Ajaib.co.id – Tanpa disadari, ada banyak produk keuangan yang erat kaitannya dengan sistem riba atau bunga. Mulai dari tabungan atau simpanan, transaksi ekonomi, pinjaman tanpa agunan, dan masih banyak lainnya. Pada dasarnya, produk keuangan yang berhubungan dengan bank konvensional, sudah pasti menerapkan sistem bunga atau riba di dalamnya.
Di dalam ajaran agama Islam sendiri, sistem riba pada transaksi yang berhubungan dengan keuangan jelas dilarang. Macam-macam riba sendiri sudah diatur dan dijelaskan berdasarkan hukum Islam melalui beberapa surat di dalam Al-Qur’an. Nah, bagi kamu yang ingin tahu apa sebenarnya yang dimaksud dengan riba, macam-macam riba, hingga hukum islam yang menjelaskan tentang riba, simak penjelasan berikut ini.
Riba sendiri diartikan sebagai ziyadah atau tambahan dan nama’ atau berkembang. Secara singkat, riba merupakan suatu penambahan nilai atau bunga yang melebihi jumlah pinjaman ketika dikembalikan. Nilai tersebut biasanya akan ditentukan berdasarkan jumlah pokok pinjaman yang harus dibayar lebih dari pokoknya oleh peminjam.
Pengertian Riba
Ketika peminjam tidak bisa melunasi utang yang sudah dikenakan riba pada jatuh tempo, maka pemberi pinjaman meliputi bank atau perseorangan akan menambahkan biaya tambahan sampai pembayaran dapat dilunasi. Hal ini berarti peminjam harus membayarkan nilai atau jumlah yang lebih dari pinjaman di awal. Oleh karena itu, di dalam hukum Islam riba sifatnya haram untuk dilakukan.
Riba Ada yang Haram & Halal?
Tidak semua riba mendefinisikan suatu pemahaman atau arti yang negatif. Namun yang menjadikannya dilarang atau diperbolehkan adalah sistem kerja yang diterapkan dalam menghasilkan riba atau pertambahan nilai tersebut. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini kita akan bahas, apa itu riba haram dan riba halal.
1. Pengertian riba yang haram
Pengambilan keuntungan lebih dari pinjaman diharamkan oleh sebagian besar agama mulai dari Islam, Katolik, Kristen, dan juga Yahudi memiliki dalil dan landasan hukum masing-masing.
Praktik riba sebenarnya juga sudah ada sejak lama, sehingga agama memberikan larangan mengambil tambahan dari pinjaman yang diberikan kepada orang lain. Praktik pinjaman dengan bunga dianggap memberatkan pihak debitur atau orang yang meminjam uang, apalagi jika mereka sedang berada dalam kesulitan.
Konteks riba pada saat ini seperti bunga bank konvensional dan bunga pinjaman baik itu pinjaman dari lembaga keuangan konvensional, seperti perusahaan pembiayaan, pegadaian, maupun perusahaan pinjaman online.
2. Pengertian riba yang halal
Ada juga riba halal seperti investasi. Di mana, jenis penambahan nilainya tidak termasuk riba. Investasi adalah transaksi atau usaha yang diniatkan mendapatkan keuntungan berdasarkan nilai jual kembali sesuai kesepakatan yang transparan.
Investasi juga bisa diartikan sebagai upaya memberikan modal kepada pihak lain dengan harapan mendapatkan keuntungan dari hasil usaha tersebut.
Sebagian berpendapat bahwa investasi termasuk salah satu jual beli yang dihalalkan karena merupakan kegiatan usaha. Di mana, investasi ini bisa disalurkan kepada bank-bank syariah untuk membiayai usaha sehingga mendapatkan keuntungan dari modal usaha tersebut.
Sedangkan bunga pinjaman hanya fokus melipatgandakan dari pokok utang yang diberikan kepada debitur. Hal yang jelas berbeda antara investasi dengan usaha melipatgandakan keuntungan lewat bunga pinjaman.
Jenis Riba & Contohnya
Pada umumnya, banyak orang lebih mengenal sistem riba ini pada transaksi pinjam meminjam atau utang saja. Padahal, riba juga dapat terjadi pada transaksi jual beli yang dilakukan. Nah, untuk lebih jelasnya dalam mengetahui macam-macam riba, berikut penjelasan yang dapat kamu pahami:
1. Riba Ad-duyun atau Utang Piutang
Di dalam kegiatan utang piutang yang diatur oleh hukum Islam, dikenal dengan istilah muqrid dan muqtarid. Di mana, muqrid merupakan pihak pemberi utang, sementara muqtarid merupakan pihak penerima utang. Jika transaksi utang piutang ini mendatangkan keuntungan bagi pihak pemberi pinjaman, maka bisa dikatakan sebagai riba.
Di dalam riba ad-duyun atau utang piutang, ada dua macam riba yang merupakan bagian dari jenis riba ini di antaranya sebagai berikut:
- Riba Qardh
Riba yang satu ini terjadi saat adanya penambahan yang dihasilkan dari pengembalian pokok pinjaman dan digunakan sebagai syarat pemberian pinjaman. Hal ini berarti pihak pemberi pinjaman akan mengambil keuntungan dari setiap transaksi pinjaman yang dibebankan kepada penerima pinjaman atau utang.
Hal ini dapat dilihat dari pihak rentenir yang memberikan pinjaman sebesar 50 juta dengan persyaratan penetapan bunga 20 persen selama waktu 6 bulan.
