Ajaib.co.id – Indeks LQ45 kedatangan pendatang baru untuk periode Februari – Juli 2021. BEI mengumumkan perubahan tersebut pada 25 Januari 2021 lalu. Salah satu emiten baru yang menjadi anggota LQ45 adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dengan kode saham TPIA.
Saat ini, TPIA masuk dalam jajaran 10 besar saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di BEI. Total kapitalisasi pasar atau market cap TPIA hingga mencapai Rp184,58 triliun.
Lantas, bagaimana kinerja saham dan keuangan TPIA sendiri? Mari kita bahas.
Tentang Emiten TPIA
PT Chandra Asri Petrochemical Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di industri petrokimia. Perusahaan berkode saham TPIA ini memulai bisnis secara komersial pada tahun 1993. Bersama dengan anak usahanya, TPIA memproduksi petrokimia yang meliputi Olefins dan Polyolefins, Styrene Monomer, Butadiena, karet sintetis, hingga penyewaan tangki maupun jasa pengelolaan dermaga.
Selain itu, TPIA yang menjadi bagian dari Barito Pacific juga memproduksi resin Polyethylene bermerek Asrene, Greene, dan Trilene. Saat ini kepemilikan saham TPIA dipegang oleh PT Barito Pacific Tbk yang berjumlah 41,88 persen kepemilikan. Saham TPIA sendiri pertama kali diperdagangkan secara publik melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2008 dengan harga penawaran sebesar Rp2.200 per lembar saham.
Pergerakan harga saham TPIA di bursa sangat positif yang naik jauh dari harga penawaran, walaupun sedang mengalami koreksi di angka Rp10.275 per lembar saham pada penutupan perdagangan 23 April 2021. Melihat pergerakan saham TPIA yang melambung tinggi, apakah sahamnya layak untuk dikoleksi? Oleh karena itu, ketahui kondisi fundamental perusahaan dan rencana bisnis apa yang akan diambil melalui bedah kinerja saham Chandra Asri berikut ini.
Kinerja Keuangan Positif di Tahun 2020, TPIA Catatkan Raihan Laba Bersih yang Naik 124,4%
Mengacu pada laporan keuangan TPIA di tahun 2020, kinerja bisnis perseroan sangat baik dengan catatan laba bersih yang diatribusikan ke entitas induk sebesar 51,35 juta USD. Raihan laba bersih tersebut melesat 124,4 persen dari raihan di tahun 2019 sebesar 22,88 juta USD. Walaupun begitu, pendapatan TPIA di tahun 2020 harus turun tipis 3,9 persen menjadi 1,80 miliar USD dari tahun sebelumnya sebesar 1,88 miliar USD.
Rincian pendapatan disumbangkan oleh penjualan lokal sebesar 1,3 miliar USD, penjualan luar negeri sebesar 496,31 juta USD, serta sewa tangki dan dermaga mencapai 9,40 juta USD. Laba bersih TPIA yang melesat walaupun pendapatan turun tipis disebabkan oleh sejumlah beban perseroan yang mengalami penurunan.
Mulai dari beban pokok pendapatan turun 3,9 persen dari 1,71 miliar USD menjadi 1,64 miliar USD, beban umum dan administrasi turun 21,61 persen menjadi 33,73 juta USD, ditambah dengan raihan manfaat pajak bersih sebesar 22,70 juta USD di tahun 2020. Melihat kondisi fundamental perseroan yang sangat positif ini bisa menjadi pertimbangan penting bagi para investor untuk memilih saham TPIA.
Kinerja Keuangan TPIA dalam 5 Tahun Terakhir Cukup Positif
Kinerja bisnis TPIA di tahun 2020 yang sangat positif dan tidak begitu terpengaruh oleh masa pandemi menjadi gambaran baiknya kinerja emiten petrokimia ini. Namun kita perlu melihat riwayat kinerja TPIA juga dalam 5 tahun terakhir. Adapun data ikhtisar keuangan berdasarkan informasi finansial TPIA dapat dilihat seperti berikut (dalam miliar USD):
Adapun data ikhtisar keuangan berdasarkan informasi finansial TPIA dapat dilihat seperti berikut (dalam miliar USD):
Laporan Laba Rugi | 2019 | 2018 | 2017 | 2016 | 2015 |
Pendapatan bersih | 1.880.989 | 2.543.219 | 2.418.509 | 1.930.336 | 1.377.573 |
Laba kotor | 171.112 | 390.490 | 545.004 | 494.318 | 145.729 |
Rugi tahun berjalan | 23.647 | 182.316 | 319.154 | 300.125 | 26.256 |
Berdasarkan laporan kinerja keuangan TPIA dalam 5 tahun terakhir, dapat diketahui jika pendapatan perseroan terus meningkat dalam 4 tahun terakhir, namun harus turun di tahun 2019. Sementara untuk catatan laba bersih yang diraih dalam dua tahun terakhir harus mengalami penurunan. Hal tersebut tentu disebabkan oleh beberapa faktor yang membuat laba tergerus.
