Saham

Menjadi Pendorong IHSG, Harga Saham BCA Tak Pernah Membuat Rugi

Sedang Menurun, Harga Saham BCA Tak Pernah Membuat Rugi

Ajaib.co.id – Saham BCA tak lepas dari fluktuasi harga yang terjadi di pasar modal. Meski demikian, saham bank ini selalu menjadi potensi untuk mendapatkan keuntungan. Terbukti emiten ini selalu masuk dalam daftar saham bluechip yang diminati investor.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menjadi salah satu pemain besar dalam industri perbankan di Indonesia. Hal yang sama juaga berlaku dalam dunia investasi saham khususnya di sektor perbankan. Saham BCA selalu direkomendasikan kepada investor pemula untuk membantu mendapatkan untung tanpa banyak strategi.

Karena label sebagai saham unggulan, kamu harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapatkan saham dengan kode BBCA ini. Meski demikian, tren harganya tidak selalu naik. Ada kalanya harga emiten ini melorot ketika diterjang oleh sentimen negatif.

Contohnya saja belakangan ini ketika bursa saham ambruk diterjang pandemi Corona. Namun sebagian kalangan percaya bahwa harga saham BCA, entah itu naik atau turun, tidak akan pernah merugikan dari sudut pandang investasi.

Bagaimana mungkin?

Menguji Ketangguhan Saham BCA Menghadapi Fluktuasi Pasar

Harga saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) belakangan ini menjadi peluang bagi banyak investor untuk menambah kepemilikan lembar saham. Pasalnya, harga saham BCA terus menurun setelah berada di level tertinggi, yaitu mencapai Rp 31.450 pada 22 Juli 2020.

Sejak pandemi Corona merebak, saham BBCA juga ikut turun tertarik dengan tren pasar yang juga melemah. Pada perdagangan Senin 27 April 2020, harga saham BCA diketahui ada di level Rp24.875 per lembar saham. Harga ini sebenarnya sudah sedikit lebih baik dari pekan sebelumnya.

Dikutip dari Kontan.co.id, harga saham BBCA turun 3,91% menjadi Rp24.600 per saham pada Jumat (24/4). Selama sepekan, harga saham BBCA telah terpangkas 9,31%. Sementara sejak awal tahun, harga saham BBCA sudah terkoreksi hingga 26,40% dan selama setahun minus 10,63%.

Bahkan pada Maret 2020 lalu, emiten ini merasakan nasib yang lebih buruk. Kala itu saham BBCA merosot ke harga Rp23.000 per lembar. Momen yang kemudian juga dimanfaatkan oleh Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja untuk membeli saham sebanyak 20.000 lembar dengan harga transaksi Rp 23.000 sehingga total transaksi Rp460.000.000 pada 24 Maret 2020 lalu.

Setelah pembelian itu, diketahui Jahja menjadi pemegang saham di BCA dengan jumlah tercatat mencapai 7.927.628 lembar. Jahja bukan satu-satunya direksi bank tersebut yang memanfaatkan momen itu. Ada dua petinggi BCA yang juga melakukan hal serupa.

Tindakan ini tentunya menarik untuk dicermati. Kamu bisa menelaah lebih lanjut soal motif yang dilakukan para direksi ini untuk meningkatkan keuntunganmu. Harap diketahui pula jika sebelumnya, Jahja juga melakukan aksi jual sahamnya ketika harga sedang turun 9 Maret lalu.

Pada transaksi pertama, orang nomor satu di Bank BCA itu menjual saham BBCA sebanyak 12.500 saham. Harga penjualan saham sebesar Rp 29.825 per saham. Pada transaksi kedua, Jahja Setiaatmadja menjual 20.000 saham BBCA. Transaksi penjualan dilakukan di harga Rp 29.800 per saham. Dari penjualannya, ia mendapatkan dana segar hingga Rp1 miliar.

Pada Fabruari sebelumnya, saat harga saham BCA sedang naik ia mengambil kesempatan untuk menggunakannya dengan menjual sahamnya. Pada 24 Februari lalu, Jahja Setiaatmadja menjual saham BBCA di harga Rp 33.000 per saham. Saat itu, bos Bank BCA ini menjual saham BBCA sebanyak 67.500 saham dan mendapatkan untung lebih dari Rp2 miliar.

