Ajaib.co.id – Kamu mungkin sudah sering mendengar istilah FOMO alias “Fear of Missing Out“. Penyakit FOMO membuat trader kelewat berani mengejar saham yang sudah naik terlalu tinggi, sehingga malah berisiko dapat harga di pucuk. Ada pula masalah psikologi trader selain FOMO yang justru berdampak kebalikannya, yakni FOJI alias “Fear of Joining In“.
Ketika mengalami FOJI, trader takut untuk trading ataupun beli saham karena seribu satu alasan. Padahal, sistem trading yang digunakannya mungkin sudah menunjukkan sinyal beli.
Fenomena FOJI mirip dengan kegelisahan sebagian masyarakat era digital yang enggan memajang foto di media sosial, karena takut tidak ada yang mem-follow atau nge-likes. Padahal, mereka mungkin sudah punya keluarga dan teman-teman yang simpatik.
Mengapa Trader Mengalami FOJI?
Faktor utama penyebab FOJI adalah “recency bias” (bias retensi). Bias retensi merupakan kecenderungan untuk mengingat-ingat kejadian yang baru saja terjadi, meskipun kejadian itu mungkin sudah tidak relevan lagi atau malah tidak signifikan secara historis.
Contohnya, apakah kamu bakal berani menempuh jalan gelap yang melewati pemakaman setelah menonton film horor di bioskop? Sebagian orang bahkan tidak berani ke toilet sendirian gegara takut hantu, meskipun tahu bahwa makhluk gaib tidak akan serta-merta muncul di hadapan mereka.
Di dunia investasi dan trading, recency bias biasanya terjadi ketika kita membuat keputusan irasional karena terpengaruh oleh suatu peristiwa yang baru saja terjadi. Umpamanya karena baru saja rugi besar, kemudian ragu untuk trading lagi karena khawatir sedang sial. Atau segan untuk beli saham lagi setelah bursa saham tumbang, karena takut tren bearish masih berlangsung. Padahal, fluktuasi atau naik-turun harga di pasar saham itu wajar-wajar saja.
Hasil riset Cerulli Associates dalam BeFi Barometer 2020 menunjukkan bahwa 26% millenial mengalami recency bias. Persentasenya paling tinggi dibandingkan generasi X (22%) maupun Baby Boomers (17%). Silent Generation mencatat jumlah “penderita” terendah sebesar 11% saja. Agaknya, usia semakin muda maka semakin berisiko mengalami recency bias.
Terjadinya FOJI dapat membuat kita mengambil keputusan menyimpang dari rencana trading dan menghambat pencapaian target investasi. Lebih buruk lagi kalau setelah mengalami FOJI, lalu malah FOMO karena iri melihat teman trader untung besar dari rebound yang terjadi setelah harga saham jatuh. Dalam situasi seperti ini, kita bisa rugi dobel akibat FOJI dan FOMO.
Bagaimana Cara Mengatasi FOJI?
Dalam rangka mencegah FOJI, kita perlu berupaya menghindari recency bias. Ada beberapa taktik yang bisa dicoba untuk mencapainya.
Pertama, kamu harus punya sistem trading yang teruji dan komplet. Sistem trading yang komplet di sini berarti sistem itu punya rambu-rambu jelas untuk sinyal beli, take profit, stop loss, sekaligus indikator untuk mengonfirmasi sinyal yang muncul. Percayalah pada sistem trading yang sudah dibuat, lalu eksekusi jual-beli saham sesuai sistem.
Kedua, ubahlah perspektif ke kondisi pasar yang lebih luas. Buka grafik harga saham atau grafik IHSG dalam jangka panjang (periode bulanan atau mingguan), lalu lihat bagaimana harga bergerak naik-turun dari waktu ke waktu. Kamu juga bisa buka daftar Top Gainers vs Top Losers untuk memahami bahwa selalu ada saham yang naik dan turun setiap saat.
Bagaimana jika kedua strategi itu belum mampu mengentaskan rasa takut? Memang sewajarnya ada masalah psikologi trader yang dapat diatasi dengan mengubah perspektif kita, tetapi ada pula yang baru akan mereda setelah beberapa waktu berlalu. Jadi jika rasa takut masih membayangi, tidak ada salahnya libur trading dulu untuk sementara waktu.
Kamu juga perlu memahami bahwa instrumen investasi itu bukan hanya saham. Apabila bursa saham sedang jelek, kamu dapat beralih ke aset investasi lain seperti surat berharga pemerintah atau reksa dana. Asal tahu saja, obligasi dan reksa dana pendapatan tetap biasanya malah berkinerja unggul ketika bursa saham rontok.
Ibarat pepatah, “banyak jalan menuju Roma”. Demikian pula, banyak jalan menuju profit. Jangan mudah patah arang hanya karena bursa saham sedang merah merona. Selalu ada peluang untuk cuan lagi di lain waktu, asalkan kamu dapat melepaskan diri dari FOJI.