Seperti di tahun 2018 laba bersih yang diraih mengalami penurunan jika dibandingkan tahun 2017. Padahal, pendapatan TPIA di tahun 2018 mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2017. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian global di tahun tersebut yang memicu kinerja TPIA menjadi tertekan. Di mana, hal ini terjadi karena adanya kenaikan suku bunga, perang dagang antara AS dan China, ketegangan geopolitik, hingga harga minyak mentah dan bahan baku tidak stabil.
Alhasil, margin petrokimia menjadi moderat karena hal tersebut. Sementara pendapatan yang mengalami peningkatan merupakan imbas dari harga jual rata-rata menjadi lebih tinggi untuk ethylene, polyethylene, dan polypropylene. Sementara untuk penurunan laba bersih di tahun 2019 dipengaruhi oleh pendapatan yang juga turun di tahun tersebut. Ditambah dengan beban perseroan yang mengalami peningkatan.
Jika dilihat dari rasio keuangan TPIA khususnya di tahun 2019 memang kondisi bisnis sedang tidak dalam performa yang baik. Berikut data yang diambil berdasarkan ikhtisar keuangan untuk tahun buku 2019 melalui informasi finansial perseroan:
Rasio | 2019 |
ROA | -0% |
ROE | -0,1% |
NPM | 2,3% |
CR | 251,1% |
DER | 79% |
Rencana Bisnis TPIA untuk Perkuat Kinerja sehingga Sahamnya Layak untuk Dikoleksi
Salah satu langkah strategis yang sedang ditempuh TPIA dan akan berdampak signifikan terhadap kinerjanya di masa depan adalah pengembangan kompleks pabrik petrokimia kedua di Cilegon, yakni Chandra Asri Petrochemical II (CAP II) dengan luas 200 hektare.
Proyek CAP II itu membutuhkan investasi hingga US$5 miliar. Dengan kurs Rp14.000 per dolar AS, nilai tersebut setara dengan Rp70 triliun. CAP II akan meningkatkan kapasitas produksi TPIA hingga dua kali lipat atau mencapai 8 juta ton per tahun pada 2024/2025 mendatang.
Adapun, bisnis perusahaan tertolong juga oleh meningkatkan berbagai kebutuhan plastik selama pandemi, terutama terkait produk-produk penanganan Covid-19, seperti masker, alat pelindung diri (APD), dan alat test swab.
Selain itu, setelah sebelumnya merger dengan anak usahanya yakni PBI, TPIA akan merger lagi dengan anak usahanya yang lain, yakni PT Styrindo Mono Indonesia (SMI). Tujuannya sama, yakni untuk meningkatkan integrasi dan efisiensi seluruh proses bisnis petrokimia perseroan.
Penggabungan ini diyakini akan meningkatkan kapasitas produksi dan aset perusahaan, sehingga dapat meningkatkan daya saing secara keseluruhan. Biaya-biaya tambahan yang tidak diperlukan dalam transaksi antarperusahaan dipangkas secara signifikan dengan penggabungan ini.
SMI sendiri adalah anak usaha yang memiliki pabrik untuk memproduksi styrene monomer. Pabrik itu berkapasitas produksi 340 kiloton per annum (KTA) dan terletak di Merak, Banten. Styrene monomer adalah bahan baku untuk industri hilir.
Produk-produk hilir tersebut antara lain yakni polystyrene, expanded polystyrene, styrene-acrylonitrile, acrylonitrile butadiene styrene, styrene-butadiene rubber, styrene-butadiene latex, dan unsaturated polyester resin.
Adapun, pada awal tahun ini, saham TPIA sudah meningkat lagi. Sahamnya ditutup di level Rp10.350 pada akhir perdagangan Selasa (26 Januari 2021) dan tercatat sudah melesat 14% ytd jika dibandingkan level harga akhir tahun 2020 lalu.
Dengan masuknya TPIA sebagai anggota indeks LQ45, besar peluang kinerjanya akan makin terapresiasi, sebab para manajer investasi akan melakukan penataan ulang portofolio mereka yang berbasis pada indeks LQ45. Hal itu kemungkinan akan mendorong tekanan beli pada saham TPIA yang bisa mendongkrak lagi harganya.
Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.