Saham

Menilik Prospek Saham Unggas di Tahun 2021

Ajaib.co.id – Marhaban Ya Ramadhan! Menyambut bulan puasa ramadhan yang kedatangannya sebentar lagi, penulis mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa.

Selama ini bulan Ramadhan dan hari Lebaran adalah momen besar keagamaan nasional yang selalu berhasil mengangkat permintaan daging ayam. Jika kamu perhatikan, saham-saham unggas seperti JPFA (PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk), CPIN (PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk), dan MAIN (PT Malindo Feedmill Tbk) telah berhasil beranjak naik sejak Kuartal III-2020.

Kenaikan tersebut secara konsensus diyakini disebabkan oleh keberhasilan pemerintah dalam pembatasan supply dengan menginstruksikan program culling di kalangan peternak. Jika sebelumnya kenaikan harga lebih disebabkan oleh pembatasan supply saja, kini dari sisi demand juga mendukung!

Ada katalis lain yang mendongkrak peningkatan demand yang berpotensi mempercantik kinerja saham-saham unggas sepanjang tahun 2021. Simak selengkapnya!

Sekilas Supply dan Demand

Sebagaimana yang kita ketahui, flash back sebentar ke pelajaran ekonomi dasar di sekolah menengah, harga terbentuk akibat transaksi antar para pelaku pasar. Jadi ada yang dinamakan dengan hukum permintaan (demand) dan hukum pasokan (supply).

Hukum permintaan dan penawaran adalah seperti ini; ketika jumlah pasokan barang atau jasa melimpah di pasaran maka harga akan turun disebabkan kurangnya peminat. Sebaliknya ketika jumlah permintaan naik maka harga akan menguat karena tingginya minat pelaku pasar.

Hukum permintaan dan penawaran berlaku untuk semua komoditas, semua hal yang diperjualbelikan, termasuk daging ayam.

Sektor Unggas Sejak 2018

Jadi aktivitas usaha seputar penyediaan daging unggas adalah bisnis yang melibatkan transaksi puluhan triliun rupiah setiap tahunnya di Indonesia. Aktivitas bisnis emiten saham unggas melibatkan pakan ternak, Day Old Chick (DOC), broiler, daging ayam olahan dan lain sebagainya. 

Yang akan dibahas kali ini adalah tentang supply dan demand daging ayam itu sendiri karena riwayat kenaikan dan penurunannya yang signifikan antara 2018 sampai saat ini.

Berdasarkan penelusuran oleh SSI Research, pada tahun 2018 terdapat peningkatan kuota impor bibit indukan atau Grand Parent Stock (GPS) sebesar +9% lebih tinggi dari tahun sebelumnya menjadi 707.000 ekor. Kenaikan kuota impor GPS tersebut menciptakan kelebihan pasokan ayam broiler maupun DOC yang menekan marjin laba perusahaan di tahun 2019.

Data harga ayam broiler yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Insan  Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) harga  ayam menjadi tertekan hingga ke Rp 8500 per kilogram di level peternak. Harga tersebut tercapai di Q319. Di level harga tersebut peternak tidak bisa membukukan marjin laba alias merugi.

Adapun harga referensi yang  sudah ditetapkan dalam Permendag No. 96/2018 yakni sebesar Rp18.000 – Rp20.000 per kilogram di level peternak. Merespon risiko penurunan harga, dan untuk menstabilkan  harga  jual broiler, pemerintah menjalankan program culling baik di level Parent Stock (PS) maupun level Final Stock (FS) sebanyak 7 kali di tahun 2019.

Di awal tahun 2020, COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi yang menyebabkan pelemahan ekonomi hingga Indonesia mesti dinyatakan resesi. Pelemahan ekonomi sempat membuat konsumsi daging ayam oleh rumah tangga menurun, begitu pula dengan industri Horeca (Hotel, Resto dan Cafe), yang menyerap konsumsi daging ayam sebanyak 39,9%. Selama pembatasan sosial industri Horeca mesti tunduk pada protokol pesehatan dengan menghentikan sementara operasionalnya.

Sebagai informasi secara keseluruhan distribusi dari konsumsi daging ayam di bagi menjadi: 1)  Konsumsi rumah tangga sebesar 49%, 2) Hotel, Restaurant, dan Cafe/Catering (Horeca) sebesar 39,9%, 3) Industri olahan sebesar 10.8%, dan 4) Sektor kesehatan/rumah sakit sebesar 0,2%.

Hal ini menyebabkan turunnya demand daging ayam secara nasional untuk sementara dan menggiring harga daging ayam turun. Untuk mencegah harga daging ayam kembali turun ke level terendahnya, pemerintah mengintervensi dengan mengadakan program culling sekali lagi secara masif sejak Agustus 2020 dan masih berlanjut hingga Maret 2021.

Sebagai informasi culling secara harafiah berarti pemusnahan. Realitanya program culling adalah pemisahan ayam-ayam yang kurang produktif, memiliki kelainan fisik, dll kemudian dijual begitu saja, dipotong atau disingkirkan dengan cara lainnya. Dengan begitu program culling akan mengurangi supply sehingga bisa meningkatkan harga jualnya.

Program culling yang secara masif diinstruksikan sejak akhir  2020 membuat stabil harga daging ayam broiler ebih stabil di level yang cukup baik menyisakan marjin laba yang cukup bagi perusahaan. Dengan membatasi supply, akhirnya harga unggas bisa kembali terdongkrak. Oleh karenanya kamu bisa lihat harga saham-saham unggas sejak Q320 mulai menanjak.

