Berita

Potensi Efek Domino Kasus Evergrande bagi Saham Indonesia

efek-domino

Ajaib.co.id – Bursa saham global awal pekan ini kalang kabut akibat merebaknya masalah gagal bayar utang Evergrande, sebuah perusahaan properti raksasa asal Tiongkok. Sejumlah pihak khawatir kalau gagal bayar Evergrande dapat menimbulkan efek domino global seperti halnya kasus kebangkrutan Lehman Brothers pada tahun 2008.

Benarkah demikian? Dan bagaimana pula dampak krisis utang Evergrande untuk saham Indonesia? Mari kita gali masalah ini mulai dari kasus apa yang tengah dihadapi oleh Evergrande.

Masalah Utang Evergrande

Evergrande adalah perusahaan pengembang real estate yang berbasis di Shenzhen. Didirikan pada tahun 1996, perusahaan bertumbuh pesat hingga menggarap 1.300 proyek di 280 kota. Evergrande juga berekspansi ke beragam bisnis lain, mulai dari mobil listrik sampai tim sepak bola dan taman bermain. Tapi, ekspansinya bermodalkan dana hasil pinjaman.

Evergrande sekarang punya liabilitas sebesar lebih dari USD300 miliar. Perusahaan juga tercatat sudah menjual 1,4 juta apartemen yang belum rampung, dengan nilai total sekitar USD200 miliar.

Demi mengurangi kewajiban-kewajibannya secara bertahap, perusahaan mulai membayar utang-utangnya dengan melepas proyek-proyek yang belum selesai kepada kontraktor dan pengembang lain. Tapi itu saja belum cukup, karena aset belum tentu terjual tepat waktu dan dengan jumlah yang memadai untuk melunasi utang.

Masalah Evergrande mulai mengemuka pada tahun 2020 ketika pemerintah Tiongkok mulai mengetatkan peraturan bagi perusahaan-perusahaan yang punya utang terlalu besar. Semakin banyak utang perusahaan, otoritas semakin membatasi aksesnya untuk memperoleh pinjaman anyar. Ketika Evergrande tak lagi mampu “gali lubang, tutup lubang” akibat pembatasan tersebut, terlahirlah krisis utang ini.

Otoritas Tiongkok pekan lalu mengatakan bahwa gagal bayar Evergrande dapat berdampak luas. Dalam hari-hari berikutnya, para pengamat pasar global bahkan menilai kalau imbasnya bisa merembet ke skala global.

Apabila Evergrande kolaps, pihak-pihak yang pertama kali terdampak adalah para pelanggan, kreditur, dan investornya. Sekitar sejuta orang terancam gagal mendapatkan apartemen yang telah dibelinya -karena proyek Evergrande belum rampung. Harga properti Tiongkok terancam ambrol. Belum diketahui pula bagaimana dampaknya kelak bagi bisnis Evergrande di luar bidang properti yang kemungkinan bakal terpaksa dijual murah demi melunasi utang-utangnya.

Krisis seperti itu dapat menghantam minat belanja masyarakat Tiongkok, sekaligus mengurangi agresivitas perusahaan properti dan lembaga keuangan Tiongkok. Padahal, Tiongkok telah menjadi destinasi ekspor utama bagi perusahaan-perusahaan multinasional. Investor-investor Tiongkok juga berjasa menggenjot pertumbuhan pesat di berbagai negara.

Efek Domino Krisis Utang Evergrande

Apabila krisis tak tertangani dengan baik oleh pemerintah Tiongkok, pertumbuhan ekonomi bakal melambat. Pada tahap selanjutnya, pihak yang bakal paling terdampak adalah saham-saham komoditas dan para eksportir yang memiliki pangsa pasar utama di Tiongkok.

Nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok mencapai USD26,2 miliar dolar pada semester I/2021, atau meningkat 51,4% dibandingkan semester I/2020. Beberapa produk ekspor utama Indonesia ke Tiongkok antara lain bahan bakar mineral (batu bara), besi baja, lemak dan minyak hewani/nabati, pulp dari kayu, berbagai bahan kimia, ikan dan udang, tembaga, serta kayu dan barang olahannya.

Pada skala global, Tiongkok selama ini telah menjadi pembeli komoditas logam dan bahan bakar utama dunia. Karenanya, perlambatan ekonomi Tiongkok bisa berimbas pada penurunan permintaan dan harga komoditas logam dan bahan bakar.

Gagal bayar utang oleh sebuah perusahaan properti raksasa juga dapat membuat perbankan lebih berhati-hati dalam penyaluran pinjaman ke proyek properti, sehingga mengekang pertumbuhan sektor ini dan bidang-bidang terkait. Namun, semua skenario buruk ini belum tentu terjadi.

Sejumlah berita di media massa mengatakan bahwa kasus Evergrande bisa jadi bakal memberikan efek domino seperti kasus Lehman Brothers. Tapi, para analis menilai imbas Evergrande takkan sebesar Lehman Brothers. Ada banyak perbedaan di antara kedua perusahaan raksasa itu.

Pertama, Lehman Brothers merupakan perusahaan keuangan yang aset riil-nya sangat minimal. Sedangkan Evergrande merupakan perusahaan properti yang masih punya banyak aset yang dapat dijual. Aset Evergrande terutama berupa proyek pembangunan perumahan dan tanah senilai lebih dari 1,4 triliun yuan (USD220 miliar).

Kedua, pemerintah Tiongkok memiliki peran lebih menonjol daripada pemerintah AS dalam industri keuangan maupun real estate domestik. Seandainya pun harga properti Tiongkok jatuh akibat krisis tersebut, pemerintah setempat dapat bertindak sebagai pembeli untuk menstabilkan harga.

Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath kemarin mengatakan kepada Reuters bahwa lembaganya meyakini, “China punya alat dan ruang kebijakan untuk mencegah (kasus Evergrande) ini menjadi suatu krisis sistemik.”

Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia bulan September 2021 menyinggung sedikit tentang potensi dampak masalah Evergrande bagi pasar modal Indonesia. Gubernur BI Perry Warjiyo mengakui bahwa kasus Evergrande dapat menimbulkan ketidakpastian global. Namun, pengaruhnya bagi Indonesia lebih bersifat eksternal daripada domestik.

Bank Indonesia meyakini pasar modal akan semakin mencerminkan kondisi fundamental domestik daripada global, seiring dengan perbaikan ekonomi di dalam negeri. Krisis utang Evergrande juga diperkirakan takkan berdampak signifikan bagi Surat Berharga Negara (SBN) dan kurs rupiah.

Kesimpulan

Jadi, perlukah investor dan trader mewaspadai dampak krisis utang Evergrande bagi saham-saham di pasar modal Indonesia? Bertindak hati-hati itu perlu, tetapi kita tak perlu cemas secara berlebihan.

Efek domino hanya akan sampai ke Indonesia jika Evergrande benar-benar mengalami pailit dan mengakibatkan imbas yang meluas ke pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Saat ini, Evergrande baru pada tahap “terancam gagal bayar”. Efek domino apa pun yang diperbincangkan oleh pasar dan para pakar masih dalam tahap “prakiraan”. Pemerintah Tiongkok mungkin saja turun tangan memberikan bantuan tertentu untuk mengatasinya.

Dalam rangka berhati-hati, investor dan trader sebaiknya selalu siap sedia cash yang memadai dalam RDN. Jika krisis benar-benar terjadi, kamu dapat memanfaatkan cash untuk average down pada saham-saham bagus yang sedang terdiskon.

Jika krisis tak terjadi, kamu juga dapat memanfaatkan cash sebagai dana cadangan untuk menghadapi ancaman krisis lain di kemudian hari.

Artikel Terkait