Asuransi & BPJS

Dasar Hukum Asuransi di Indonesia, Wajib Kamu Ketahui!

Ajaib.co.id – Industri asuransi di Indonesia memang tidak sepopuler industri perbankan pada umumnya. Terbukti belum semua masyarakat memiliki produk asuransi yang memadai bahkan ada yang sama sekali tidak memiliki asuransi apapun. Salah satu sebabnya adalah masyarakat masih merasa takut dan curiga dengan sistem asuransi. Hal tersebut seharusnya tidak berdasarkan karena pemerintah telah menyediakan payung hukum asuransi yang sangat layak.

Berkembangnya perusahaan asuransi tak lepas dari meningkatnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya jaminan kesehatan. Pendidikan dan teknologi menjadi faktor penting tumbuhnya kebutuhan masyarakat akan asuransi. Hal ini karena masyarakat berusaha semakin melek akan literasi keuangan seperti vitalnya membayar premi untuk menggunakan manfaatnya di kemudian hari.

Dapat kita lihat fenomena yang terjadi saat ini bahwa mayoritas orang yang melek asuransi adalah mereka yang memiliki pendidikan tinggi serta memiliki gaya hidup kekinian. Sedangkan yang tergolong masyarakat menenang ke bawah masih sulit diajak untuk memiliki asuransi dengan alasan keterbatasan ekonomi.

Padahal ketiadaan asuransi atau pertanggungan inilah yang kemudian hari akan semakin menyulitkan mereka. Belakangan memang masyarakat ekonomi lemah ini relatif terbantu dengan adanya jaminan sosial dari pemerintah namun tetap saja pikiran buruk akan mekanisme perjanjian asuransi terus bertahan.

Terbukti dengan banyaknya kecurigaan dan keluhan dari masyarakat yang padahl sudah banyak mendapatkan keuntungan dari jaminan sosial yang sangat terjangkau ini. Selalu saja ada pikiran bahwa apapun jenis asuransi yang dimiliki baik itu asuransi jiwa atau asuransi kesehatan pasti hanya sekedar buang-buang uang.

Para pemegang polis dinilai hanya sekedar membuang sejumlah uang cuma-cuma untuk iuran bulanan yang tidak ada faedahnya. Tentu saja hal ini hanya bisa dipikirkan oleh orang yang belum pernah harus membayar tagihan rumah sakit yang membengkak atau menyisihkan uang ganti rugi untuk kendaraan yang rusak.

Maraknya kecurigaan akan produk asuransi di tengah tingginya akan kebutuhan asuransi ini sebenarnya disebabkan karena masyarakat masih kurang paham bahwa proteksi yang disediakan ini aman dan legal adanya. Ada sejumlah regulasi yang menangunginya. Masalahnya adalah memang selama ini sosialisasinya kurang.

Akibatnya para agen asuransi harus bersusah payah menjelaskan sistem asuransi yang ada. Dampak lainnya juga banya masyarakat yang tertipu disebabkan ketidakpahaman mereka. Ada pula yang merasa tertipu dengan tawaran asuransi karena salah persepsi sejak awal.

Pengertian Hukum Asuransi

Pengertian asuransi dapat dibagi dalam pengertian asuransi sebagai sebuah perjanjian dan asuransi sebagai mekanisme pengalihan risiko.

Hukum asuransi adalah kumpulan peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis, yang ditujukan untuk mengikat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian asuransi antara penanggung dan tertanggung.  Berdasarkan pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, menyebutkan :

“Asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung. Dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian,  kerusakan atau  kehilangan keuntungan  yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”

Kemudian didalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Tertanggal 11 Februari 1992 Tentang Usaha Perasuransian (UU asuransi) dikatakan bahwa:

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian yang terjadi di antara dua pihak atau lebih, di mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan cara menerima sejumlah premi asuransi untuk memberikan layanan penggantian kepada tertanggung akibat adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung akibat terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang dilakukan karena meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

Payung Hukum Asuransi di Indonesia, Ini Daftarnya

Pemerintah Indonesia sejak awal menyikapi serius akan perkembangan industri asuransi di Indonesia. Terbukti dengan adanya sejumlah hukum asuransi yang mengatur pelaksanaannya agar tidak merugikan masyarakat. Bahkan pemerintah juga mengkomodir regulasi akan asuransi syariah karena sadar akan besarnya jumlah pengguna asuransi yang memeluk agama Islam.

