Analisis Saham, Saham

Bedah Saham BKSL – Punya Potensi Untuk Jadi Besar

Sumber: Property & Bank

Ajaib.co.id – Kawasan Sentul yang berkedudukan di Bogor dikembangkan utamanya oleh dua emiten di Bursa Efek Indonesia yakni PT Sentul City Tbk (kode saham BKSL) yang berfokus pada Sentul City dan PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) yang menguasai Sentul Nirwana, tetangga Sentul City, dan sebagian wilayah Jonggol.

Kemitraan keduanya menghasilkan pengalihan sebagian besar kepemilikan ELTY atas Bukit Jonggol Asri (BJA) kepada BKSL. Alhasil BKSL kini menguasai 80% kepemilikan atas BJA.

Saat ini BKSL memiliki tanah yang belum dikembangkan alias landbank sebesar 14.993 hektar dengan nilai sebesar Rp 9.550.342.991.584. Sedangkan tanah matang yang dimilikinya berupa persediaan tanah dalam pengembangan, dan rumah hunian (dalam penyelesaian) senilai Rp 3.236.264.600.008.

Dengan aset siap jual dan aset siap dikembangkan sebesar itu sejatinya BKSL punya amunisi untuk bisa berkembang sepesat kawasan Serpong atau Alam Sutera. Dan lagi harga tanah di Sentul belum semahal di Serpong atau Alam Sutera. Oleh sebab itu ada sebagian investor yang menganggap BKSL adalah calon growth investing.

Apalagi Thahir, konglomerat dari Grup Mayapada, mengakuisisi sebagian saham BKSL di harga Rp350 per saham, sangat premium dibandingkan harga saham saat ini yang sedang berada di level Rp50 per saham. Tindakan akuisisi sebagian saham BKSL oleh Thahir di tahun 2018 membuat banyak investor bertanya-tanya apakah memang nilai riil saham BKSL semestinya di Rp 350 per saham?

BKSL memang punya potensi besar namun risikonya juga harus kamu pertimbangkan apalagi kini kinerjanya semakin memburuk gegara pandemi. Simak bedah saham BKSL di bawah ini agar kamu lebih berhati-hati!

Profil Emiten

PT Sentul City (BKSL) adalah perusahaan yang kegiatan usahanya berfokus pada pengembangan properti dan real estate meliputi perencanaan dan pembangunan bangunan indoor maupun otdoor seperti bangunan dan perkantoran, area perbelanjaan, rumah sakit, rumah ibadah, taman air, sekolah dan bangunan komersial lainnya pada umumnya. Perusahaan kini mengembangkan konsep kota mandiri di kawasan Sentul City.

Perusahaan ini semula bernama PT Sentragriya Kharisma, didirikan pada tanggal 16 April 1993, dan mulai beroperasi sejak 1994. Perusahaan ini menguasai proyek properti dan real esatate di kawasan Sentul City hingga akhirnya mengubah nama perusahaan menjadi PT Sentul City.

PT Sentul City kemudian IPO pada 28 Juli 1997 dengan kode saham BKSL. Dengan jumlah saham beredar sebesar 67.083.561.082 lembar di harga Rp50 per saham, kapitalisasi pasar BKSL saat ini adalah Rp 3,35 Triliun.

Pemegang saham mayoritas BKSL adalah PT Sakti Generasi Perdana yang menguasai sebanyak 52,68% total saham beredar. Pemegang saham mayoritas berikutnya adalah Stella Isabella Djohan yang menguasai 16.76%. Sisanya sebanyak 30,56% saham BKSL dipegang masyarakat.

Stella Isabella Djohan juga diketahui adalah pemegang saham utama dari PT Sakti Generasi Perdana. Dengan demikian beliau adalah beneficial owner dari BKSL.

Sebagai informasi Sentul City terletak di Bogor dengan harga perumahan diperuntukkan bagi kelas menengah. Situasi Bukit Sentul alias Sentul City terletak di lingkungan dengan udara pegunungan yang sejuk dan segar. Daerah Sentul City mungkin lebih cocok sebagai rumah peristirahatan ketimbang rumah tinggal karena jaraknya yang jauh dari pusat karir kelas menengah di DKI Jakarta.

Komponen Pendapatan

Saat ini emiten masih berfokus mengembangkan kawasan Sentul City namun terlihat dari akuisisi yang dilakukannya bahwa emiten memiliki rencana untuk mengembangkan kawasan lain seperti Jonggol, Gunung Halu dan sebagainya.

Emiten sejauh ini berhasil mengakuisisi 80% saham tertutup milik Bukit Jonggol Asri (BJA) dengan dana yang diperoleh dari Right Issue. Sebagai informasi BJA adalah pemilik dari landbank di Jonggol, kawasan lain yang terletak di tenggara Sentul.

Sumber pendapatan BKSL sejauh ini utamanya berasal dari penjualan unit kavling tanah, rumah, dan ruko di Sentul City dengan volume penjualan yang terus menurun.