Saham yang Menjanjikan Karena Berbagai Alasan

Langkah yang dilakukan Jahja itu sangat cemerlang. Pasalnya, harga saham BCA masih sangat menjanjikan meskipun tak lepas dari pelemahan. Meskipun sedang turun, nyatanya BCA berhasil melakukan rebound dan kembali on track menuju harga terbaik di tengah kondisi saar ini.

RTI mencatat, price earning ratio (PER) saham BBCA kini sebesar 21,23 kali. Sementara price to book value (PBV) sebesar 3,48 kali. Pada Jumat lalu (24/4), asing mencatatkan net sell senilai Rp 15,27 miliar. Adapun total transaksi saham BBCA mencapai Rp 656,05 miliar.

Volume transaksi saham BBCA sebanyak 26,23 juta saham dengan frekuensi transaksi 24.438 kali. Meski harga saham turun 5 hari beruntun tak menggoyahkan posisi BBCA sebagai emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar. Di waktu yang sama, market cap BBCA tercatat Rp 600,44 triliun dan menempati urutan pertama emiten dengan market cap terbesar.

Bisnis.com merilis jika PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) juga dilelang oleh investor asing pada perdagangan Senin (27/4/2020) dengan net sell Rp62,8 miliar. Isu Corona yang belum reda bertanggung jawab atas hilangnya investor asing dari bursa saham Indonesia.

Meski demikian, momen ini jadi kesempatan untukmu yang ingin berinvestasi jangka panjang dengan memiliki saham blue chip. Sejumlah petinggi BCA telah menerapkannya dengan membeli saham emitennya sendiri ketika harga anjlok.

Hal ini bukannya tanpa alasan. Pasalnya, BCA selama ini memiliki fundamental perusahaan yang cukup kuat dan bertahan menghadapi perubahan pasar. Selain itu, selama ini emiten ini juga terbukti selalu memberikan keuntungan bagi investornya.

BCA adalah bank dengan kemampuan memberikan profit terbaik buat pemegang saham, rasio antara aset dengan profit BCA terbaik, artinya bank BCA dikelola paling efisien dari sisi profitability dan kualitas pinjaman (non-performing loan rendah). Pertumbuhan lembaga perbankan ini sangat menjanjikan dari kacamata para analis.

Mungkin saat ini saham BCA sedang merosot terkena sentimen negatif pasar. Namu ketika kondisi membaik bisa dipastikan jika harga saham BCA akan kembali melambung dan memberikan untung bagi investornya.

Sebagai contoh, pada 23 Januari 2010, harga saham hanya berada di kisaran Rp2.775 per lembarnya. Sembilan tahun setelahnya, harga saham BCA pun menciptakan rekor tertinggi, Rp29.400 per lembar.  Artinya, harga saham itu sudah melonjak 909,01%.

Jika beli saham BBCA 100 lot atau 10 ribu unit pada 2010, cuma butuh modal Rp27,75 juta rupiah. Hari ini, saat saham BCA tersebut dijual maka uang yang didapat mencapai Rp280 juta. Wow! Fantastis bukan.

Seperti diketahui, Bank ini, sebelum krisis 1998 dimiliki oleh keluarga Salim dan sekarang dikuasai oleh keluarga Hartono, pemilik grup Djarum. Sekarang tercatat sebagai emiten dengan nilai kapitalisasi pasar terbesari di BEI. BCA sendiri sudah tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 31 Mei 2000. Kala itu harga penawaran saham BCA masih di angka Rp1.400 per lembar.

Kenaikan harga sahamnya turut mengerek kapitalisasi pasar perusahaan yang dipimpin Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja tersebut hingga lompat ke nomor 22 tertinggi dunia, tiga level di atas posisi September tahun lalu yaitu posisi 25. Karena kenaikan posisinya dari September tahun lalu, saat ini kapitalisasi pasar emiten milik Group Djarum itu sudah melampaui bank asal Belanda yaitu ING Group NV dan bank asal Jepang Mizuho Financial Group Inc.

Pelampiasan Investor

Sebagai informasi, pergerakan saham BCA pada perdagangan bursa belum lama ini mengalami tekanan. Seolah-olah, saham BCA menjadi pelampiasan investor atas gangguan M-Banking hari kemarin.   Menjelang akhir sesi I, saham BBCA terkoreksi 0,25% menjadi Rp30.125 per saham. Bahkan, beberapa waktu lalu saham BCA menyentuh level terendah di harga Rp30.000 per saham. 