- Riba Jahiliyah
Riba Jahiliyah merupakan riba yang terjadi pada penambahan nilai pokok pinjaman karena pihak penerima pinjaman tidak dapat membayar utang secara tepat waktu. Misalnya saja muqtarid meminjam uang senilai 10 juta rupiah dan dikembalikan pada jatuh tempo 6 bulan. Jika pengembalian tidak dapat dilakukan sesuai dengan jatuh tempo yang diberikan, maka pengembalian dapat ditunda dengan catatan tambahan nilai dari total pinjaman.
2. Riba Buyu‘ atau Jual Beli
Macam-macam riba berikutnya adalah riba buyu’ atau jual beli. Ada beberapa jenis barang yang dapat dikategorikan barang ribawi meliputi emas, perak, gandum kasar dan halus, kurma, serta garam. Di dalam istilah riba buyu’, ada tiga macam riba yang diterapkan saat kondisi jual beli berlangsung. Berikut penjelasannya:
- Riba Fadhl
Riba fadhl merupakan riba yang terjadi ketika kegiatan jual beli barang-barang ribawi, kadar atau takaran yang berbeda. Misalnya saja, saat melakukan pertukaran emas 24 karat dengan 18 karat, menukar pecahan uang dengan jumlah 100 ribu ke 20 ribu, namun jumlahnya hanya sebanyak 48 lembar. Hal ini berarti total uang yang diberikan hanya senilai 96 ribu.
- Riba Yad
Jenis riba yang merupakan bagian dari macam-macam riba buyu’ selanjutnya adalah riba yad. Jenis riba yang satu ini terjadi ketika proses jual beli barang, baik ribawi atau non ribawi disertai penundaan serah terima. Penundaan ini terjadi pada kedua barang yang ditukarkan atau salah satu dari barang yang akan ditukarkan.
Riba jenis ini biasanya terjadi ketika proses pertukaran barang dilakukan dengan tidak adanya kesepakatan sebelum serah terima dilakukan. Misalnya saja pada orang yang menjual kendaraan dengan menawarkan harga sebesar 12 juta rupiah secara tunai dan jika dicicil harganya menjadi 16 juta rupiah. Selain itu, antara pihak penjual dan pembeli sama-sama tidak menyepakati jumlah yang harus dibayarkan saat transaksi berlangsung.
- Riba Nasi’ah
Jenis riba jual beli berikutnya adalah riba nasi’ah yang terjadi pada jatuh tempo tertentu. Biasanya riba ini terjadi dengan menggunakan dua jenis barang ribawi yang penyerahan dan pembayarannya akan ditangguhkan. Misalnya saja pada seseorang yang membeli emas dengan jangka waktu tertentu, baik ditambahkan atau tidak. Padahal, untuk membeli emas harus dilakukan secara kontan atau menukarnya langsung.
Contoh lain adalah ketika ada dua orang yang ingin bertransaksi emas dengan cara menukarnya. Pihak pertama sudah memberikan emas kepada pihak kedua. Akan tetapi, pihak kedua baru bisa menyerahkannya satu bulan lagi. Situasi tersebut dapat dikategorikan sebagai riba nasi’ah. Mengingat harga emas yang dapat berubah sewaktu-waktu.
Larangan Riba Menurut Hukum Islam
Di dalam hukum riba pada islam Islam, ada larangan bagi setiap umatnya untuk melakukan transaksi jual beli dan utang piutang jika adanya macam-macam riba di dalam transaksi tersebut. Larangan riba ini dijelaskan melalui beberapa ayat Al-Qur’an di antaranya:
QS. Ali Imran Ayat 130
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda, dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
QS. Al Baqarah Ayat 279
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (tinggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
QS. Al Baqarah Ayat 276
” Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”
QS. An-Nisa Ayat 161
” Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
Bagi Hasil, Solusi Pinjaman Tanpa Riba
Dalam praktek Riba, keuntunhan diambil dari simpan pinjam yang disebut sebagai suku bunga. Penetapan atau pemastian suku bunga dibuat pada waktu awal akad pinjaman dengan tujuan mencari keuntungan.
Agar terhindar dari riba, maka sistem keuangan Islam menerapkan keuntungan dari sistem bagi hasil atau disebut sebagai nisbah. Penentuan nisbah ini dilakukan pada waktu awal akad pinjaman dengan asumsi untung rugi yang akan didapat.
Besaran suku bunga dilihat berdasarkan jumlah pinjaman. Sedangkan, besaran nisbah dilihat berdasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh. Pembayaran suku bunga tetap seperti yang telah disepakati tanpa pertimbangan apakah peminjam sedang merugi atau tidak.
Sementara itu, besaran pembayaran nisbah tergantung proyek yang sedang dijalankan oleh peminjam. Apabila peminjam merugi, maka kerugian akan ditanggung bersama.
Penjelasan mengenai macam-macam riba yang dilarang pada transaksi utang piutang dan jual beli, sebagaimana penjelasan Al-Qur’an, bisa menjadi acuan kamu untuk menghindari transaksi yang ada unsur riba di dalamnya. Akan tetapi, bukan berarti kamu tidak bisa menabung atau berinvestasi karena takut akan unsur riba di dalamnya.
Hal ini dikarenakan sudah banyak bank yang menerapkan hukum islam atau syariah di dalamnya. Salah satunya adalah berinvestasi reksa dana syariah melalui aplikasi Ajaib. Ajaib merupakan media investasi online yang dapat membantu kamu berinvestasi di instrumen reksa dana. Yuk, download aplikasi Ajaib di smartphone kamu dan mulai untuk berinvestasi.