Saham

Ingin Berinvestasi Saham BCA? Pelajari Dulu Hal Ini!

Investor Milenial, Pelajari ini Sebelum Membeli Saham Bluechip BBCA

Ajaib.co.id – Saham BCA merupakan primadona di pasar modal dan ramai-ramai diminati oleh pelaku pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Statusnya sebagai penghuni tetap kategori saham blue chip menjadikan emiten ini terus diminati. Terlebih lagi dengan kinerja keuangan perusahaan yang terus stabil dibandingkan emiten serupa.

Generasi milenial sudah semakin sadar untuk berinvestasi (investor milenial). Tak tanggung-tanggung, mereka berinvestasi di pasar modal dan membeli saham perbankan. Sektor perbankan sendiri dinilai menjadi ladang potensial menghasilkan uang dengan kinerja yang relatid stabil

Bahkan di era pandemi ini, saham perbankan cepat pulih kembali setelah sebelumnya ikut ambruk bersama pasar dunia. Bisa dikatakan jika sektor ini menjadi wajah dari kinerja pasar modal secara keseluruhan. Momen pandemi kemarin menjadi berkah tersendiri karena banyak saham yang harganya jadi lebih terjangkau.

Karena itu, banyak investor baru yang memanfaatkannya untuk bergabung dengan pasar saham. Kebanyakan diantaranya merupakan dari kalangan anak muda yang lebih melek dengan investasi. Terlebih lagi dengan berbagai kemudahan yang dihadirkan saat ini untuk berinvestasi saham. Kini milenial dimudahkan untuk menggunakan dananya membeli saham.

Investor milenial “mematahkan” pandangan mengenai investasi pasar modal yang dianggap rumit dan mahal. Menurut data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), dilansir dari Kumparan.com (02/07/2018), jumlah Single Investor Identification (SID) meningkat signifikan mulai tahun lalu.

Jumlah investor pasar modal usia 21-30 tahun: 26,24%, usia 31-40 tahun: 25,12%, usia 41-50 tahun: 23,02%, usia 51-60 tahun: 13,95%, usia 61-70 tahun: 5,81%, usia 71-80 tahun: 1,71%, dan sisanya di atas 80 tahun. Hal tersebut dipengaruhi oleh gerakan pemerintah “Yuk Nabung Saham” sejak tahun 2015, proses administrasi mudah, tersedia aplikasi saham di ponsel pintar, serta modal terjangkau.

Investasi pasar modal merupakan penanaman modal yang berhubungan dengan penawaran umum dan perdagangan efek (saham) dari suatu perusahaan (emiten). Misalnya membeli saham BCA (BBCA), berarti kamu menjadi salah satu pemiliknya. Tetapi beli saham BCA harus melalui perusahaan sekuritas.

Perusahaan sekuritas adalah perusahaan yang mendapatkan izin usaha dan pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Selanjutnya, perusahaan akan membeli saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai penyelenggara pasar bursa. Minimal pembelian saham adalah satu lot atau setara dengan 100 lembar.

Jika kamu sudah memiliki akun di perusahaan sekuritas, saatnya berburu saham yang untungnya berlipat-lipat. Saham mana yang harus dimiliki? Salah satu saham incaran investor datang dari industri perbankan.

Memang, ada anggapan bahwa saham perbankan memiliki harga tinggi. Ada benarnya, tetapi return atau keuntungannya pun tinggi. Untuk membidik saham perbankan, lihat emiten yang masuk Indeks LQ45 di BEI atau biasa disebut saham blue chip.

