Saham

Mengapa IHSG Hijau tapi Saham Tidak Ikut Naik?

ihsg-hijau

Ajaib.co.id – Banyak pemula sering bertanya-tanya, mengapa IHSG hijau tapi saham yang kita punya justru tidak ikut naik? Apakah ada yang salah dengan pemilihan saham kita, ataukah ada yang salah dalam perhitungan IHSG?

Untuk menemukan jawabannya, mari kita simak uraian di bawah ini.

IHSG Hanya Mewakili Kinerja Rata-Rata

IHSG merupakan kependekan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Angka IHSG diperoleh dari perhitungan rata-rata jumlah harga pasar dari seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Dengan demikian, IHSG dapat meningkat meski hanya sebagian dari saham tercatat yang harganya naik. IHSG pun bisa turun meski tak semua saham tercatat mengalami penurunan harga.

Setiap saham di Bursa Efek Indonesia memiliki pembobotan berbeda-beda dalam rumus perhitungan IHSG berdasarkan acuan free float (capped adjusted free float market capitalization weighted average). Semakin besar kapitalisasi saham pasca-pembobotan, maka makin berpengaruhlah saham itu dalam IHSG. Semakin kecil kapitalisasi saham, maka makin tak berpengaruh.

Berdasarkan pemahaman tentang rumus perhitungan IHSG ini, kita dapat menyimpulkan tiga  alasan utama mengapa IHSG hijau tapi saham tidak ikut naik.

1.    IHSG merupakan rata-rata dari total nilai kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh naik-turunnya harga suatu saham tertentu saja.

2.    IHSG terbentuk berdasarkan nilai pembobotan yang berbeda-beda bagi tiap saham, sehingga tak semua saham punya pengaruh yang sama terhadap IHSG.

3.    Pergerakan saham yang memiliki kapitalisasi pasar lebih kecil akan kurang berpengaruh atau bahkan tidak berpengaruh sama sekali pada IHSG.

Contoh ilustrasi sebagai gambaran yang lebih sederhana:

IHSG mungkin menghijau jika harga saham BBRI naik 20%, tetapi IHSG tak akan terpengaruh meski harga saham BUMI naik 20%. Saham BBRI merupakan efek berkualitas tinggi yang memiliki fundamental tangguh dan rajin bagi-bagi dividen tiap tahun. Sedangkan saham BUMI saat ini merupakan efek tak bermutu yang perusahaannya merugi dan punya rasio utang sangat tinggi.

Jadi, kita sebenarnya tidak perlu merasa sedih atau pusing ketika saham dalam portofolio kita tidak ikut naik saat IHSG hijau. Lebih penting dari itu adalah memelajari bagaimana caranya agar kita dapat memilih saham-saham pilihan yang nilainya akan meningkat di masa depan.

Adakah Cara agar Saham Kita Naik Saat IHSG Menghijau?

Setelah mengetahui fakta-fakta di atas, kamu mungkin tetap ingin tahu tentang adakah cara agar saham kita naik saat IHSG menghijau? Sayang sekali, tidak ada cara yang dapat menjamin kenaikan harga saham dalam situasi apa pun. Kita hanya dapat menggunakan sejumlah trik dalam memilih saham agar punya peluang lebih besar untuk harga meningkat ketika IHSG mentereng.

Pertama, kamu dapat memilih saham-saham yang memiliki pembobotan lebih besar dalam IHSG. Saham-saham ini biasanya tergolong big caps atau saham-saham blue chip. Lima saham berkapitalisasi pasar terbesar per Februari 2022 antara lain BBCA, BBRI, TLKM, BMRI, ASII. Selain itu, masih banyak lagi saham berkapitalisasi besar lainnya.

Kedua, kamu dapat memilih saham-saham yang memiliki nilai beta tinggi. Beta saham adalah indikator untuk mengukur sensitivitas suatu saham dibandingkan pergerakan pasar secara keseluruhan (IHSG). Rumus menghitung beta saham cukup rumit, tetapi kita juga bisa menengok angka beta saham pada aplikasi penyedia data bursa seperti Investing.

Saham-saham big caps dan saham-saham berbeta tinggi seringkali memiliki korelasi positif yang lebih kuat dengan IHSG. Artinya, mereka punya peluang naik selaras dengan IHSG yang menguat. Tapi kamu juga harus tahu bahwa mereka berpeluang jatuh selaras dengan IHSG yang melemah. Ikut hijau ketika IHSG menghijau, dan ikut merah ketika IHSG memerah.

Kelihatannya sangat menarik, tetapi ada risiko besar yang menyertainya. Oleh karena itu, kedua siasat tadi tergolong jarang dipakai.

Beberapa investor yang lebih berpengalaman justru sengaja meramu diversifikasi portofolio yang mencakup saham big caps + mid caps, atau saham berbeta tinggi + berbeta rendah. Tujuannya agar portofolio tetap tahan banting dalam segala situasi, baik ketika IHSG menghijau maupun memerah.

Banyak juga investor yang tidak memedulikan kondisi naik-turun IHSG dalam jangka pendek, melainkan berfokus memilih saham-saham berkualitas saja dengan target investasi jangka panjang. Umpamanya pengguna strategi income investing yang menargetkan dividen, atau para value investor yang mungkin justru memborong saham saat IHSG jatuh.

Artikel Terkait