Saham

Cara Mengikuti Book Building Saham Agar Penawaran Diterima

Sumber: pexels

Ajaib.co.id – Berinvestasi pada instrumen saham harus melalui berbagai tahapan agar calon investor menuai kesuksesan. Salah satunya adalah penawaran awal (book building). Tahap ini memerlukan strategi tersendiri agar penawaran calon investor bisa diterima.

Perusahaan yang ingin melakukan penawaran publik perdana atau Initial Public Offering (IPO) akan menawarkan sebagian kepemilikan sahamnya, contohnya 25% dari total valuasi.

Sebuah perusahaan, misalnya, memiliki valuasi Rp10 trilliun. Perusahaan tersebut hendak melakukan IPO dengan menjual 25% dari total valuasi yang dimilikiya. Maka, Rp1,25 triliun akan dijadikan milik publik.

Apakah ada individu yang mampu membeli saham perusahaan tersebut senilai Rp1,25 triliun? Tentu ada.

Namun, jumlahnya tidak banyak. Oleh sebab itu, perusahaan yang akan IPO dapat membaginya ke lembar saham-lembar saham yang lebih kecil, contohnya memecah Rp1,25 triliun menjadi 1 miliar lembar saham.

Artinya, kini untuk membeli 1 lembar saham perusahaan tersebut, calon investor cukup menyiapkan uang Rp1.250.

Tapi, apakah besaran nominal tersebut langsung dijual kepada publik? Tentu tidak. Melalui underwriter (penjamin emisi efek), perusahaan akan membuat penawaran harga ke calon investor yang tertarik, contohnya saham perusahaan di atas dapat ditawarkan pada rentang harga Rp1.000 sampai Rp1.500 per lembarnya.

Proses inilah yang dimaksud dengan penawaran awal. Calon investor hanya bisa melakukan bid pada rentang harga tersebut. Masa book building berlangsung selama tujuh hingga 21 hari kerja.

Pada masa book building, calon investor berlomba-lomba untuk mendapatkan jatah saham perusahaan yang akan IPO. Ada yang kebagian jatah, ada pula calon investor yang gagal mendapat jatah.

Nah, bagaimana caranya agar penawaran calon investor diterima saat book building? Salah satu strategi yang berpotensi lebih besar agar penawaran diterima saat book building adalah memasang bid di harga termahal atau batas harga tertinggi. 

Penjamin emisi akan mengumpulkan pernyataan minat beli dari seluruh calon investor. Dalam pernyataan ini, calon investor mengungkapkan berapa jumlah saham yang dipesan beserta nominal harganya.

Jika calon investor yang memasukkan harga bid tinggi, maka investor yang memasukkan harga rendah kemungkinan penawarannya tidak diterima alias tidak akan mendapat jatah saham IPO perusahaan yang dibidiknya. Inilah sebabnya mayoritas investor memasukkan bid di harga atas saat penawaran awal. 

Bagaimana bila peminatnya sedikit? Bila ini terjadi, pemesan bisa saja memperoleh jatah lebih banyak dengan harga yang ditentukan di batas bawah. 

Harga yang ditentukan ini disebut harga penawaran umum saham perdana. Jadi, pada tahap penawaran awal, emiten mencari seberapa besar dan banyaknya minat investor.

Caranya dengan mengajukan kisaran harga yang diasumsikan dapat diterima oleh investor. Emiten akan mempertimbangkan hasil book building sebelum menentukan jumlah saham dan harga final. 

Lantas, apakah ada risiko bagi calon investor saat memasang harga tinggi? Tentu saja ada. Investasi apapun mengandung risiko, bukan?

Risiko bagi calon investor yang memasang bid tinggi saat book building adalah mengalami kerugian. Kok malah rugi? Bukankah memasang bid tinggi memperbesar potensi diterimanya penawaran?

Memang betul, potensi penawaran yang diterima akan membesar jika calon investor memasang bid tinggi. Meski begitu, calon investor juga menghadapi risiko kerugian bila ia tidak memahami dengan pasti seberapa besar animo pasar terhadap saham yang dibidiknya. 

Lebih jelasnya, jika calon investor memasukkan bid harga tinggi pada saham yang ternyata sepi peminatnya, maka calon investor tersebut akan mendapat banyak jatah saham yang tidak diminati orang lain.

Alhasil, harga saham itu berpotensi akan turun saat sudah diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jika ini terjadi, investor berpotensi mengalami rugi besar. 

Sejumlah kalangan menganjurkan investor pemula untuk tidak terlalu bernafsu melakukan bid saat book building. Alih-alih ‘bermain’ saat book building, investor pemula lebih disarankan ‘bermain’ di pasar sekunder.

Penawaran umum (offering) adalah langkah selanjutnya setelah masa book building. Pada masa ini, emiten sudah mendapatkan pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Emiten tersebut pun diperbolehkan melakukan penawaran umum kepada masyarakat. Selain itu, harga yang ditawarkan juga sudah menjadi final.

OJK telah membuat ketentuan tentang batas maksimal penjatahan. Jadi, calon investor tidak bisa membeli semua saham perusahaan tadi. 

Saat ini, proses book building dilakukan secara elektronik atau online. Hal ini memungkinkan book building berlangsung lebih transaparan. Berikut cara melakukan pemesanan book building:

  • Login melalui website e-ipo.co.id
  • Memilih saham yang diinginkan
  • Klik ‘more info’
  • Klik ‘Place Order’
  • Mengisi e-form pemesanan
  • Memilih kisaran harga dan jumlah lot
  • Klik ‘Send’
  • Memasukkan kode OTP

Berdasarkan ketentuan OJK, terdapat dua macam proses book building, yakni penjatahan pasti (fixed allotment) dan penjatahan terpusat (pooling).

Sederhananya, penjatahan pasti artinya memesan terlebih dahulu, sedangkan pembayarannya di akhir. Biasanya, penjatahan pasti ditujukan kepada investor institusi. 

Sementara itu, pada penjatahan terpusat, terjadi tawar-menawar. Calon investor harus menyetor dahulu, baru kemudian bid.

Lalu, apa perbedaan antara mengikuti book building dan setelah saham listing? Bila calon investor mengikuti book building, berarti ia telah memiliki saham sebelum saham melantai di pasar bursa.

Dengan catatan, penawarannya diterima. Keuntungan yang bisa diperoleh oleh calon investor yang mengikuti book building adalah berpotensi mendapat harga saham lebih murah bila dibandingkan dengan harga setelah listing.

Bila calon investor ingin membeli saham tertentu sesaat setelah IPO, biasanya saham tersebut ditransaksikan sekian juta saja. Artinya, belum banyak investor yang mau melepas sahamnya.

Artikel Terkait