Ekonomi, Investasi, Saham

Faktor Ekonomi Makro Terhadap Nilai Investasi Saham

Ajaib.co.id – Beberapa hari terakhir, media dan pelaku ekonomi meributkan potensi resesi yang akan dialami oleh mayoritas negara di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tapi tenang, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun 2020 ini tidak sampai minus, kok. 

Data dari Badan Pusat Statistik atau BPS menunjukkan besaran produk domestik bruto atau PDB pada periode triwulan pertama tahun 2020 mampu tumbuh sebesar 2,97 persen secara tahunan meskipun sudah dihadang oleh penyebaran virus corona pada bulan Maret 2020. 

Capaian ini memang melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama tahun 2019 yakni sebesar 5,07 persen, namun tidak sampai dalam posisi minus seperti yang dilaporkan oleh negara-negara seperti Singapura, Korea Selatan, atau bahkan Hongkong sehingga membuat negara-negara tersebut resmi resesi memasuki semester kedua tahun 2020.

Nah, apa sih yang dimaksud dengan resesi? Mengapa kita seakan-akan dihantui oleh sentimen tersebut? Dan apakah faktor ekonomi tersebut bisa menggerus nilai investasi termasuk di dalamnya instrumen saham?  

Resesi Ekonomi

Berdasarkan Detik, resesi ekonomi berarti situasi di mana pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari data produk domestik bruto mengalami kontraksi hingga berada pada level minus selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. 

Singapura pada pertengahan Juli lalu mengumumkan bahwa negara tersebut secara resmi resesi setelah mengumumkan pertumbuhan ekonomi negatif pada dua kuartal pertama tahun 2020. 

Pada kuartal pertama, Singapura mencatatkan kontraksi ekonomi yakni minus 0,7 persen, hal ini kembali diperparah dengan anjloknya pertumbuhan ekonomi negara singa tersebut hingga minus 41,2 persen pada periode kuartal kedua tahun 2020. Kebijakan circuit breaker yang mewajibkan warga negara Singapura untuk tinggal di rumah dinilai sangat mempersulit ruang gerak layanan bisnis domestik. 

Nah, Badan Pusat Statistik pada Rabu (5/8) juga baru saja mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua tahun ini mencatatkan pertumbuhan negatif yakni minus 5,32 persen. 

Berdasarkan sumber Kontan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kontraksi tersebut diakibatkan oleh kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB yang akhirnya membuat aktivitas ekonomi nyaris tidak bergerak. Hal ini membuat konsumsi masyarakat sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini, tidak mampu mencatatkan pertumbuhan positif pada periode tersebut. 

Sehingga, hal ini bisa berarti, Indonesia kemungkinan akan masuk ke jurang resesi andaikata pertumbuhan ekonomi juga berada pada posisi minus pada kuartal ketiga tahun ini. Lalu apakah faktor ekonomi makro tersebut sangat mengkhawatirkan hingga bisa menggerus nilai investasi saham? 

Faktor Ekonomi Makro Terhadap Bursa

Otoritas dari Bursa Efek Indonesia mengakui kalau risiko resesi ekonomi di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara menjadi penyebab kejatuhan harga saham yang pada akhirnya membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi pada awal Agustus ini. 

Terpantau, pada Senin (3/8), IHSG sempat menyentuh level 4.928,47 setelah bertahan di atas level psikologis 5.000 selama beberapa pekan pada bulan Juli. 

Laksono Widodo, Direktur Perdagangan dan Penilaian Bursa Efek Indonesia (BEI) mengakui kalau tekanan pasar pada hari tersebut disebabkan oleh potensi resesi di beberapa negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pada hari itu, bursa mencatat 79 saham terkena auto reject bawah atau ARB meskipun data PDB baru dirilis pada Rabu (5/8). 

Namun demikian, dikutip dari pemberitaan BBC Indonesia, Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan jikapun Indonesia mengalami resesi tercermin dari data kontraksi pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun ini, kondisi negara kita tak akan seburuk Singapura atau Korea Selatan yang sangat bergantung pada perekonomian internasional. 

Salah satu faktor ekonomi makro lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kapitalisasi pasar saham. Bhima menerangkan, komposisi kapitalisasi pasar saham terhadap PDB Indonesia hanya berkisar 46,8 persen. Angka ini jelas jauh lebih kecil dibandingkan dengan komposisi pengaruh kapitalisasi pasar saham di negara tetangga seperti Singapura yang sebesar 187,4 persen dan Korea Selatan yang mencapai 82,2 persen. Sehingga, Indonesia cenderung relatif akan terimbas lebih kecil terhadap resesi secara global. 

Apa yang Harus Dipersiapkan?

Diakui atau tidak, faktor ekonomi makro memang memiliki pengaruh terhadap pergerakan harga saham. Head of Equity Trading MNC Sekuritas Medan Frankie Wijoyo Prasetio melalui artikel Bisnis menjelaskan kalau pelaku pasar saham memang sudah memprediksi perlambatan pertumbuhan ekonomi, sehingga berbondong-bondong mulai menormalisasi harga yang terlanjur tinggi pada bulan Juli lalu. 

Bisa dilihat bahwa pada saat pengumuman kontraksi pertumbuhan ekonomi oleh BPS saja, IHSG seakan tak peduli dan malah terbang ke level 5.127,051, menguat 1,03 persen pada penutupan perdagangan Rabu (5/8). 

Hal ini berarti faktor ekonomi makro yang menyajikan data kontraksi pada periode sebelumnya tidak terlalu berpengaruh terhadap indeks karena banyak pelaku pasar yang sudah berorientasi kepada masa depan. 

Nah, jika pun laporan keuangan beberapa perusahaan menunjukkan kinerja pendapatan dan laba bersih yang mengecewakan pada kuartal kedua tahun ini, bukan berarti emiten tersebut tidak cukup atraktif, ya. Hal ini dikarenakan hampir semua perusahaan juga tertekan akibat dari pelemahan konsumsi. 

Beruntungnya, beberapa perusahaan seperti industri farmasi, konsumer hingga telekomunikasi masih bisa mencetak pertumbuhan kinerja keuangan pada periode tersebut karena memang produk yang dihasilkannya sendiri dibutuhkan oleh masyarakat.

Karenanya, pelaku pasar yang menganut paham value investor harusnya merasa diuntungkan oleh hal ini. Salah satu alasannya adalah kesempatan ini merupakan momen di mana investor bisa berbelanja saham-saham berfundamental baik dengan harga yang sangat murah. 

Untuk mewujudkan hal tersebut, kamu bisa menggunakan alternatif berinvestasi saham melalui aplikasi investasi Ajaib yang sudah dapat diunggah melalui Google Play Store atau Apple App Store.

Artikel Terkait