Niatannya agar regulasi tersebut bisa digunakan untuk menjadi panduan dua pihak yang terkait, nbaik itu pemegang polis maupun perusahaan asuransi. Asuransi bukan hanya sekedar jual beli produk keuangan namun juga memberikan kenyamanan dan persiapan untuk kebutuhan di masa depan.

Kegiatan asuransi berkaitan dengan perjanjian, perolehan keuntungan, dan memberikan imbal hasil sesuai dengan yang telah tercantum dalam polis asuransi. Maka, dalam proses penyelenggaraan kegiatan ini harus terdapat kekuatan hukum.

Hal ini berfungsi mengatur proses berjalan dalam usaha perasuransian. Pastinya membuat pihak asuransi mengikuti aturan yang berlaku di suatu negara dan dapat dipertanggungjawabkan oleh perusahaan.

Berikut 5 hukum dasarnya asuransi di Indonesia yang wajib kamu tahu!

1.  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Dilihat dari kedudukannya, undang-undang ini sering kali dijadikan sebagai dasar dari beberapa penetapan peraturan mengenai asuransi yang berlaku di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 merupakan dasar hukum utama yang mengatur dan menentukan segala kegiatan asuransi.

Melihat isi dari UU No.2 Tahun 1992, di dalamnya memuat peraturan tentang usaha perasuransian. Dasar-dasar dibentuknya undang-undang yang berlaku ini adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, meninjau bahwa asuransi adalah salah satu upaya dalam menanggulangi risiko tertentu yang dihadapi oleh masyarakat sekaligus berperan dalam menghimpun dana dari masyarakat.

2.  KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Pasal 1320 dan Pasal 1774

Undang-Undang Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1774 menyatakan bahwa asuransi mengandung unsur perjanjian antara dua belah pihak di dalamnya. Karena mengandung unsur perjanjian maka akan termasuk dalam ruang lingkup hukum pidana, sebagaimana dalam KUHP bagian dua menjelaskan bab tentang syarat-syarat terjadinya suatu perjanjian yang sah.

Di mana hal tersebut dirinci dan dijelaskan dalam salah satu pasal, yaitu Pasal 1320 yang menyebutkan bahwa “Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat yaitu kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan dalam membuat suatu perikatan, suatu pokok persoalan tertentu, dan suatu sebab yang tidak terlarang.”

3.  KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) Bab 9 Pasal 246

Penjelasan secara umum dalam pasal 246 akan sangat terlihat kemiripannya dengan UU No.2 Tahun 1992. Disebutkan pada Bab 9 KUHD secara menyeluruh menjelaskan tentang ketentuan tentang jenis pertanggungan dari asuransi, batas maksimal pertanggungan yang diberikan asuransi, prosedural proses pertanggungan yang berlaku, penyebab batalnya proses pertanggungan, dan pertanggungan disusun secara tertulis dalam suatu akta atau polis asuransi.

4.  Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992

Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 membahas ketentuan yang mengatur tentang penyelenggaraan usaha perasuransian. Peraturan pemerintah terbentuk atas dasar tujuan asuransi yang secara prinsip mampu mendorong tumbuhnya pembangunan nasional Indonesia.

Kegiatan usaha perasuransian berjalan sesuai dengan yang tercantum pada hukum yang berlaku dan mengatur perusahaan perasuransian yang ada di Indonesia agar berkembang dengan baik. Selain itu, sesuai dengan landasan maupun prinsip usaha yang sehat dan bertanggung jawab.

