Saham

Value Investor Saham Juga Cutloss, Begini Aturannya

Apa Itu Waperd

Ajaib.co.id – Kalau kamu membeli sebuah saham dengan prinsip di bawah harga wajarnya, maka kamu tergolong ke dalam value investing. Sayangnya sering kali untuk menjadi seorang value investor banyak sekali ujiannya.

Kita mengetahui bahwa IHSG menghijau dalam beberapa hari terakhir, namun ternyata yang naik bukan saham-saham bluechip namun saham-saham lapis dua dan tiga. Di saat inilah value investor biasanya diuji, saham-saham yang dinilai baik justru harga sahamnya kalah lincah. Saat ini muncul pertanyaan seperti  “Apakah prinsip cutloss juga diterapkan dalam value investing?” Untuk yang belum tahu, cutloss artinya merealisasikan posisi kerugian dalam investasi atau singkapnya jual rugi.

Investor yang membaca buku Joel Greenblatt yang berjudul Little Book That Beats the Market pastinya ingat kata-kata beliau bahwa mengalahkan market itu tidak jadi suatu kewajiban. Hal itu karena portofolio dengan saham-saham berfundamental baik suatu saat akan berkembang jauh mengalahkan market. Greenblatt membuktikannya, berbekal perhitungan Discounted Cash Flow beliau mengalahkan market dengan pertumbuhan portofolio compounding 50% setiap tahunnya dari 1985 hingga 1994 dan menjadi salah satu legenda saham di dunia.

Dalam satu atau dua tahun portofolio Greenblatt pernah dikalahkan market namun secara keseluruhan hasil saham-saham pilihannya memberikan reward yang luar biasa kepadanya. Apakah beliau cutloss saham-sahamnya di tahun 1989 saat market sedang jelek? Tidak, ia malah menambah porsi kepemilikannya. Apakah itu berarti seorang value investor tidak boleh cutloss? Jawabannya tentu saja boleh, yaitu saat fundamentalnya sudah tidak berada di jalurnya lagi. Mari kita lihat contohnya; saham AISA.

Kisah Saham Bagus Berakhir Pilu – Tiga Pilar Sejahtera Tbk. (AISA)

AISA adalah salah satu saham yang pernah diagungkan sebagai saham berfundamental baik. Dengan pertumbuhan pendapatan 20% per tahun, produk yang baik sekali, apa yang bisa salah dengan AISA?

Ternyata keburukannya ada pada rincian aktivitas pertumbuhannya. Kita mengetahui ada dua cara sebuah perusahaan ekspansi/bertumbuh yaitu secara organik atau anorganik. Organik artinya bisnis utamanya bertumbuh secara linear. Sedangkan anorganik artinya tumbuh dengan mengakuisisi perusahaan lain.

Sayangnya pertumbuhan secara anorganik sering sekali berakhir buruk jika dilakukan pada bidang-bidang yang tak dikuasai emiten. Di 2015-2016, AISA resmi mengakuisisi perusahaan kelapa sawit. Sebelumnya AISA hanya berfokus pada bisnis makanan saja seperti bihun dan mie kering, makanan ringan, dan lain sebagainya. Lalu berkembang ke bisnis beras, menjadikannya memiliki divisi beras yang ternyata laku keras dengan branding sebagai beras premium. Kemudian kelapa sawit, rupanya divisi yang ini justru menjadi awal malapetaka bagi AISA.

Coba-coba ekspansi yang berakhir pahit dimulai sejak divisi kelapa sawitnya merugi dan menyeret buruknya laporan keuangan AISA secara keseluruhan. Bagai peribahasa “Sudah jatuh tertimpa tangga”, di tahun 2018 AISAkembali diterpa musibah. Beras premium yang diproduksinya ternyata dioplos dengan beras kualitas menengah. Permainan ini dilakukan oleh PT IBU yang berada di bawah AISA sebagai anak perusahaan.

Coreng di wajah AISA membuatnya tak punya pilihan lain selain menjual divisi beras dan kelapa sawitnya. Di sini pendapatan AISA berkurang drastis sedangkan utangnya AISA sudah menggunung minta dilunasi. Sahamnya turun dari Rp2000 per lembar hingga ke Rp200-an saja.

Apa yang salah? Ternyata selama ini banyak investor “kecolongan”, mereka tidak lekat-lekat memperhatikan bahwa utang AISA telah menggunung akibat akuisisi yang terus saja dilakukan AISA. Akuisisi ini ternyata tidak dilakukan linear dengan apa yang sudah dilakukan sebelumnya; yaitu berusaha di bidang makanan saja. Akuisisinya dilakukan diluar bidang yang dikuasainya, akibatnya AISA merugi.

