Ajaib.co.id – Tahukah kamu siapa orang terkaya di Indonesia? Dia adalah Robert Budi Hartono yang berprofesi sebagai pengusaha kawakan di tanah air. Berdasarkan data Bloomberg Billionaires Index pada pertengahan September 2020 mengutip dari pemberitaan Bisnis.com, Budi Hartono memiliki total kekayaan sebanyak US$13,7 miliar atau Rp202 triliun dari daftar perusahaan yang terafiliasi dengannya.
Tepat di bawah Budi Hartono, ada kakak kandungnya yakni Michael Hartono yang berada dalam posisi kedua orang terkaya di tanah air dengan total kekayaan sebesar US$13 miliar atau Rp191,74 triliun. Baik Budi dan Michael juga masuk dalam daftar 100 besar orang terkaya di dunia pada tahun 2020 versi Forbes yang dirilis pada awal tahun ini.
Nah, sebenarnya apa saja daftar perusahaan yang digawangi dua kakak beradik ini? Simak ulasannya berikut ini.
Grup Djarum
Budi dan Michael Hartono adalah tokoh kunci dari tonggak suksesi PT Djarum atau Grup Djarum, induk perusahaan rokok terbesar ketiga di Indonesia, setelah PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM), yang berlokasi di Kudus, Jawa Tengah. Budi Hartono dan Michael Hartono adalah generasi kedua dari pendiri Grup Djarum yakni Oei Wie Gwan.
Oei Wie Gwan awalnya membeli sebuah perusahaan rokok bernama NV Murup yang hampir gulur tikar dengan merek rokok andalannya yakni Djarum Gramofon yang disingkat Djarum.
Djarum memproduksi rokok segmen sigaret kretek mesin dan sigaret kretek tangan dengan volume yang besar dan sangat populer hingga saat ini. Tepat pada tahun 1972, Djarum mulai melakukan ekspor dua segmen produk tersebut ke beberapa negara tujuan ekspor seperti China, Korea Selatan, Jepang, Belanda, hingga Amerika Serikat dengan merek Djarum Super dan Djarum Spesial.
Tidak seperti dua perusahaan rokok besar lainnya, PT Djarum bukan berstatus perusahaan terbuka dan sahamnya tidak dapat diperdagangkan oleh publik karenanya tidak ada akses untuk mengetahui laporan pendapatan dan laba ruginya.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)
Kepemilikan Budi dan Michael atas saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dikendalikan melalui PT Dwimuria Investama Andalan yang memiliki sebagian besar saham BCA. Adapun, Budi menggenggam 51% saham sementara Michael menggenggam 49% saham PT Dwimuria Investama Andalan sehingga praktis keduanya adalah pemegang saham pengendali BBCA.
Selama paruh pertama tahun ini, BBCA terbilang mampu mencatatkan pertumbuhan yang stabil walaupun dihadang pandemi Covid-19. Perseroan mencatatkan penurunan laba bersih konsolidasi sebesar Rp12,24 triliun, terkoreksi 4,8% dibandingkan semester pertama tahun yang lalu.
Di sisi lain, pertumbuhan aset BBCA juga tumbuh signifikan dari tahun ke tahun. Namun, kalangan analis menilai berdasarkan indikator price-to-book value dan price-to-earning-ratio, harga saham BBCA saat ini lebih mahal dibandingkan dengan harga saham emiten perbankan BUMN besar di tanah air.
PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR)
Selain bisnis perbankan, Hartono bersaudara juga terafiliasi dengan bisnis menara yakni PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR). Kepemilikan keduanya atas perusahaan ini berasal dari PT Sapta Adhikari Investama, perusahaan pengendali TOWR yang juga merupakan perusahaan investasi milik keluarga Hartono.
Sebagai perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, saham TOWR bisa diperdagangkan oleh publik dengan kinerja keuangan yang juga bebas untuk diakses untuk publik. Selama masa pandemi Covid-19, TOWR dianggap sebagai emiten yang diuntungkan mengingat pendapatannya bisa tumbuh 21,7% menjadi Rp3,68 triliun pada semester pertama tahun 2020 ini.
Anak usaha TOWR yakni PT Profesional Telekomunikasi Indonesia atau Protelindo juga dikenal rajin membagikan dividen kepada pemegang sahamnya. Terbukti, bahwa dalam waktu dekat perusahaan tersebut akan membagikan dividen sebesar Rp20 miliar.
Bisnis Properti
Baik Budi dan Michael juga terafiliasi dengan bisnis properti seperti gedung perkantoran, hotel dan mal yang mayoritas berada di jantung ibukota yakni jalan M.H. Thamrin yakni Menara BCA, mal Grand Indonesia dan Hotel Kempinski. Sayangnya, ketiga bisnis properti tersebut tidak termasuk dalam emiten yang tercatat di bursa sehingga publik tidak bisa melihat kinerja keuangannya.
Tidak hanya Grand Indonesia, keduanya juga memiliki bisnis pusat perbelanjaan seperti mall Daan Mogot, WTC Mangga Dua, dan Resinda Karawang.
Bisnis Perkebunan dan Kertas
Berdasarkan pemberitaan Bisnis, Budi dan Michael juga memiliki usaha perkebunan dan kertas yang lagi-lagi bukan perusahaan publik dengan akses kepada laporan keuangan yang minim.
Keduanya memiliki perkebunan kelapa sawit yang diberi nama PT Hartono Plantation Indonesia dengan beberapa lokasi kebun yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia termasuk Kalimantan Barat. Di samping itu, Grup Djarum juga memiliki bisnis pengembangan hutan tanaman industi yang mendukung pengolahan industri kertas di Kalimantan Timur.
PT Global Digital Prima
PT Global Digital Prima atau GDP Venture adalah perusahaan investasi digital yang dikelola oleh Grup Djarum. Diluncurkan pada tahun 2010, GDP Venture merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan anak Budi Hartono yakni Martin B. Hartono.
Fokus perusahaan digital ini adalah mendanai perusahaan rintisan sektor digital yang dinilai cukup prospektif di Indonesia. Beberapa perusahaan yang telah didanai oleh GDP Ventures seperti Gojek, Halodoc, Blibli.com, Tiket.com, Dekoruma.
Beberapa media yang juga mendapatkan pendanaan dari GDP Ventures diantaranya Kaskus, Lokadata, Kumparan, IDN Media, Kurio, Narasi hingga Visinema.
Nah, mau keciprataan kekayaan keluarga Hartono? Mengapa tidak berinvestasi dua emitennya yakni BBCA dan TOWR saja? Cara berinvestasi pada dua emiten ini juga gampang yakni hanya dengan membuka akun di aplikasi investasi Ajaib.
Tenang, meskipun dilakukan secara daring, transaksi saham melalui aplikasi investasi Ajaib sangat aman karena sudah mendapatkan izin dari Otoritas Jasa Keuangan dan Indonesia Stock Exchange.