5.  Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999

Peraturan Pemerintah ini merupakan perubahan pertama dari Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Tujuan yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 pada dasarnya memiliki kesamaan dengan peraturan sebelumnya yaitu tentang penyelenggaraan usaha perasuransian.

Terbentuknya peraturan pemerintah ini didasari akan adanya perkembangan kegiatan usaha perasuransian yang terus mengalami perubahan, serta perubahan situasi perekonomian nasional. Hal ini menyebabkan diperlukannya penyesuaian terhadap peraturan pelaksanaan usaha asuransi yang telah berlaku.

Nah, semua hal yang berkaitan dengan perasuransian didalamnya termuat beberapa unsur yang termasuk dalam tindakan pidana. Jadi, jangan sampai kamu nggak taat dan dicurangi oleh pihak asuransi ya.

Tujuan Asuransi

Pada dasarnya, asuransi ditujukan sebagai bentuk perlindungan atau ganti rugi kepada pihak tertanggung akibat adanya peristiwa yang belum pasti. Di mana hal ini terdiri dari beberapa kriteria seperti di bawah ini:

1. Pengalihan Risiko

Pengalihan risiko dilakukan oleh tertanggung kepada pihak penanggung. Hal ini bisa terjadi karena adanya kesadaran dan pemahaman yang baik dari tertanggung mengenai kemungkinan ancaman bahaya atau kerugian terhadap harta bendanya atau keselamatan jiwanya.

Asuransi dimaksudkan untuk menanggung segala macam kerugian yang bisa terjadi atas diri tertanggung. Sehingga, risiko yang akan diderita oleh tertanggung dan keluarga atau ahli warisnya menjadi kecil.

Dengan membayar sejumlah premi, maka tertanggung telah memindahkan risiko kerugian yang mungkin dideritanya kepada pihak penanggung (perusahaan asuransi). Di mana, penanggung akan menerima premi dan mengambil alih semua beban risiko yang mungkin akan dialami tertanggung.

2. Ganti Rugi

Asuransi sebagai ganti rugi dilakukan oleh pihak penanggung jika sewaktu-waktu tertanggung mengalami sejumlah kerugian yang mungkin terjadi menimpa diri tertanggung. Pada dasarnya kemungkinan bahaya atau kerugian tersebut tidaklah selalu terjadi dan menimpa tertanggung, atau sering kali kerugian yang terjadi hanya bersifat sebagian dan bukan merupakan kerugian total bagi tertanggung. Maka pihak penanggung akan membayarkan sejumlah ganti rugi sesuai dengan jumlah asuransinya.

3. Pembayar Santunan

Pada dasarnya, asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas yang terjadi di antara penanggung dan tertanggung. Namun di dalam prakteknya, perjanjian ini kemudian diatur berdasarkan undang-undang yang berlaku, sehingga pada akhirnya asuransi ini bersifat wajib, di mana tertanggung akan terikat dengan penanggung akibat adanya perintah undang-undang dan bukan karena perjanjian semata.

Asuransi ini sering disebut asuransi sosial yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari berbagai ancaman kecelakaan yang bisa saja mengakibatkan kematian atau cacat permanen. Dalam hal ini biasanya tertanggung akan membayarkan sejumlah kontribusi (premi) untuk mendapatkan perlindungan dari pihak penanggung.

Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat dalam sebuah hubungan hukum tertentu yang diatur berdasarkan undang-undang, seperti: hubungan kerja, penumpang angkutan umum, dan yang lainnya.

4. Asuransi untuk Kesejahteraan Anggotanya

Hal ini biasanya berlaku di dalam sebuah perkumpulan, di mana beberapa orang yang terhimpun akan menjadi tertanggung dari perkumpulan itu sendiri yang bertindak sebagai penanggung. Asuransi jenis ini mirip dengan cara kerja sebuah koperasi, yang mana asuransi ini saling menanggung atau asuransi usaha bersama yang tujuan utamanya adalah menjamin kesejahteraan anggotanya. Dalam asuransi ini, jika salah satu anggota mengalami kejadian yang mengakibatkan kerugian atau kematian, maka perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota tersebut (tertanggung).