Tekanan jual menjadi penyebab koreksi yang diterima saham BCA. Mendekati jeda siang, bursa mencatat asing telah kabur dari saham BCA dengan keuntungan jual bersih sebesar Rp34,19 miliar. Sejumlah 4,34 juta saham BCA diperdagangkan dengan frekuensi 3.215 kali transaksi dan nilai transaksi yang terhimpun mencapai.

Jadi apakah menanamkan saham di BCA tetap menguntungkan? Tentu saja menguntungkan. Asal kamu tetap bisa menganalisa tren-tren yang mungkin terjadi di masa depan.

Saham BBCA Stock Split di Oktober 2021

Pada 13 Oktober 2021 lalu, saham PT Bank Central Asia Tbk resmi diperdagangkan dengan harga baru. Hal ini dilakukan setelah BCA mendapatkan persetujuan jadwal pemecahan saham atau stock split dari Bursa Efek Indonesia (BEI).

Saham dengan kode emiten BBCA ini dibuka pada harga Rp7.400 per lembar saham, dan sempat menyampai level tertinggi di harga Rp8.250 per lembar saham. BBCA melakukan stock split dengan rasio 1:5. Artinya, satu saham dipecah menjadi lima saham baru. Nilai nominal per saham BBCA sebelum stock split adalah Rp62,5 dan setelah stock split menjadi sebesar Rp 12,5.

Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa pada 12 Oktober 2021 lalu merupakan hari bursa terakhir saham BBCA diperdagangkan dengan nilai nominal lama di pasar reguler dan pasar negosiasi. Saham dengan nilai nominal baru hasil stock split akan didistribusikan oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) kepada pemegang saham pada 15 Oktober 2021.

Dengan adanya harga baru ini, perseroan berharap harga saham BCA menjadi relatif terjangkau dan mendapat sambutan positif dari investor, terutama investor pemula yang saat ini aktif berinvestasi di pasar modal. Jahja selaku Direktur Utama BCA juga mengatakan bahwa aksi korporasi ini dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan pasar modal dalam negeri. Dengan adanya aksi korporasi ini. perseroan berkomitmen untuk selalu menjaga soliditas fundamental BCA melalui pertumbuhan kinerja yang berkesinambungan sehingga memberikan nilai tambah kepada pemegang saham.

Harga Saham BBCA di Awal Tahun 2022

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mencapai rekor penutupan tertinggi pada Jumat 21 Januari 2022. Di mana, saham BBCA dari PT Bank Central Asia Tbk. menjadi salah satu saham pendorong utama IHSG. Pada Jumat lalu, IHSG naik 1,5 persen atau 99,5 poin menjadi Rp6.726,37. Adapun, rekor tertinggi IHSG sebelumnya di level 6.723,39 pada 22 November 2021. Pada 21 Januari 2022, IHSG bergerak di rentang 6.607,42-6.726,37.

Di mana, total transaksi mencapai Rp11,54 triliun dengan aksi beli bersih investor asing Rp969,91 miliar. Sepanjang 2022 berjalan, IHSG sudah naik 2,2 persen. Pada perdagangan akhir tahun 2021, Kamis (30/12/2021), IHSG berada pada posisi Rp6.581,48, turun 0,29 persen atau 19,19 poin. Namun, dalam setahun IHSG naik 10,08 persen. Saham BBCA menjadi pendorong utama IHSG sepanjang 2022 dengan kontribusi 49,17 persen. Di mana, saham ini naik 8,9 persen atau 71,24 poin menjadi Rp7.950.

Tertarik untuk memiliki saham blue chip ini? Yuk mulai berinvestasi di Ajaib sekarang juga untuk mendapatkan keuntungan yang stabil dan dapat disesuaikan dengan tujuan investasi kamu!

Di Ajaib, kamu bisa memulai investasi saham dengan mudah mulai dari Rp100 ribu. Selain itu, kamu juga bisa melakukan investasi kapan dan di mana saja, dengan mudah dan cepat. Kamu juga tidak perlu khawatir lagi mengenai keamanan investasi, karena Ajaib telah terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan.

Artikel Terkait