Jadi penjualan lahan siap bangun beserta rumah hunian dan komersil disebut juga dengan lahan matang. Ini adalah sumber pendapatan utama emiten. Emiten juga memiliki pendapatan berulang berupa jasa pengelolaan kota, hotel, resto, taman hiburan dan lain sebagainya yang terdapat di kawasan Sentul City.

Pendapatan berulang, selain dari jasa pengelolaan kota, nilainya stabil berkisar Rp 70-an miliar setiap tahunnya. Nilai pendapatan yang datang dari jasa pengelolaan kota juga baik, naik turun di kisaran Rp 60-120 miliar setiap tahunnya.

Yang disayangkan adalah pendapatan non-berulang, yang terdiri dari penjualan lahan siap bangun, rumah hunian dan komersil seperti ruko, terus menurun. Padahal pendapatan utama emiten berasal dari segmen ini.

Pendapatan non-berulang ,menghasilkan lebih dari Rp 1 triliun setiap tahunnya di tahun 2017 dan 2018, namun menjadi hanya setengah triliun saja di tahun 2019. Dihantam pandemi di tahun 2020 segmen ini hanya menghasilkan pendapatan seratusan miliar saja per 30 September 2020.

Padahal berdasarkan potensinya luas tanah dan aset BKSL sangatlah luas, tidak kalah dengan Bumi Serpong Damai dan Alam Sutera.  Per 30 September 2020 emiten memiliki aset tanah dan pengembangannya dengan rincian sebagai berikut;

  1. Persediaan tanah dalam pengembangan, dan rumah hunian baik yang sudah selesai maupun masih dalam tahap penyelesaian senilai Rp 3.236.264.600.008. Ini adalah angka persediaan yang siap untuk dijual, dikonversi menjadi pendapatan segera setelah konsumen melakukan pembelian tanah atau rumah di Sentul City.
  2. Selain tanah dalam pengembangan, BKSL juga memiliki tanah yang belum dikembangkan (landbank). Pada tanggal 30 September 2020 luas tanah untuk pengembangan adalah berjumlah 14.993 hektar dengan nilai Rp 9.550.342.991.584 dengan landbank terbesar berlokasi di Jonggol yakni sebesar 4811 hektar. 

Secara keseluruhan calon pendapatan BKSL adalah senilai Rp12,78 triliun, siap dijual dikonversi menjadi pundi-pundi kas bagi emiten. Dengan modal asetnya Sentul City menawarkan potensi pertumbuhan pendapatan yang signifikan sekali bagi perusahaan dengan syarat kalau BKSL mampu mengelola aset-asetnya dengan baik.

Review Kinerja

Adapun total pendapatan dan BKSL turun selama tiga tahun belakangan ini. Total pendapatan turun dari Rp 1,63 triliun di 2017 menjadi hanya Rp 951 miliar saja di 2019 atau bertumbuh secara negatif sebanyak rata-rata 16,32 persen setiap tahunnya.

Penurunan laba bersih lebih nyata lagi terasa dengan kecepatan pelemahan sebesar rata-rata 47 persen setiap tahunnya turun dari Rp 463,24 miliar di tahun 2017 menjadi hanya Rp 68,9 miliar di tahun 2019.

Penurunan laba yang lebih besar dari penurunan pendapatan per tahun menghasilkan rasio laba per ekuitas dan per aset yang semakin ciut saja. Hal ini menandakan bahwa prospek manajemen berdasarkan kemampuan menghasilkan laba semakin buruk.

Marjin laba yang semula masih bertahan di level dua digit, per tahun buku 2019 menjadi hanya 4,85 persen saja. Kini laba yang semakin menipis telah berubah menjadi rugi bersih. Berikut di bawah ini terdapat keadaan berdasarkan laporan keuangan Kuartal III-2020.

Review Laporan Keuangan Terakhir

Sep-20 Sep-19
Total Pendapatan 247.541.552.342 540.912.014.993
Laba Bersih (325.525.118.397) 26.257.512.017
Ekuitas 10.505.320.857.356 10.635.048.541.893
Total Aset 18.719.074.704.627 17.005.252.634.528
Total Liabilitas 8.213.753.847.271 6.370.204.092.635

Meski sudah memasuki bulan keempat di 2021 emiten belum juga menyerahkan laporan keuangan tahunannya. Laporan keuangan terakhir yang dapat dipelajari adalah Kuartal III-2020. Pendapatan BKSL per September 2020 adalah sebesar Rp 247,5 miliar saja, turun 54,25 dibandingkan periode sebelumnya di Q319.

Kerugian pun tak terhindarkan, dari yang semula di Kuartal III-2019 laba Rp 26,25 miliar menjadi rugi sebesar Rp 325,52 miliar. Oleh karenanya rasio profitabilitas seperti NPM, ROA dan ROE emiten saat ini sedang sangat tidak menarik.