Dasar Hukum Asuransi Syariah

Sedangkan kamu yang tertarik dengan produk asuransi syariah juga tak perlu khawatir. Meskipun sampai saat ini belum ada regulasi tersendiri namun sudah ada fatwa khusus yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan hal ini. Hal ini tertuang dalam fatwa bernomor NO: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman asuransi syariah.

Menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI), asuransi syariah di Indonesia merupakan sebuah usaha untuk saling melindungi di antara sejumlah orang melalui investasi. Investasi tersebut bisa berupa aset atau tabarru’ yang memberikan pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu.

Asuransi syariah adalah sistem di mana para peserta melakukan donasi sebagian atau seluruh premi yang dibayarkan untuk membayar klaim atas musibah yang dialami.

Dalam hal ini, perusahaan asuransi syariah di Indonesia memiliki tanggung jawab hukum kepada pihak tertanggung untuk mengelola atau mengendalikan dana tabarru’ tersebut.

Dalam praktiknya, perusahaan asuransi syariah menggunakan prinsip syariah atau sesuai dengan aturan Islam, yaitu prinsip tolong menolong. Hal tersebut sangat berbeda dengan perusahaan asuransi konvensional yang menerapkan kontrak jual-beli.

Sama seperti asuransi lainnya, asuransi syariah di Indonesia juga memiliki beragam jenis produk, seperti asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi kecelakaan, asuransi kendaraan, dan lainnya.

Manfaat Asuransi Syariah

Dibandingkan dengan asuransi konvensional, ada beberapa manfaat dan keunggulan yang dimiliki oleh asuransi syariah. Kamu dapat mempertimbangkan jenis polis yang dimiliki oleh asuransi syariah.

  • Dana yang dikumpulkan dikelola secara syariah. Lalu, sesuai dengan fatwa sehingga tidak melanggar peraturan agama.Denda atau dana yang didapatkan oleh asuransi syariah, dialokasikan untuk berbagai kegiatan sosial. Biaya premi asuransi syariah lebih rendah dan terjangkau.

Pembagian Keuntungan

Dana yang disetorkan ke dalam asuransi syariah nantinya akan menjadi hak semua pesertanya. Dana tersebut akan digunakan untuk membayar klaim dari para peserta.

Dalam konsepnya, keuntungan asuransi syariah terbagi menjadi:

  • 60 persen ditahan menjadi saldo tabarru’.30 persen dibagikan kepada para peserta asuransi.10 persen untuk pengelola.

Pembagian keuntungan tersebut dilakukan secara proporsional, yakni semakin besar nilai kontribusinya, maka semakin besar pula keuntungan yang didapatkan oleh peserta.

Jika terjadi defisit keuntungan, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengambil dana tabarru’. Kalau dana tersebut tidak cukup, maka akan diajukan sejumlah pinjaman dengan menggunakan akad qardh kepada perusahaan asuransi.

Double Claim dan Polis Bersama

Berbeda dengan asuransi pada umumnya, asuransi syariah menggunakan satu polis untuk seluruh anggota keluarga. Penggunaan polis tersebut akan lebih menguntungkan, karena premi yang harus dibayarkan jadi lebih ringan. Asuransi syariah juga memungkinkan pesertanya untuk melakukan double claim tanpa memperhatikan besaran klaim yang dibayarkan oleh asuransi lain atau BPJS.

Bagaimana, komplet bukan? Kamu tak perlu lagi ragu akan produk asuransi termasuk soal legalitasnya. Keberadaannya sendiri telah diatur dengan hukum asuransi baik secara formal maupun lewa fatwa MUI di atas. Namun tentunya kamu harus cermat memilih produk asuransi yang sesuai kondisinya. Kamu bisa menambah wawasan dengan berbagai ulasan soal asuransi dari Ajaib termasuk produk yang direkomendasikan untuk memberikan proteksi ganda.

Artikel Terkait