Investasi Syariah

Transaksi Dilarang dalam Investasi Syariah

Investasi Syariah

Ajaib.co.id – Sebagian investor adalah tipe investor selektif, termasuk untuk urusan yang berkaitan dengan ajaran agama yang dianutnya. Oleh sebab itu, mereka akan cenderung memilih jenis investasi yang hanya sesuai dengan syariat agamanya. Dalam konteks ini adalah agama Islam. Maka, investor selektif ini akan cenderung memilih investasi syariah.

Namun, ada beberapa transaksi yang dilarang dalam investasi syariah. Pada dasarnya, Islam tidak hanya berfokus pada sesuatu yang berkaitan dengan ibadah, melainkan juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan muamalah. Muamalah sendiri kerap dihubungkan dengan keuangan syariah.

Secara sederhana, ekonomi keuangan syariah memiliki makna suatu sistem ekonomi dan keuangan yang sesuai dengan hukum Islam. Tak terkecuali untuk urusan investasi.

Investasi syariah dapat diartikan sebagai produk keuangan yang memenuhi syarat terhadap aturan syariah. Pada prinsipnya, investasi syariah harus memenuhi syarat halal pada zat, proses (cara perolehannya), dan hasil atau manfaatnya.

Di Indonesia, berbagai infrastruktur investasi syariah sudah cukup lengkap. Infrastruktur tersebut sudah memiliki lembaga atau badan yang menetapkan berbagai kebijakan, yakni Dewan Syariah Nasional (DSN) yang berada di bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Terkait investasi, DSN telah mengeluarkan sejumlah fatwa yang bisa dijadikan pedoman, seperti Fatwa No.20/DSN-MUI/IX/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksadana Syariah, Fatwa No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah dan sebagainya.

Fatwa-fatwa tersebut disusun agar masyarakat yang mempraktikkan investasi berbasis syariah tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Dengan menjalankan fatwa-fatwa itu, seorang investor pun terlindungi dari praktik-praktik yang bisa merugikannya, seperti penipuan.

Pada hakikatnya, seluruh jenis investasi bertujuan sama, yakni mendapatkan keuntungan finansial berupa imbal hasil (return) dengan nilai yang setinggi mungkin. Hal ini pun berlaku pada investasi syariah. Meski memiliki persamaan tujuan, ada perbedaan antara investasi konvensional dan syariah.

Bagi sebagian besar investor pada investasi syariah, return bukanlah hal utama yang dicarinya. Investor pada investasi syariah merasa ada nilai yang lebih penting lagi daripada return, yakni nilai-nilai yang sesuai dengan norma agama dan sosial. Istilah lebih kerennya disebut Socially Responsible Investment (SRI).

Oleh sebab itu, mereka cenderung menghindari praktik-praktik yang dilarang dalam investasi syariah. Tak hanya bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah, beberapa praktik tersebut juga tidak sesuai dengan norma hukum yang berlaku di Indonesia.

Dilihat dari berbagai aspek, terdapat beberapa investasi yang tergolong dilarang secara syariah, seperti berikut ini.

Mengandung Riba

Dilihat dari linguistik, ‘riba’ bermakna ‘ziyadah’ atau ‘tambahan’. Dalam pengertian lain, ‘riba’ juga berarti ‘tumbuh’ atau ‘membesar’. Sementara itu, secara teknis, ‘riba’ berarti ‘pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil’. Pengambilan tambahan ini dilakukan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam.

Riba bertentangan dengan hukum Islam. Pasalnya, Islam melarang pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal dalam transaksi jual-beli atau pinjam-meminjam yang dikenal dengan riba. Investasi termasuk riba bila memiliki tambahan atau bunga atas pokok utang.

Investasi yang mengandung riba memiliki ciri sejak awal sudah dibuat perjanjian imbalan bunga yang berjumlah sekian persen dari dana yang akan diberikan. Padahal, dana yang diinvestasikan belum digunakan untuk bisnis.

Tapi, investor sudah dijanjikan hasil pasti berupa nilai tertentu. Hal ini bertentangan dengan kodrat bisnis itu sendiri bahwa risiko dalam bisnis adalah untung, rugi, atau impas.

Berkaitan dengan Zat Haram

Tidak terbatas investasi, segala sesuatu yang halal dapat terlihat dengan sangat jelas dalam Islam. Begitu pula dengan yang haram.

Jadi, investasi terhadap barang atau jasa yang diharamkan dalam Islam pun dilarang, seperti minuman keras, daging babi, narkoba dan lain-lain.      

Gharar

Gharar’ bermakna ‘tidak jelas’. Islam sangat menentang transaksi jual-beli yang tidak jelas atau tidak memiliki kepastian. Ketidakjelasan ini bisa dilihat dari akad, kualitas, kuantitas objek, atau cara penyerahannya (time of delivery).

Tujuan dilarangnya transaksi jual-beli yang tidak memiliki kejelasan ini ialah untuk menghindari penipuan. Sebagai pencegahan, investor bisa menghindari lembaga investasi yang tidak berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Unsur Kecurangan

Investasi dengan melibatkan barang, jasa, atau cara penyerahannya yang halal jika dijalankan dengan unsur kecurangan, maka secara otomatis akan menjadi haram. Investasi yang memiliki unsur kecurangan, misalnya, terdapat paksaan saat akad.

Rekayasa permintaan (tanajusy), menimbun (ihtikar), membahayakan (dharar), suap-menyuap (risywah), dan penipuan (tadlis) juga termasuk dalam investasi yang dilarang secara syariah karena terdapat unsur kecurangan di dalamnya. Investasi yang memiliki unsur kecurangan dilarang karena berpotensi merugikan salah satu pihak (dholim).

Penuh Spekulasi

Spekulasi dalam investasi masih diperdebatkan oleh sejumlah kalangan. Sebagian orang mempertanyakan batasan atau sejauhmana spekulasi diperbolehkan dalam Islam. Namun, dalam konteks ini, spekulasi yang dimaksud merujuk pada praktik perjudian.

Selain itu, investasi yang penuh spekulasi juga bisa memiliki skema menanam modal sedikit untuk mendapatkan imbalan yang terlampau banyak atau tidak rasional. Bukan tak mungkin, imbalan yang banyak itu pun akan diterima dengan cara mengambil hak orang lain yang juga berinvestasi.

Selain judi, investasi jenis ini dapat dilihat dalam skema money game dan sejenisnya. Ada banyak pilihan berinvestasi di luar sana. Selain prospek, pilihan instrumen investasi juga bisa tergantung dari nilai-nilai yang dipegang teguh oleh investor.

Bila meyakini investasi berbasis syariah, maka investor perlu untuk menganalisa lebih mendalam mengenai seluk-beluknya. Hal ini perlu agar ia tidak keliru dalam memilih jenis investasi syariah sehingga bertentangan dengan nilai-nilai yang dianutnya tersebut.

Artikel Terkait