Saham blue chips perbankan yang bisa dimiliki oleh investor milenial antara lain:

  1. Bank BCA (BBCA): Awal BBCA di lantai bursa dijual 2,775 pada tahun 2000-an. Sekarang BBCA berada pada angka 30,200 per lembar. Siapa yang tak mau keuntungan berlipat ganda?
  2. Bank BNI (BBNI): BEI baru saja merilis daftar emiten yang masuk IDX Value30, yaitu indeks yang memiliki valuasi harga yang relatif rendah dengan kinerja keuangan dan likuiditas transaksi yang baik. BBNI masuk daftar tersebut. BBNI berada pada angka 7,925.
  3. Bank BRI (BBRI): BBRI merupakan emiten perbankan yang memiliki total aset dan laba terbesar saat ini. Kamu pun berkesempatan menjadi salah satu pemegang saham BBRI dengan menggelontorkan 4,300.
  4. Bank BTN (BBTN): Di antara harga saham emiten perbankan, BBTN bisa kamu miliki hanya dengan 2,300. Terjangkau kan?
  5. Bank Mandiri (BMRI): Semester I-2019, BMRI memperoleh laba bersih Rp13,5 triliun. Laba tersebut naik 11% dari tahun sebelumnya. Saham BMRI bisa kamu peroleh dengan harga 7,400.

Saham perbankan memang selalu jadi rekomendasi terbaik untuk emiten yang aman dan menguntungkan. Namun memang harus diakui harganya merupakan salah satu yang paling mahal. Terlebih lagi jika kamu berminat dengan saham PT Bank Central Asia (BBCA).

Apakah modal yang dikeluarkan sebanding dengan keuntungannya? Cek pertimbangannya di bawah ini

Saham BCA Selalu Direkomendasikan Bagi Pemula, Bagaimana Keuntungannya?

Masukkan saham PT bank Central Asia Tbk (BBCA) dan saham kategori blue chip lainnya ke dalam daftar belanjamu. Mereka layak dijadikan lahan investasi. Karena emiten di atas memiliki pendapatan stabil, ekuitas (modal) tumbuh, dan liabilitas (utang) tidak banyak.

Biasanya, saham blue chip memberikan dividen (laba atau pendapatan perusahaan) setiap tahun kepada para investor. Namun perlu kamu ingat, semakin besar laba yang diinginkan, semakin besar pula risikonya. Begitu pula jika kamu saat ini sedang mempertimbangkan saham BCA masuk dalam portofoliomu.

Untuk diketahui, saham BCA saat ini memuncaki daftar saham big cap dengan market cap Rp751,36 triliun. Perubahan susunan daftar perusahaan kategori big cap memang berubah namun BCA tetap kokoh menjadi jawaranya. Adapun, perubahan ini terjadi karena pemerintah menggelontorkan stimulus sebanyak mungkin untuk mengangkat daya beli dan konsumsi masyarakat.

Pendekatan Modern Money Theory atau Teori Moneter Modern tampaknya menjadi pilihan. Kondisi ini membuat kinerja saham emiten-emiten big cap alias emiten dengan kapitalisasi pasar (market capitalization/market cap) besar di atas Rp 100 triliun pun terpengaruh.

Harga saham BCA pada penutupan perdagangan 28 Juli 2020 ada di level Rp 30.925 per lembar. Emiten ini menjadi salah satu yang paling banyak dibeli investor asing dengan nilai beli bersih sebesar Rp 7 miliar. Hal ini menjadi penanda jika performa BBCA tetap kokoh di tenga tren pasar modal Indonesia yang membaik.

Adapun, sebelumnya lima direktur BCA melakukan aksi jual saham pada periode 7 hingga 10 Juli. Transaksi itu diketahui dari surat laporan perubahan kepemilikan saham dari lima direktur BCA kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diunggah lewat keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI).

Kelima direktur BCA yang menjual sahamnya meliputi Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja, Direktur BCA Rudy Susanto, Direktur BCA Lianawaty Suwono, Direktur BCA Henry Koenaifi, dan Direktur Independen BCA Erwan Yuris Ang. Kelimanya, melepas saham dengan jumlah dan harga berbeda.

Dirut BCA Jahja Setiaatmadja tercatat melepas 100 ribu saham. Detailnya, sebanyak 50 ribu saham dijual pada harga Rp31.050 per saham di 9 Juli 2020. Kemudian, Jahja kembali menjual 25 ribu saham seharga Rp31.125 per saham dan sebanyak 25 ribu saham dengan harga Rp31.100 per saham.

