Asuransi & BPJS

Mengenal Dasar Hukum Asuransi dan Cara Kerjanya

Definisi Hukum Asuransi dan Cara Kerjanya

Ajaib.co.id – Asuransi sebenarnya adalah salah satu produk keuangan yang sama pentingnya seperti tabungan untuk dimiliki. Keberadaannya memberikan perlindungan untuk kebutuhan yang bisa datang sewaktu-waktu di masa depan. Namun banyak yang ragu memilikinya karena tidak memahami dasar hukum asuransi maupun mekanisme pelaksanaannya.

Ketidaktahuan memang kerap membatasai orang untuk melakukan sesuatu termasuk pula memiliki premi asuransi untuk memberikan jaminan yang lebih baik. Keberadaan asuransi memberikan bantuan perlindungan untuk hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.

Misalnya saja asuransi kendaraan paling tidak akan memberikan bantuan perbaikan untuk tertanggung karena kerugian kerusakan mobilnya. Sedangkan polis asuransi kesehatan memberikanmu hak agar asuransi untuk memberikan penggantian biaya pengobatan. Serupa pula dengan berbagai jenis asuransi lainnya, pihak asuransi punya tanggung jawab hukum untuk menanggung biaya-biaya yang timbul dari peristiwa tersebut.

Mungkin kamu bingung, bagaimana hal itu bisa berlaku? Kamu hanya membayar premi secara rutin yang jumlahnya tidak seberapa namun kemudian ada uang yang diharapkan atau tanggung jawab dari pihak asuransi ketika kamu membutuhkan. Mungkin kamu juga bertanya-tanya, ke mana uang premi yang kamu setorkan itu dikelola?

Jika suatu ketika terjadi permasalahan misalnya perusahaan asuransi tidak memenuhi tanggung jawab hukum kepada pihak tertanggung maka apa yang akan terjadi? Apakah kita akan begitu saja kehilangan keuntungan yang diharapkan tanpa penggantian apa-apa. Bagaimana hukum di Indonesia melindungi masyarakatnya dari kasus gagal bayar polis?

Ada banyak pertanyaan mendasar termasuk pula soal dasar hukum asuransi yang berlaku di Indonesia. Harus diakui jika selama ini pemahaman masyarakat memang masih terbatas. Selain itu, sosialiasinya juga masih minim berbeda dengan pemahaman akan kinerja produk perbankan misalnya tabungan atau deposito misalnya.

Masyarakat Wajib Paham Dasar Hukum Asuransi Agar Tahu Haknya

Industri asuransi di Indonesia beberapa waktu belakangan sedang digoncang dengan kasus likuiditas PT Jiwasraya. Perusahaan asuransi plat merah ini terbukti gagal bayar polis karena kinerja bisnis perusahaannya buruk. Dikutip dari media Tirto, jumlah utang Jiwasraya mencapai Rp49,6 triliun. Sedangkan aset yang dimilikinya hingga kuartal III/2019 hanyalah sebanyak Rp25,6 triliun.

Ekuitas perusahaan ini minus dan kerugiannya bahkan mencapai Rp13,4 triliun hingga akhir 2019. Ibaratnya, Jiwasraya hanya menerima premi asuransi untuk membayar bunga jatuh tempo dan pokok polis nasabah. Selain itu, masih banyak polis asuransi yang harus dibayar BUMN asuransi ini dan nilainya juga triliunan rupiah.

Berita buruk ini tentunya membuat khawatir para pemilik polis asuransi Jiwasraya. Masyarakat saat ini bingung sekaligus tidak paham harus berbuat apa dengan kabar tidak mengenakkan ini. Terlebih lagi banyak isu miring juga berhembus akan nasib para pemegang polisnya.

Hal ini tentuny tidak akan terjadi jika semua pemilik polis mengerti benar akan hukum dan aturan main asuransi sebenarnya. Bagaimana sebenarnya definisi hukum asuransi dan cara kerjanya? Simak ulasan dari redaksi Ajaib ini untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Sama seperti hukum di negara, asuransi juga memiliki fungsi untuk mengatur perjanjian antara kedua belah pihak. Hukum asuransi difungsikan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara nasabah asuransi dengan perusahaan asuransi.

Dengan banyaknya jumlah pengguna asuransi, tidak sedikit dari mereka yang merasa dirugikan akibat layanan asuransi yang ditawarkan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai hukum atau aturan asuransi di Indonesia.

Selain kurangnya pengetahuan soal hukum asuransi, ada juga masyarakat yang tidak paham mengenai pentingnya memiliki asuransi.

Dasar Hukum Asuransi

Hukum asuransi merupakan peraturan yang tertulis dan tidak tertulis, dan ditujukan untuk mengikat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian asuransi. Dalam ketentuan yang tertulis pada Pasal 246 KUHD, bahwa asuransi atau pertanggungan adalah sebuah perjanjian yang mengikat penanggung dan tertanggung, dengan cara menerima sejumlah dana untuk menjamin penggantian akibat adanya kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan.

