Saham

Cara Agar Tidak Ketinggalan Momentum Take Profit Saham

take-profit

Ajaib.co.id – Istilah take profit atau profit taking (ambil untung) sudah tak asing lagi terdengar, khususnya di kalangan trader. Bagi trader, istilah tersebut justru yang ditunggu-tunggu. Sayangnya, tidak sedikit trader yang kehilangan momentum untuk meraihnya. Cara tertentu bisa dilakukan oleh trader agar tak ketinggalan momentum take profit.

Secara sederhana, take profit merupakan aksi mengambil untung dalam jangka pendek melalui penjualan saham. Aksi mengambil untung ini dilakukan dengan memanfaatkan situasi tertentu.

Sejumlah trader menyematkan istilah ‘mengunci’ terhadap aksi tersebut. Istilah ‘mengunci’ digunakan karena saat take profit dilakukan, secara bersamaan juga bisa mempengaruhi pergerakan saham individu dan bahkan pergerakan saham di pasar secara luas.

Jadi, investasi saham bukan hanya soal waktu tepat membeli saham, melainkan juga waktu untuk take profit. Lantas, bagaimana caranya agar tidak ketinggalan momentum take profit saham? Berikut sejumlah tips yang bisa Anda coba.

Target profit sudah tercapai

Sebelum beraksi ‘bermain’ saham, ada baiknya Anda membuat perencanaan terlebih dahulu atau dikenal juga dengan sebutan trading plan. Dalam perencanaan tersebut, Anda bisa memasukkan target harga jual atau harga beli.

Anda, misalnya, hendak membeli saham A saat di kisaran Rp5.000. Selain itu, Anda juga menargetkan harga jualnya di kisaran Rp5.500. Pada suatu waktu, Anda telah membeli saham A tersebut seharga Rp5.000. Tiga bulan kemudian, harga saham A merangkak naik menjadi Rp5.500.

Berada di situasi ini, sebaiknya Anda tetap pada trading plan, yakni menjualnya di kisaran harga Rp5.500 apapun kecenderungan pasar mengarah ke depannya. Sayangnya, cukup banyak trader yang masih ‘bernafsu’ mengeruk profit lebih banyak lagi dengan menahan saham yang dimilikinya meski sudah mencapai target harga jualnya.

Lebih parah lagi, sebagian trader masih belum tahu apa yang harus dilakukan setelah membeli saham. Itulah mengapa pentingnya menentukan target profit.

Saham berada di harga puncak

Memang tidak mudah menebak harga suatu saham sudah berada di puncak. Namun, analisa tertentu bisa membantu Anda untuk melangkah sedikit kepada realisasi. Analisa yang dimaksud adalah ketika saham tersebut memiliki potensi untuk koreksi atau turun.

Jika saham yang Anda miliki memiliki potensi demikian, maka lebih besar kemungkinan saham tersebut telah berada di harga puncaknya. Nah, jika posisi saham Anda seperti itu, maka sebaiknya Anda untuk take profit dahulu. Bila di kemudian hari saham tersebut benar-benar mengalami koreksi, Anda bisa membelinya lagi.

Saham sudah naik terlalu tinggi

Di satu sisi, kenaikan saham yang Anda miliki secara signifikan membuat semringah. Namun, di sisi lain, saham yang kenaikannya sudah terlampau tinggi atau di luar prediksi juga rawan terhadap koreksi. Terlebih bila kenaikan tersebut lebih tinggi dibandingkan valuasi seharusnya.

Guna mengoptimalkan analisa, Anda bisa melakukan analisa teknikal dengan mempelajari pola-pola yang dibentuk saham. Dengan mempelajari pola-pola tersebut, Anda bisa menempatkan diri pada posisi lebih menguntungkan untuk take profit.

IHSG sudah naik terlampau tinggi

Biasanya, saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah naik atau bermunculan banyak sentimen negatif, maka IHSG berpotensi mengalami koreksi. Jika ini terjadi, Anda dapat menjual saham-saham Anda yang sudah naik sebelumnya. Terlebih bila Anda memiliki saham-saham LQ45.

Kenapa? Hal ini karena sebagian besar saham LQ45 cenderung mengikuti pergerakan IHSG.

Rilis kinerja emiten

Umumnya, trader juga melakukan take profit sesaat setelah emiten merilis kinerja keuangannya. Salah satu elemen yang perlu dicermati dari kinerja keuangan emiten adalah laba, baik untuk periode kuartalan maupun tahunan. Rilis kinerja emiten yang terjadi tiba-tiba juga bisa memicu aksi take profit.

Suatu perusahaan, misalnya, melaporkan penurunan laba secara tidak terduga. Kondisi ini sangat berpotensi memicu pemegang saham melakukan take profit.

Pasalnya, ada kekhawatiran di kalangan para pemegang saham terhadap kinerja keuangan dan stabilitas perusahaan. Rasa khawatir ini menekan psikologis sebagian pemegang saham perusahaan tersebut.

Kondisi ekonomi nasional memburuk

Tidak hanya dalam lingkup kecil, aksi take profit juga bisa dipengarugi oleh hal-hal yang sifatnya lebih luas, contohnya kondisi ekonomi suatu negara.

Pemerintah suatu negara, misalnya, merilis data ekonomi yang menunjukkan grafik menurun pada sejumlah indikator. Jumlah utang negara, misalnya, membengkak cukup drastis. Hal-hal seperti ini juga bisa menekan psikologis sejumlah pemegang saham sehingga memutuskan take profit.

Di samping kondisi ekonomi suatu negara, kondisi ekonomi global juga bisa mempengaruhi keputusan profit taking. Industri wisata secara global, contohnya, terdampak parah akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Kondisi tersebut bisa mendorong keputusan para pemegang saham pelaku industri wisata untuk melakukan take profit.

Satu hal lain yang perlu diperhatikan adalah kategori saham itu sendiri. Saham yang termasuk cyclical, misalnya, pendapatan perusahaannya terpengaruh dari kondisi makro ekonomi dan siklus bisnis. Saham yang termasuk cyclical antara lain konstruksi, properti, dan tambang.

Selain itu, ada pula saham yang terkategorikan defensif. Artinya, emiten pemilik saham ini akan cenderung tetap memberikan dividen kepada pemegang saham secara konsisten dan pendapatan yang stabil terlepas dari keadaan pasar saham secara keseluruhan.

Jika Anda memiliki saham kategori defensif, maka take profit bukanlah prioritas. Oleh sebab itu, penting juga bagi trader untuk mempelajari ikhtisar keuangan emiten dalam beberapa tahun terakhir. Ikhtisar keuangan emiten bisa ditemui pada laporan tahunan (annual report).

Pada laporan tahunan, biasanya akan terantum history pembagian dividen dalam beberapa tahun. Jika dalam tahun tertentu emiten tak membagikan dividen, biasanya akan terdapat penjelasan mengenai faktor-faktor yang melatarbelakanginya.

Artikel Terkait