Kedua transaksi tersebut dilakukan pada 10 Juli 2020. Dengan penjualan itu, maka kepemilikan saham Jahja sebelumnya 8.105.463 saham menjadi 8.005.463 saham usai transaksi.

Untuk Rudy Susanto, secara akumulasi ia melepas 199.500 saham pada 9 Juli 2020. Rinciannya, sebanyak 54.500 saham dijual seharga Rp31.025. Sedangkan, mayoritas saham yang dijual atau 145.500 saham dilego dengan harga Rp31.000 per saham. Dengan penjualan itu, maka kepemilikan saham Rudy sebelumnya 560.411 saham menjadi 360.411 saham usai transaksi.

Kemudian, Lianawaty Suwono secara total menjual 100 ribu saham pada 9 Juli 2020. Detailnya, 50 ribu saham seharga Rp31.050 per saham dan separuhnya seharga Rp31.025 per saham. Dengan penjualan itu, maka kepemilikan saham sebelumnya 274.186 saham menjadi 174.186 saham usai transaksi.

Selanjutnya, Henry Koenaifi secara akumulasi melepas 210 ribu saham. Detailnya, 100 ribu saham seharga Rp29.925 per saham dan 100 ribu saham seharga Rp29.950 per saham. Kedua transaksi itu terjadi pada 7 Juli 2020. Kemudian, pada 8 Juli 2020 ia kembali menjual 10 ribu saham seharga Rp30.750 per saham. Dengan penjualan itu, maka kepemilikan saham sebelumnya 1.118.098 saham menjadi 908.098 saham usai transaksi.

Terakhir Erwan Yuris Ang tercatat menjual 50 ribu saham di harga Rp31.150 per saham pada 10 Juli 2020. Dengan penjualan itu, maka kepemilikan saham Jahja sebelumnya 1.319.131 saham menjadi 1.269.131 saham usai transaksi.

Namun, kelima petinggi bank BUKU IV tersebut tidak merincikan tujuan transaksi penjualan saham. Langkah ini sempat membuat gempar pasar saham karena mengindikasikan adanya motif tertentu di balik penjualan tersebut. Sejumlah nama yang bertanggung jawab atas kinerja BCA ini jelas punya pertimbangan tersendiri.

Saham BBCA, Paling Stabil Dibandingkan Lainnya

Untuk kamu ketahui dan pertimbangkan lebih lanjut, pergerakan harga saham Bank BCA (BBCA) tercatat paling stabil dibandingkan emiten perbankan lainnya karena dipengaruhi oleh sejumlah faktor.

BBCA juga mencatatkan, rasio harga saham dengan laba bersih per saham (Price Earning Ratio/PER) dan rasio harga saham per nilai buku (price to book value/PBV) masing-masing sebesar 22,84 kali sedangkan PBV tercatat sebesar 3,75 kali. Artinya, saat ini harga saham BBCA diperdagangkan dengan harga yang lebih mahal daripada nilai wajarnya.

Harga saham BBCA hanya tercatat mengalami penurunan drastis ketika market mengalami koreksi tajam seperti yang terjadi belakangan sebagai akibat dari sentimen virus corona. Selebihnya, ketika harga saham BBCA tercatat mengalami peningkatan, maka untuk menurunkannya perlu waktu lebih lama.

Hans memantau, jika saham BBCA naik 20 persen, tekanan yang ada hanya dapat menurunkan harga saham BBCA sebesar 7 persen. Kondisi ini membuatnya menilai BBCA memiliki liquidity provider yang menjaga harga saham tersebut. Harga emiten ini susah turun dan hanya terjadi jika market terkoreksi.

Ada sejumlah faktor yang membuat harga saham BBCA lebih stabil dibandingkan dengan emiten perbankan lainnya. Sebagai market leader, harga saham yang memang lebih mahal. Selain itu, BBCA juga memiliki aset fisik yang belum direvaluasi. Kondisi ini bisa menurunkan PER dan PBV ke angka yang lebih normal.

Untuk berbagai alasan inilah maka saham BCA selalu menjadi terdepan dan menjadi primadona bagi semua investor.

Artikel Terkait