Sebenarnya di tahun 2017 kuartal III hal ini sudah terlihat salah, bagaimana mungkin AISA bisa melunasi utangnya? Duitnya dari mana sedangkan pendapatan berkurang karena kedua divisinya dijual dan belum ada yang membeli? Hingga 2018 bulan Mei, AISA masih kocar-kacir kesulitan mencari pembeli divisi usahanya dan akhirnya utang AISA kepada para pembeli sukuk ijarahnya tak terbayarkan.

Di bulan kuartal III 2017, harga saham AISA adalah sekitar Rp1000 sudah turun setengahnya sejak tahun sebelumnya. Ini adalah saat di mana bau tidak sedap dari AISA mulai tercium dan semestinya para investor sudah bisa menjual saham AISA miliknya.

Semestinya Cutloss tidak menjadi momok bagi para investor apabila ternyata fakta di lapangan menyatakan demikian. Hal ini juga disarankan oleh salah satu legenda pasar saham bernama Philip Fisher.

Beda Cutloss Trader dan Investor

Penting diingat bahwa alasan untuk cutloss bagi investor tidaklah sama dengan trader. Pasalnya indikator yang digunakan keduanya berbeda. Trader akan menjual sahamnya jika indikator osilatornya menunjukkan jenuh beli.

Sedangkan investor akan menjual sahamnya jika kinerja perusahaan di balik saham tersebut mulai menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Jika pendapatan mulai menurun diiringi dengan utang yang membesar itu juga bisa jadi salah satu sinyal untuk menjual saham bagi investor.

Trader berfokus pada arah harga secara jangka pendek. Beberapa trader juga menerapkan stop loss ketat misalnya 5%; turun 5% langsung sell, begitu. Sedangkan investor akan senang jika harga sahamnya merosot selama kinerjanya masih tetap sama. Namun hal itu bukan berarti menjadi seorang investor kamu harus anti dengan yang namanya Cutloss/Jual rugi.

Philip Fisher telah menjelaskan hal ini dengan baik dan akan dijelaskan dengan secara lebih mudah seperti di bawah ini;

Kapan Harus Menjual?

 Sebelum kamu terburu-buru Cutloss posisi kamu, tanyakan hal ini dahulu kepada dirimu;

  • Apakah Ternyata Evaluasi Saya Salah? Apakah Analisis Saya Melewatkan Sesuatu?

Apakah ternyata bisnisnya tidak berjalan dengan baik? Atau manajemennya ternyata buruk?

Seperti AISA, mungkin saja evaluasi kamu kurang teliti di awal sebelum membeli. Kamu tidak memperhatikan bahwa ekspansinya mungkin berakhir buruk karena dilakukan dengan mengakuisisi bisnis diluar kemampuannya.

Jika ternyata benar analisis kamu salah maka jual segera sahammu.

Jika tidak, maka lanjut ke pertanyaan kedua;

  • Apakah Ternyata Ada Perubahan ke Arah yang Lebih Buruk?

Apakah ternyata industrinya melemah, seperti nasib perusahaan telepon umum swasta saat dunia mulai disesaki telepon genggam? Apakah bisnisnya memburuk? Apakah kualitas manajemennya memburuk karena anggota direksi yang baru kurang cakap? Apakah pengelolaan modalnya memburuk?

Jika kamu sudah teliti di awal dan sudah melakukan analisis yang baik, namun di tengah-tengah ternyata emiten kamu berubah haluan ke arah yang tidak lebih baik, maka segeralah jual sahammu.

Jika semuanya masih baik-baik saja, tidak ada perubahan ke arah yang lebih buruk maka lanjutkan dengan menjawab pertanyaan berikut ini;

  • Butuh Tunai Cepat/ Ada Saham Lain yang Lebih Menarik Tapi Modal Saya Terbatas

Apakah kamu sedang memerlukan uangmu untuk hal mendesak? Apakah kamu melihat saham lain yang sangat menarik dan harus dengan berat hati menjual sahammu namun kamu sudah terlanjur membelikan sebagian besar modalmu untuk beberapa saham saja?

Jika ya, segera jual saja sebagian atau seluruh sahammu.

Jika tidak juga maka apakah alasanmu untuk menjual karena salah satu dari alasan-alasan di bawah ini?

  1. Karena sudah naik tinggi sejak saya beli.
  2. Karena sahamnya naik terlalu cepat.
  3. Saya melihat tanda-tanda akan koreksi/turun, maka saya akan jual sekarang dan membeli lagi nanti di di harga bawah.
  4. Saja menjual selagi sempat sebelum saya kehilangan profit saya.

