Ajaib.co.id – Ada sebuah kisah nyata yang diutarakan oleh investor ritel bernama Atong Darwizin. Beliau berkisah tentang kegagalan trading rekan sejawatnya akibat kurangnya pengelolaan emosi. Sebut saja trader tersebut bernama Pak Aming.
Pada tahun 2015, Pak Aming sempat cuan besar-besaran di saham-saham Bakrie, akan tetapi ujung-ujungya berakhir nahas juga. Bisa dibilang Pak Aming cukup pandai melakukan analisis teknikal. Dengan modal hanya Rp1 Miliar, Pak Aming berhasil mengembangkan modalnya tersebut menjadi Rp3 Miliar dalam waktu hanya dua tahun. Cuan yang diperolehnya tersebut direalisasikan dengan membeli sebuah rumah di kawasan Pantai Indah Kapuk.
Saham-saham yang berasal dari Grup Bakrie selama ini dikenal sangat berfluktuatif karena sering kali melakukan akrobat dengan aksi korporat yang tidak terduga sehingga merugikan investor dan trader. Oleh karenanya banyak yang berusaha menghindarinya, “Demi kesehatan jantung” kata orang.
Namun, Pak Aming justru melihatnya sebagai peluang. Liarnya pergerakan naik-turun dari saham-saham Bakrie justru menguntungkan bagi pak Aming. Saham-saham Bakrie dikenal juga sebagai saham B7, yang terdiri dari ELTY, BUMI, BNBR, dll.
Kesuksesannya rupanya telah membuatnya menjadi tidak rasional. Setelah sukses hingga mampu membeli rumah miliaran di Pantai Indah Kapuk beliau nekat menggunakan uang panas untuk trading. Beliau meminjam sejumlah uang untuk diperdagangkan di saham-saham B7. Padahal ada peraturan tak tertulis yang harus dilakukan semua trader yaitu “selalu gunakan uang dingin untuk trading”.
Rupanya di tahun berikutnya pak Aming kurang beruntung di saham-saham B7. Pak Aming saat itu berkali-kali cutloss/jual rugi hingga modal tradingnya habis. Ketika itu, Pak Aming seperti dikejar target. Karena beliau memperoleh modal trading dari pinjaman, beliau jadi punya tekanan mental untuk segera cuan dan membayar cicilan pinjamannya.
Pergerakan saham B7 yang liar dan tidak terduga tidak lagi menjadi sahabat bagi Pak Aming. Di akhir tahun Pak Aming melakukan bunuh diri. Beliau tidak kuat mendapat tekanan karena saham-sahamnya justru merosot, di sisi lain para penagih pinjaman berdatangan mengusik kedamaiannya dan keluarga.
Pak Aming adalah contoh ekstrem dari buruknya pengelolaan emosi saat trading. Beberapa menyayangkan karena banyak dari posisi tradingnya sebenarnya bisa membawanya untuk cuan. Hanya saja begitu turun sedikit pak Aming langsung memutuskan untuk cutloss. Rupanya analisis pak Aming sudah betul hanya saja beliau masuk ke dalam lubang psikologis yang sering diderita para trader.
Dr. Alexander Elder, seorang ahli psikologi dalam bukunya “Trading for a Living, Come Into My Trading Room” mengatakan bahwa ada tiga pilar dalam trading yang sukses, yaitu Money, Method dan Mind.
Yang dimaksud dengan Money adalah modal yang digunakan untuk trading dan manajemen penggunaan modal tersebut. Sedangkan Method adalah segala pengetahuan yang akan membantu kita untuk bisa berhasil dalam trading. Yang termasuk ke dalam Method termasuk analisis teknikal, fundamental, analisis lainnya dan informasi seperti aksi korporat dan lain sebagainya. Yang terakhir adalah Mind atau tentang psikologi seputar pengelolaan emosi saat trading.
Ketiga pilar tersebut teramat sangat penting, ketidakmampuan menguasai salah satunya akan berujung pada kegagalan trading. Sayangnya faktor psikologi tidak terlalu menjadi perhatian dan menjadi hal yang dikesampingkan. Padahal banyak kisah orang yang pandai menguasai berbagai analisis dan punya modal yang cukup banyak masih saja gagal trading karena kurang pandai mengelola emosi. Pak Aming yang tadi dikisahkan adalah salah satu yang tidak bisa mengelola emosinya.
