Properti

Hindari Sengketa Tanah, Daftarkan Tanahmu Secara Online

sengketa-tanah

Ajaib.co.id – Kasus sengketa tanah merupakan suatu hal yang sering kita lihat menghiasi berbagai media di televisi. Hampir setiap kali ada proyek pembangunan di sebuah daerah, pasti ada saja pihak-pihak yang mengklaim uang ganti lahan hingga terjadinya kerusuhan.

Hal ini bukanlah rahasia umum lagi, melainkan memang kerap terjadi di Indonesia. Bahkan, tak jarang juga kita menemukan bahwa ada sebuah lahan yang dimiliki oleh beberapa orang dengan sertifikat tanah yang berbeda-beda.

Fenomena ramainya tuntut-menuntut kepemilikan tanah di masyarakat, tentunya membuat kita sebagai warga +62 harus lebih aware dengan isu ini, di mana penyebab utama dari maraknya kasus ini terjadi karena permasalahan legalitas.

Mengapa Legalitas Itu Penting dalam Kepemilikan Tanah?

Legalitas dari suatu lahan yang diklaim dimiliki oleh seseorang bisa dilihat dari sertifikat tanah tersebut. Perlu diketahui, ada sejumlah jenis sertifikat tanah yang perlu milenial ketahui berlaku di Indonesia.

Apa saja jenis sertifikat tanah tersebut? Yuk kita bahas satu per satu jenis sertifikat tanah yang diakui di Indonesia berikut ini:

  • Sertifikat Hak Milik (SHM)

Bagi milenial yang memegang jenis sertifikat tanah satu ini, jenis sertifikat ini adalah sertifikat tertinggi bagi kepemilikan sebidang tanah yang sah di mata hukum. Mengapa?

Karena Surat Hak Milik (SHM) ini punya keunggulan dibanding jenis surat tanah lainnya, ini dia keunggulannya:

  • Hak milik atas tanah dengan jangka waktu tidak terbatas alias seumur hidup.
  • Sertifikat Hak Milik (SHM) bisa milenial wariskan ke generasi ke generasi.
  • Selain hak milik seumur hidup, hak guna bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut juga berlaku seumur hidup.
  • SHM dapat digadaikan atau dijaminkan oleh milenial untuk memperoleh pinjaman.

Kekuatan hukum atas sertifikat ini bisa tidak berlaku jika tanah yang kamu miliki dimusnahkan atau jatuh ke tangan negara. Milenial yang ingin mendaftarkan kepemilikan tanah untuk jenis sertifikat ini, milenial harus punya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Selain kedua dokumen ini, milenial juga perlu melampirkan beberapa dokumen lainnya, misalnya KTP dan KK, SPPT PBB dan surat pernyataan kepemilikan tanah.

Sejumlah dokumen pendukung yang sudah disebutkan tersebut perlu kamu lampirkan saat mengurus SHM di kantor BPN. Jika luas tanah yang milenial punya di bawah 600 meter persegi, biaya pembuatan SHGB ke SHM sebesar Rp6 juta, sedangkan untuk luas tanah di atas 600 meter persegi akan memakan biaya sebesar Rp6,5 juta hingga Rp7,5 juta.

  • SHGB

Jika sebelumnya Sertifikat Hak Milik (SHM) merupakan bukti kepemilikan dari sebidang tanah dan juga bangunan yang berdiri di atasnya. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) ini memperbolehkan seseorang untuk memanfaatkan lahan orang lain untuk mendirikan sebuah bangunan sesuai izin yang disepakati.

Misalnya milenial yang membeli sebuah apartemen yang berdiri di atas negara. Di mana, milenial tidak bisa menetap di apartemen tersebut seumur hidup. Tetapi, ada jangka waktu penggunaan apartemen maksimal 30 tahun lamanya.

Bila batas hak guna bangunan apartemen sudah habis, milenial bisa mengajukan perpanjangan kembali, perpanjang SHGB ini akan diberikan maksimal 20 tahun.

  • Sertifikat Hak Pakai

Jenis sertifikat satu ini sama halnya seperti sewa-menyewa tanah atau properti. Hal ini umumnya kita jumpai di sebuah perusahaan kontraktor pertambangan yang mengelola sebuah lahan untuk ditambang. Dalam hal ini, perusahaan akan menggunakan hak pakai atas tanah negara untuk dikelola atau dikembangkan dengan masa pemakaian sesuai kesepakatan.

Bila masa pemakaian tersebut sudah selesai, pihak perusahaan juga perlu memperbaiki kerusakan alam yang ditimbulkan, misalnya menutup kembali lubang hasil penambangan, serta menanam kembali pepohonan di sekitarnya. Ini adalah contoh dari Sertifikat Hak Pakai.

  • Sertifikat Tanah Berbentuk Girik

Tanah adat adalah contoh dari sertifikat tanah berbentuk girik. Tetapi, kepemilikan tanah ini belum didaftarkan ke kantor BPN. Sehingga, jenis sertifikat tanah ini begitu lemah di mata hukum.

Contoh tanah adat misalnya lahan yang dimiliki oleh masyarakat Baduy di Desa Kanekes yang terletak di Kabupaten Lebak dengan luas 5136,8 hektar.

  • Sertifikat Hak Guna Usaha

Sertifikat tanah yang terakhir adalah Hak Guna Usaha (HGU), pemerintah memberikan hak ini kepada individu atau perusahaan untuk mengelola sebidang tanah untuk tujuan usaha. Misalnya perusahaan menggunakan tanah tersebut untuk perikanan, peternakan, dan jenis usaha lainnya dengan luas tanah minimal 5 hektar hingga 25 hektar.

HGU diberikan dalam jangka waktu maksimal 35 tahun, dan bisa diperpanjang sebelum 2 tahun masa berakhir, dengan opsi perpanjangan maksimal 25 tahun.

Kelima jenis sertifikat ini adalah bukti kepemilikan yang sah atas properti atau tanah di Indonesia, banyak kasus sengketa tanah yang terjadi di masyarakat gegara mereka tidak memiliki sertifikat-sertifikat di atas sesuai dengan kegunaannya.

Kurangi Sengketa Tanah, Pemerintah Berencana Melakukan Digitalisasi Seluruh Sertifikat Tanah pada 2025

Salah satu alasan mengapa hingga saat ini masih banyak saja terjadi sengketa tanah, lantaran masyarakat Indonesia masih kurang tertib dalam administrasi pertanahan, dan masih buruknya sistem pendaftaran tanah di BPN.

Oleh sebab itu, pemerintah mendorong masyarakat saat ini untuk mendaftarkan tanah yang dimiliki secara digital lewat situs resmi BPN dengan mengunggah sejumlah dokumen pendukung dan mengisi informasi pribadi. Pada 2019, sudah ada 11 juta tanah terdaftar dan 2020 sebanyak 7 juta tanah terdaftar. Di 2021, diharapkan jumlah tanah yang bisa disertifikasi digital menyamai pencapaian pada 2020 lalu.

Program ini didorong oleh BPN untuk membasmi mafia tanah yang marak memanfaatkan tanah yang belum didaftarkan. Serta, membantu masyarakat memberikan kepastian hukum terkait kepemilikan suatu tanah. Yang terutama adalah menghindari terjadinya sengketa tanah di masyarakat.

Artikel Terkait