Jika salah satu dari keempat hal dari di atas adalah alasanmu untuk menjual, maka itu adalah  ALASAN BURUK BAGI INVESTOR UNTUK MENJUAL. Mengapa begitu?

Karena tidak ada istilah terlalu tinggi atau rendah, saham yang sudah naik banyak bisa naik lebih tinggi. Saham yang sudah turun masih bisa lebih jatuh lagi. Jangan terlalu fokus pada harganya saat ini tapi pada prospeknya ke depan.

Sebagai seorang investor kamu sangat ditekankan untuk berfokus melihat bisnisnya, apakah bisnisnya punya peluang  naik atau turun di tahun-tahun mendatang.

Arah harga saham tidaklah penting bagi seorang investor nilai, yang paling penting adalah kemana bisnisnya mengarah maka harganya nanti akan naik menyesuaikan.

“Jika pekerjaan rumah sudah dilakukan dengan baik sebelumnya maka saat sebuah saham sudah dibeli kamu mungkin tidak perlu  menjualnya sama sekali”

-Philip Fisher-

Alasan Yang Bagus Untuk Menjual Bagi Value Investor ; Overpriced

  • Apa itu Overpriced/ Melebihi harga wajarnya? Bisnis yang bagus dengan kekuatan memperoleh pendapatan yang terus meningkat kebanyakan akan terlihat Overpriced. Jangan melihat hanya P/E nya saja tapi pertimbangkan juga berapa lama saya akan mendapat imbal hasil dengan membelinya.
  • Jika perusahaan akan berkembang empat kali lipatnya dalam 10 tahun mendatang, apakah masalah jika hari ini harganya overpriced sekitar 50% nya? Tentu tidak.
  • Jika perusahaan memiliki tingkat pertumbuhan yang stabil atau bahkan tinggi, maka akan cukup sulit menemukan harga wajar yang presisi untuk sahamnya.

Jika kamu punya alasan yang bagus untuk menjual, maka JUAL SEGERA!

Jangan buat alasan untuk tidak menjualnya jika alasan utama mengapa dahulu saya membeli nya sudah hilang. Jika saya membuat kesalahan saat membuat analisis, saya akan menerimanya dan saya akan menelan harga diri saya, menjualnya dan lanjutkan rutinitasmu.

Dalam melakukan penjualan, seorang investor yang mengandalkan analisis fundamental dianjurkan untuk melepas sahamnya dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini;

  • Overvalued. Saat sebuah saham sudah kemahalan menurut perhitungan harga wajarnya maka seorang investor disarankan merealisasikan keuntungannya atau Take Profit.
  • Porsi dalam portofolio terlalu besar. Mungkin dalam sekali waktu ada kalanya begitu sukanya ia dengan suatu saham ia membelanjakan sebagian besar cash dalam portofolionya untuk satu saham itu saja. Lalu di suatu ketika, ada saham lain yang kinerjanya mulai membaik seperti rasio utang yang mengecil, marjin laba kotor yang meningkat, dll. Biasanya di saat itulah seorang investor disarankan untuk menjual sebagian porsi sahamnya sebelumnya baik dalam keadaan untung maupun rugi untuk membeli saham incarannya yang baru.
  • Fundamental suatu saham berubah menjadi buruk. Mungkin bukan rahasia bahwa banyak investor yang memperlakukan sahamnya bak seorang kekasih. Sehingga ketika sahamnya berubah secara fundamental misalnya penjualan menurun, dan lain sebagainya seorang investor bisa keras kepala untuk tidak melepasnya. Karena memang kalau sudah cinta mau bagaimana lagi. Namun sebaiknya jangan begitu, saham bukanlah istri atau suami yang harus dipertahankan seumur hidup. Kalau kinerjanya memburuk, seperti AISA misalnya maka kamu disarankan untuk Cutloss/jual rugi.

Jika kamu sedang berpikir untuk menjual rugi saham-sahammu, kamu perlu tahu apakah saham-sahammu memang harus dilepas. Berikut adalah ciri-ciri jika sebuah emiten sudah semakin tidak menarik;

  • Pendapatan menurun dan Rugi berturut-turut.
  • PHK karyawan besar-besaran
  • Perubahan jajaran manajemen secara mendadak.
  • Pemegang saham mayoritas mengurangi porsi sahamnya dalam jumlah besar.
  • Penjualan aset non lancar besar-besaran.
  • Arah bisnis berubah haluan atau akuisisi tidak sinergis/diluar bidang yang dikuasainya.

Jika kamu sudah disarankan untuk menjual namun kamu masih Ragu? Maka kembalilah ke pertanyaan awal dan ulangi semua;

Artikel Terkait