Ada baiknya kamu mengenali jebakan psikologis yang kerap menjangkiti para trader agar kamu tahu kapan harus rehat sejenak dan mengevaluasi diri. Aniruh Sethi mengungkap empat jebakan psikologis ini dalam artikel yang terkenal berjudul “The Roller Coaster of Emotions For Stock Traders”, Berikut penjelasannya.
Jebakan Psikologis Trading yang Dialami Seorang Trader
Ada empat keadaan psikologis emosi yang mempengaruhi sebagian besar pengambilan keputusan para pelaku pasar di seluruh dunia, yaitu serakah, takut, berharap dan menyesal.
Greed/Serakah
Serakah didefinisikan sebagai keinginan memperoleh imbal hasil yang tidak realistis dalam waktu singkat. Ketika keserakahan mulai muncul, yang menjadi fokus adalah berapa banyak uang yang telah dan akan dihasilkan. Ketika ini terjadi maka biasanya logika tidak menjadi prioritas.
Mungkin kamu bingung mengapa investasi bodong yang dilancarkan oleh misalnya dukun yang beralih profesi sebagai pengelola investasi dana gaib Dimas Kanjeng bisa laris. Dimas Kanjeng yang katanya mampu membobol bank gaib mempromosikan kekuatan supranaturalnya melalui video yang sempat viral beberapa tahun ke belakang. Beliau mengaku bisa menggandakan uang tak tanggung-tanggung 100% dalam waktu bukan sebulan apalagi setahun melainkan sekejap mata saja.
“Habisnya saya kira beneran karena beliau kan sakti,” ujar Yanto yang mengaku sudah pernah berinvestasi di Dimas Kanjeng sambil tersenyum pasrah. Setelah diselidiki pihak berwajib barulah tersingkap bahwa Dimas Kanjeng melakukan praktek pembuatan uang palsu. Uang yang diperolehnya dari peserta investasi gaibnya ditukar dengan uang palsu sebanyak dua kali lipatnya.
Lalu ada MeMiles investasi bodong dengan skema ponzi, dan investasi-investasi lainnya dengan janji imbal hasil luar biasa. Perlu kamu ketahui dalam berinvestasi wajarnya pemilik modal investasi mendapat sekitar 6-20% saja per tahunnya. Itu karena memang sebesar itulah rata-rata kecepatan perusahaan dalam mengelola modal menjadi laba. Beberapa memang mencapai lebih atau kurang dari itu, tapi rata-ratanya adalah sekitar 6-20% saja per tahun. Kamu mesti realistis dengan tawaran yang terlalu “indah untuk jadi nyata”. Memang betul kita berinvestasi mengharapkan keuntungan, tapi sebaiknya tetap mengutamakan logika.
Keserakahan juga seringkali mencegah para trader untuk tidak segera menutup posisi setelah targetnya tercapai. “Ahh, masih bisa naik lagi” kilah mereka. Ketidakdisiplinan pada strategi trading bisa membuat kamu mengidap jebakan psikologis yang lainnya seperti Greed atau Fear.
Fear/Takut
Ini adalah jebakan psikologis yang lebih umum yang menjangkiti para pelaku pasar. Ketakutan didefinisikan sebagai emosi yang disebabkan oleh perasaan bahaya yang akan datang. Hal ini terlepas dari apakah ancaman itu nyata atau hanya imajinasi saja.
Ketakutan menyebabkan kepanikan, dan kepanikan menyebabkan pengambilan keputusan yang buruk. Indeks Dow Jones Industrial Average membutuhkan waktu 24 tahun dari 1983 hingga 2007 untuk naik dari 1000 menjadi 14200, tetapi hanya butuh dua tahun (2007-2009) untuk turun setengah dari nilainya. Ketakutan lebih kuat daripada keserakahan, itulah sebabnya harga indeks turun lebih cepat dibandingkan naiknya. Dalam kasus ekstrem orang-orang diketahui melompat dari gedung-gedung selama kepanikan pasar masa Great Depression di Wallstreet tahun 1929.