Di sisi lain aset meningkat menjadi Rp 18,71 triliun, sebelumnya hanya Rp 17 triliun di Kuartal III-2019. Adapun aset-aset berkualitas siap jual seperti lahan matang dan persediaan rumah hunian adalah senilai Rp 3,23 triliun. Sedangkan lahan yang belum dikembangkan adalah sebesar Rp 9,55 triliun.

Dengan total liabilitas sebesar Rp 8,2 triliun maka ekuitas BKSL adalah sebesar Rp 10,5 triliun. Secara rasio liabilitas belum membebani emiten terlalu besar karena ekuitas masih lebih tinggi. Adapun rasio utang per ekuitas alias DER dari BKSL adalah 78% atau 0,78.

Jika pendapatan dan laba bersih terus menurun bukan tak mungkin rasio utang pun memburuk. Hal ini sudah terlihat sejak 2017 di mana saat itu rasio utang per ekuitas/DER dari BKSL adalah 50,64 persen, menjadi 53,02 persen di 2018 dan naik ke 61,50 persen di 2019.

Saat ini per September 2020 DER dari BKSL adalah sebesar 78 persen. Melihat polanya sangat mungkin sekali di tahun-tahun berikutnya angka rasio DER mencapai 100% lebih.

Prospek dan Masalah

Sebagaimana diketahui BKSL memiliki aset-aset berkualitas di Sentul City, dan melihat perkembangannya rupanya emiten memiliki hasrat untuk berekspansi mengembangkan wilayah lain. Berikut informasi tanah selain di Sentul City yang sudah dimiliki oleh BKSL.

Informasi lahan mentah di atas memberikan wawasan tentang rencana ekspansi wilayah oleh manajemen BKSL. Rupanya emiten cukup berhasrat untuk berekspansi, sayangnya kinerjanya dalam membukukan pendapatan dan melakukan efisiensi beban tidak bisa dibilang baik.

Selain itu BKSL memiliki rekam jejak yang kurang baik dan dikenal sebagai pengembang properti yang lamban dalam beroperasi. Sudah beberapa kali emiten terkena gugat di pengadilan oleh konsumennya akibat lambannya emiten dalam membangun rumah.

Misalnya di tahun 2005 BKSL pernah digugat pailit atas tanah dan bangunan di klaster R-21, perumahan Sentul City, Bogor.

Di tahun 2014 juga Kwee Cahyadi selaku Direktur Utama BKSL ditetapkan sebagai tersangka kasus suap konversi hutan di Jonggol, Bogor, melibatkan Bupati Bogor Rachmat Yasin. .

Yang paling anyar di tanggal 13 Januari 2021 emiten terkena gugatan pailit masuk ke dalam daftar perusahaan dengan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada perusahaan konstruksi baja asal Jakarta Utara, PT Prakasaguna Ciptapratama.

BKSL beberapa kali menggelar right issue baik yang HMETD maupun yang non-HMETD. Alasan Right Issue pun bermacam-macam. Di tahun 2011 right issue berupa private placement digelar untuk mengakuisisi saham BJA.

Kesimpulan

Dari sisi potensi asetnya tentu BKSL sangat menarik. Betapa tidak, kawasan Sentul City alias Bukit Sentul adalah kawasan elit dengan udara sejuk pegunungan di Kabupaten Bogor. Sebagai penguasa Sentul City, BKSL juga mempunyai rencana untuk mengembangkan kawasan lain.

Total aset siap jualnya adalah sebesar Rp 3,23 Triliun sedangkan lahan mentahnya bernilai Rp 9,55 Triliun. Dengan luas lahan yang dimiliki lebih dari 14.993 hektar, BKSl punya kesempatan untuk bertumbuh yang sangat besar.

Hanya saja kemampuan manajemen yang ada saat ini sangat meragukan karena performa penjualan terus turun setiap tahunnya dengan kecepatan penurunan rata-rata sebesar 16,32 persen. Belum lagi masalah efisiensi beban yang payah menghasilkan penurunan marjin laba bersih yang lebih besar lagi yakni turun 47 persen CAGR sejak 2017. BKSL juga beberapa kali terkena kasus gugat pailit dan cenderung lamban dalam beroperasi.

Selama ini rasio utang per ekuitas (DER) emiten cukup baik, namun jika memperhatikan polanya terdapat tren naik dalam besaran DER dari tahun ke tahun. Bukan tidak mungkin ke depannya angka DER bisa mencapai titik rawan kebangkrutan, apalagi didukung oleh tren penurunan kinerja penjualan dan turunnya laba.

BKSL akan menarik secara fundamental jika ada perubahan dari sisi manajemen dalam beroperasi, melakukan marketing dan memenuhi harapan konsumen perumahan Sentul City.

Disclaimer: Tulisan ini berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi

Artikel Terkait