Sementara dalam Undang-undang No 2 Tahun 1992 Tertanggal 11 Februari 1992 tentang Usaha Perasuransian (UU Asuransi) dikatakan:

Asuransi atau pertanggungan merupakan perjanjian yang terjadi di antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan dirinya kepada tertanggung dengan cara menerima asuransi untuk memberikan layanan penggantian kepada tertanggung.

Jenis-jenis Asuransi

Pada dasarnya, asuransi terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

  • Asuransi Kerugian
  • Kebakaran
  • Kehilangan Dan Kerusakan
  • Laut
  • Kredit
  • Pengangkutan
  • Jiwa
  • Kesehatan
  • Kecelakaan
  • Jiwa Kredit

Unsur-unsur dalam Asuransi

Asuransi memiliki unsur-unsur yang dapat menjadikan asuransi diakui secara legal di mata hukum.

1. Subyek Hukum

Dalam hukum asuransi, ada dua subjek hukum yang menjadi bagiannya, yaitu penanggung dan tertanggung. Penanggung merupakan pihak yang menerima imbalan dari tertanggung dengan menerima premi untuk kemudian menanggung beban risiko dari peristiwa yang terjadi.

Penanggung sendiri adalah perusahaan asuransi yang berada di bawah naungan badan hukum milik swasta atau milik negara. Asuransi juga bisa diberikan untuk kepentingan pihak ketiga yang tercantum di dalam perjanjian.

Pihak ketiga tersebut adalah ahli waris tertanggung dan orang yang ditunjuk oleh tertanggung.

2. Persetujuan Antara Penanggung dan Tertanggung

Perjanjian asuransi akan terjadi jika ada kesepakatan, baik dari persyaratan dan apa pun yang akan terjadi di kemudian hari. Jika tidak ada kesepakatan, maka perjanjian asuransi batal. Dengan adanya perjanjian asuransi ini, kedua belah pihak akan terikat untuk melaksanakan kewajibannya masing-masing.

3. Benda Asuransi dan Kepentingan dari Tertanggung

Merupakan obyek yang akan diasuransikan, seperti jiwa, kesehatan, kendaraan, rumah, dan lainnya. Obyek-obyek di atas menjadi pertanggungan jika yang tertanggung merupakan pemilik dari benda-benda tersebut.

Sementara kepentingan tertanggung adalah tertanggung yang memiliki kepentingan atas benda yang telah diasuransikan. Misalnya, pemilik rumah menggadaikan rumahnya kepada pihak lain, maka pihak gadai memiliki kepentingan atas rumah tersebut.

Tujuan yang akan Dicapai

Jika terjadi evenemen (peristiwa yang tidak pasti), maka tertanggung bakal mendapatkan jumlah asuransi. Jumlah asuransi tersebut ditentukan oleh perjanjian bebas antara penanggung dan tertanggung (KUHD Pasal 305).

Jumlah asuransi ini memiliki makna dan arti dari sejumlah uang yang sudah disepakati saat perjanjian. Asuransi akan menjadi santunan yang wajib dibayar kembali oleh penanggung kepada tertanggung, jika evenemen tidak terjadi hingga berakhirnya jangka waktu asuransi atau dibayarkan kepada pihak ketiga jika hal itu terjadi.

Risiko dan Premi

Premi asuransi merupakan sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh tertanggung kepada penanggung dalam periode tertentu. Biasanya, jangka waktu tersebut berjalan setiap bulan selama asuransi berlangsung.

Semakin besar risiko yang ditanggung, maka premi yang harus dibayarkan juga semakin besar. Besaran jumlah premi tergantung pada jumlah asuransi saat disetujui oleh pihak penanggung.

Premi juga bisa menjadi bukti jika tertanggung menyetujui perjanjian asuransi.

Evenemen (Peristiwa Tidak Pasti) dan Penggantian Kerugian

Jika peristiwa belum pasti terjadi, maka pihak penanggung harus memberikan ganti rugi atas risiko tersebut. Ganti kerugian merupakan kewajiban pihak penanggung kepada tertanggung atas peristiwa yang terjadi.

Jika tertanggung meninggal dunia, maka penanggung wajib membayar uang ganti rugi dalam bentuk santunan. Jika jangka waktu asuransi berakhir tanpa adanya evenemen, maka penanggung wajib membayar uang pengembalian kepada tertanggung.

Adanya Syarat yang Berlaku

Dalam perjanjian asuransi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh tertanggung, di mana perjanjian asuransi bisa dibatalkan. Syarat ini telah tertuang di dalam polis asuransi.

Polis Asuransi

Dalam Pasal 256 Ayat 1 KUHD, polis merupakan perjanjian asuransi yang tertulis dalam bentuk akta. Menurut Pasal 258 Ayat 1 KUHD, polis adalah satu-satunya bukti tertulis yang membuktikan perjanjian pertanggungan antara kedua belah pihak di mata hukum.

Sehingga, polis asuransi merupakan bagian yang paling penting untuk menentukan hak dan kewajiban dari masing-masing kedua belah pihak.