Ketakutan dibagi menjadi tiga yaitu Takut Rugi, Takut Untung dan Takut Salah. Takut Rugi adalah keadaan di mana turun sedikit langsung tutup posisi dalam keadaan rugi, padahal naik-turun/fluktuasi adalah hal yang umum terjadi. Sedangkan Takut Untung adalah keadaan di mana harga saham naik sedikit langsung direalisasikan, posisi ditutup karena takut turun lagi.
Sedangkan Takut Salah biasanya diidap oleh orang-orang yang belum memiliki bekal ilmu yang cukup untuk menganalisis sendiri. Sehingga ketika posisinya sedang floating loss/merugi namun belum direalisasikan trader ini akan merasa tidak percaya diri dan takut salah. Trader-trader yang mengidap Takut Salah biasanya berguru ke banyak orang, mengikuti banyak seminar dan memiliki banyak buku namun ketidakpercayaan kepada dirinya sendiri mengakibatkan dirinya masih saja bergantung pada orang lain.
Untuk menghindarinya kamu harus punya strategi. Kamu harus memiliki rencana trading. Sebelumnya kamu harus belajar dulu sehingga strategi yang akan kamu terapkan bisa kamu percayai. Kepercayaan diri memang identik dengan trading. Karena trading artinya kamu mempertaruhkan modal yang kamu investasikan karena kamu melihat adanya peluang di sana.
Dengan sistem trading yang ada maka trading-mu akan bebas dari emosi. Kamu akan sanggup menutup perdagangan yang merugi jika ternyata situasi berkembang di luar rencana. Kamu juga akan sanggup menahan posisi trading jika sedang profit karena kamu patuh pada rencana tradingmu.
Hope/Harapan
Kalau yang satu ini biasanya diidap oleh trader profesional atau trader yang sudah memiliki nama besar. Jika situasi berkembang di luar dari yang direncanakan, seperti misalnya terjadi keadaan kahar, maka trader papan atas biasanya gengsi untuk menutup posisinya dalam keadaan merugi.
Trader yang terlalu sering merugi juga sering berharap pada saham-sahamnya. Mereka berharap untuk memulihkan kerugian di masa lalu. Jenis pemikiran ini berbahaya karena pasar tidak peduli pada harapanmu.
Jika keadaan sudah berkembang di luar yang direncanakan semestinya kita mengambil tindakan untuk segera mengakhirinya dan bukannya berharap. Kamu harus menerima kenyataan bahwa “pasar selalu benar”.
Regret/Menyesal
Penyesalan didefinisikan sebagai perasaan sedih atau kekecewaan atas sesuatu yang telah terjadi atau telah dilakukan. Sering sekali para pelaku pasar mengatakan bahwa mereka menyesal telah keluar lebih dahulu, karena ternyata sahamnya masih naik lagi. Atau juga menyesal karena tidak membeli suatu saham yang diyakininya akan naik.
Adalah wajar bagi seorang trader saham untuk menyesali yang telah lalu. Tetapi yang penting sebagai seorang trader adalah tidak terlalu fokus pada kehilangan momen atau peluang yang terlewat. Jika kamu merugi, maka kamu harus mengevaluasi apa yang salah dan terus maju lagi.
Selain pelajaran yang didapat dari evaluasi setiap trading, tidak ada gunanya menghabiskan waktu lebih lanjut menyesali keputusan tradingmu. Sudah menjadi sifat manusia untuk merasa menyesal ketika ada peluang yang terlewatkan. Jika kamu melewatkan trading yang sukses, maka kamu harus beralih ke peluang trading yang berpotensi berikutnya.
Masalah tentang penyesalan seringkali tidak sesepele itu. Jika seorang trader sering menyesal maka akan ada “pembalasan dendam” di kemudian hari untuk bertindak lebih agresif. Jika sudah demikian maka biasanya manajemen trading menjadi kacau.
Dalam manajemen trading yang baik rasio peluang profit dan risiko diperhitungkan dengan baik. Biasanya risiko banding peluang untung adalah satu banding satu, bisa juga tergantung pada puncak dan lembah sebelumnya. Dengan memasukkan faktor emosi penyesalan, kamu akan tinggalkan itu semua dan masuk posisi trading dengan mengandalkan intuisi. “Mestinya tadi beli, tapi ngga apa-apa. Sekarang beli lagi aja soalnya ada feeling bagus nih” kita akan sering dengar hal ini di forum-forum saham yang intim seperti di grup saham di WhatsApp yang beranggotakan 30 orang saja.