Berikut grafik analisis supply-demand setelah program culling.

Grafik batang berwarna biru melambangkan volume supply dari banyaknya ayam di pasaran, sedangkan yang berwarna khaki adalah grafik konsumsi permintaan ayam. Semakin besar jarak perbedaannya artinya semakin besar pula limpahan stok ayam di pasaran.

Sebelum program culling di bulan Agustus, jarak antara supply dan demand bisa melebihi 30%, namun setelah pemusnahan sebagian ayam-ayam alias culling maka jarak antara jumlah supply dan demand bisa ditekan. Dengan demikian harga bisa terkerek naik ke level yang sehat.

Instruksi culling juga dilancarkan pemerintah di bulan Maret ini dengan target pemusnahan sebanyak 57,7 juta ekor ayam Final Stock berusia 19 hari mulai dari 7 Maret sampai 10 Maret 2021 di Jawa, Bali dan Sumatra. 

Paling anyar di bulan Maret jarak antara supply dan demand yang ada hanya 16% saja, harga rata-rata bulanan broiler di Jawa misalnya sudah kembali ke Rp 18.500 per kilogram di level peternak di bulan Maret.

Program ini sudah menunjukkan keberhasilannya dan sudah masuk ke range harga referensi Permendag  No. 96/2018  yakni  sebesar Rp18.000 –Rp20.000  per  kilogram di level peternak. Untuk ayam usia sehari atau DOC, kini berada di kisaran harga Rp6.800 per ekor, yang mana jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Adapun instruksi culling dilancarkan lagi untuk yang ke sembilan kalinya yaitu di bulan April hingga Mei dengan melakukan pemusnahan/culling terhadap 61,3 juta ekor ayam Final Stock usia 19 hari dan empat juga ayam indukan berusia tua yang lebih dari 50 minggu. Hal ini akan mendukung penguatan harga ayam hingga semester I-2021.

Penguatan harga ayam kini tidak hanya didukung oleh pembatasan supply saja namun juga dari peningkatan demand!

Prospek Sektor Unggas

Berdasarkan data yang dikumpulkan SSI Research, penguatan di sektor unggas di tahun 2020 adalah disebabkan oleh pembatasan supply saja sedangkan dari sisi demand belum ada. Hal ini dikarenakan pelemahan ekonomi rumah tangga dan pembatasan jam operasional restoran dan cafe selama pandemi.

Prospek hadir di tahun 2021 dengan adanya berbagai stimulus dari pemerintah untuk merangsang perekonomian kembali berdenyut. Vaksinasi masal yang tengah dijalani juga akan membuat mobilisasi masyarakat meningkat dan dengan demikian industri Horeca bisa kembali hidup.

Sebagai pengingat konsumsi daging ayam nasional sebanyak 49% berasal dari Konsumsi rumah tangga dan sebesar 39,9% berasal dari Hotel, Restaurant, dan Cafe/Catering (Horeca).

Dari sisi konsumsi rumah tangga, bulan ramadhan adalah bulan di mana konsumsi daging ayam di kalangan rumah tangga selalu meningkat!

Peningkatan Demand Berkat Ramadhan

Ramadhan adalah bulan di mana permintaan akan daging ayam meningkat hingga dua kali lipat dari biasanya. Mari kita lihat tren demand daging ayam sebelum dan selama pandemi. 

Dilansir dari detik.com di tahun 2019 harga daging ayam melonjak jelang ramadan meski demikian jumlah penjualan justru meningkat dua kali lipat. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan warga yang disebut dengan “Munggahan”, selamatan sepekan menjelang bulan puasa.

Pada tahun 2020 pun konsumsi ayam menjelang dan selama ramadhan juga meningkat, pandemi tak menyurutkan konsumsi unggas selama ramadhan.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bahkan harus bekerja sama dengan asosiasi perunggasan seperti GPPU, Gopan, PPRN dan Satgas Pangan, Kemendag, dan lainnya untuk memastikan ketersediaan daging ayam dan telur konsumsi menjelang Ramadan dan Lebaran di bulan Mei 2020.

Adapun kebutuhan masyarakat sekitar 800 ribu ton selama ramadhan. Sedangkan kebutuhan daging ayam nasional adalah tiga juta hingga 3,5 juta ton setiap tahunnya. Kenaikan permintaan ayam menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) ramadhan memang signifikan.

Kedua berita di atas menarik untuk disimak bahwa momen ramadhan selalu berhasil meningkatkan konsumsi daging ayam di level rumah tangga tak peduli pandemi.

Kesimpulan

Sektor unggas sejak 2020 meningkat dikarenakan pembatasan supply oleh pemerintah sedangkan dari sisi demand tidak menarik karena industri Horeca dibatasi jam operasionalnya, belum lagi ada pelemahan daya beli masyarakat yang melemahkan konsumsi rumah tangga atas daging ayam.

Di tahun 2021 dari sisi demand terdapat pemulihan ekonomi nasional yang disinyalir akan mampu mendongkrak konsumsi rumah tangga akan daging ayam. Belum lagi pulihnya industri Horeca berkat penanganan pandemi oleh pemerintah akan membuat industri ayam-ayaman lebih hidup.

Kamu bisa cermati saham-saham unggas seperti JPFA, MAIN, dan CPIN untuk mengantisipasi kenaikan berkat peningkatan kinerja sepanjang 2021.

Artikel Terkait