Batalnya Sebuah Perjanjian Asuransi

Pertanggungan atau asuransi adalah sebuah bentuk perjanjian, maka hal ini memiliki risiko atau dibatalkan jika tidak memenuhi syarat dari perjanjian yang mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata.

Di luar KUHD tersebut, perjanjian asuransi juga bisa dibatalkan jika terjadi hal-hal di bawah ini:

  • Pasal 251 KUHD: Menulis keterangan yang keliru atau tidak benar jika tertanggung tidak memberitahu hal-hal yang diketahuinya.
  • 269 KUHD: Memuat kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi telah ditandatangani.
  • 272 KUHD: Menulis ketentuan jika tertanggung dengan pemberitahuan melalui pengadilan, membebaskan penanggung dari segala kewajiban yang akan datang.
  • 282 KUHD: Ada akalan yang cerdik, penipuan, dan kecurangan dari tertanggung.
  • 599 KUHD: Jika obyek pertanggungan tidak boleh diperdagangkan atas sebuah kapal Indonesia atau kapal asing yang digunakan untuk mengangkut obyek pertanggungan, menurut peraturan perundang-undangan yang tidak boleh diperdagangkan.

Dasar Hukum Asuransi di Indonesia Untuk Menjamin Hak dan Kewajiban Masyarakat

Industri asuransi adalah industri dengan tingkat kerawanan yang cukup tinggi. Pasanya ada hajat hidup dan uang masyarakat yang dikelola dalam industri. Orientasinya bukan hanya keuntungan belaka namun bagaimana kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi saat tiba waktunya.

Salah-salah, bisa terjadi masalah dan mengakibatkan gagal bayar yang bukan hanya merugikan pihak perusahaan asuransi namun juga masyarakat. Pemerintah Indonesia telah menyediakan sejumlah regulasi sebagai dasar hukum asuransi dan mekanismenya untuk mencegah terjadi berbagai hal buruk. Payung hukum tersebut antara lain:

1.  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Dilihat dari kedudukannya, undang-undang ini sering kali dijadikan sebagai dasar dari beberapa penetapan peraturan mengenai asuransi yang berlaku di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 merupakan dasar hukum utama yang mengatur dan menentukan segala kegiatan asuransi.

Melihat isi dari UU No.2 Tahun 1992, di dalamnya memuat peraturan tentang usaha perasuransian. Dasar-dasar dibentuknya undang-undang ini adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, meninjau bahwa asuransi adalah salah satu upaya dalam menanggulangi resiko tertentu yang dihadapi oleh masyarakat sekaligus berperan dalam menghimpun dana dari masyarakat.

2.  KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Pasal 1320 dan Pasal 1774

Undang-Undang KUHP Pasal 1320 dan Pasal 1774 menyatakan bahwa asuransi mengandung unsur perjanjian antara dua belah pihak di dalamnya. Karena mengandung unsur perjanjian maka akan termasuk dalam ruang lingkup hukum pidana, sebagaimana dalam KUHP bagian dua menjelaskan bab tentang syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah.

Di mana hal tersebut dirinci dan dijelaskan dalam salah satu pasal, yaitu Pasal 1320 yang menyebutkan bahwa “Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan dalam membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang.”

3.  KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) Bab 9 Pasal 246

Penjelasan secara umum dalam pasal 246 akan sangat terlihat kemiripannya dengan UU No.2 Tahun 1992. Disebutkan pada Bab 9 KUHD secara menyeluruh menjelaskan tentang ketentuan tentang jenis pertanggungan dari asuransi, batas maksimal pertanggungan yang diberikan asuransi, prosedural proses pertanggungan yang berlaku, penyebab batalnya proses pertanggungan, dan pertanggungan disusun secara tertulis dalam suatu akta atau polis asuransi.

4.  Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 membahas ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Peraturan pemerintah terbentuk atas dasar tujuan asuransi yang secara prinsip mampu mendorong tumbuhnya pembangunan nasional Indonesia.

Kegiatan usaha perasuransian berjalan sesuai dengan yang tercantum pada hukum yang berlaku dan mengatur perusahaan perasuransian yang ada di Indonesia agar berkembang dengan baik. Selain itu, sesuai dengan landasan maupun prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab.

5.  Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999

Peraturan Pemerintah ini merupakan perubahan pertama dari Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Tujuan yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 pada dasarnya memiliki kesamaan dengan peraturan sebelumnya yaitu tentang penyelenggaraan usaha perasuransian.

Terbentuknya peraturan pemerintah ini didasari akan adanya perkembangan kegiatan usaha perasuransian yang terus mengalami perubahan, serta perubahan situasi perekonomian nasional. Hal ini menyebabkan diperlukannya penyesuaian terhadap peraturan pelaksanaan usaha asuransi yang telah berlaku.

Itulah dasar hukum asuransi dan cara kerjanya. Kalau kamu ingin memiliki asuransi, sebaiknya pahami dulu apa saja yang akan menjadi hak dan kewajiban kamu dan perusahaan asuransi. Dengan adanya hukum asuransi, kepentingan kamu dan pelaku asuransi akan terlindungi.

Artikel Terkait