik adalah apabila rasio DER (utang per ekuitas) di bawah 100%. Setiap tahunnya emiten berada dalam kondisi sehat di mana utang tak mengganggu operasional emiten.

Sedangkan rasio lancar didapat dengan membagi aset lancar dengan utang jangka pendek. Diharapkan rasio lancar adalah sedikitnya 100%. Dengan memiliki rasio lancar di atas 100% setiap tahunnya maka dapat dikatakan bahwa secara jangka pendek, kurang dari satu tahun, emiten jauh dari kebangkrutan.

Kesimpulan

Produk emiten berupa aggregator produk digital dan jasa digital terbilang sangat bagus performanya di pasaran. Penjualan naik signifikan rata-rata 62% setiap tahun. Di akhir 2020 penjualan emiten mencapai Rp11,33 triliun. Angka yang sangat baik bagi perusahaan yang kegiatan usahanya menjual pulsa dan token listrik.

Secara kesehatan keuangan tidak ada masalah, meski liabilitas bertumbuh namun masih di bawah pertumbuhan aset. Alhasil liabilitas setiap tahunnya hanya mencapai 30-an persen dari ekuitasnya. Secara jangka pendek pun terbilang aman karena emiten memiliki aset lancar, alias aset likuidasi di bawah satu tahun, dengan nilai tiga kali lipat utang jangka pendeknya.

Emiten secara operasional hanya menghasilkan keuntungan yang terbilang sangat sedikit jika dibandingkan dengan pendapatannya. Marjin laba emiten sangat tipis, sekitar satu persenan saja setiap tahunnya.

Yang menarik adalah tentang kegiatan investasinya yang dicatat sebagai penghasilan lain-lain. Disebut menarik adalah karena berkontribusi besar terhadap laba bersih. Naik turunnya laba amat bergantung pada hasil investasinya.

Jadi sebelum tahun 2017 emiten tidak memiliki penghasilan tambahan, sejak emiten IPO di bursa barulah emiten berinvestasi di Kresna Asset Management. Kamu bisa perhatikan bahwa pada tahun-tahun di mana investasinya belum atau tidak membuahkan hasil, yakni di 2017 dan 2020, laba bersih emiten terjerembab ke puluhan miliar saja.

Berkat investasinya lah emiten dapat membukukan laba bersih senilai ratusan miliar rupiah, jika hanya mengandalkan operasional saja seperti pada tahun 2017 dan 2020 maka hasil akhir di bottom line akan tidak optimal.

Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.

Artikel Terkait