Investasi, Reksa Dana

BI Rate Diturunkan Hingga 4 Kali, Apa Dampaknya?

Sumber: Liputan 6

Ajaib.co.id – Tahun 2020 diawali oleh periode pandemi COVID-19 yang tidak hanya memporak porandakan dunia kesehatan tetapi juga krisis ekonomi global. 

Di Indonesia, pandemi COVID-19 tidak hanya menelan banyak korban meninggal akibat dari wabah itu sendiri, tetapi juga pegawai yang terpaksa harus dilakukan pemutusan hubungan kerja dan pemotongan gaji sejumlah karyawan karena kas perusahaan yang kian menipis, dan pengusaha kelas kecil dan menengah yang tidak dapat membayarkan kewajiban utangnya karena kekurangan penghasilan. 

Pemerintah akhirnya turun tangan dengan mengambil beberapa kebijakan yang umum disebut dengan kebijakan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Salah satu langkah konkrit yang diambil pemerintah untuk memulihkan kembali ekonomi ialah memberikan relaksasi berupa restrukturisasi utang, bantuan langsung tunai kepada pelaku usaha kecil hingga menurunkan suku bunga Bank Indonesia (BI).

BI Rate Diturunkan Hingga 5 Kali pada 2020

Demi mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2020 meski dilanda oleh krisis kesehatan dan krisis ekonomi, Bank Indonesia mengambil langkah nyata dengan cara menurunkan suku bunga acuan BI.

Pada Februari 2020, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen. 

Dikutip dari CNBC Indonesia, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penyebaran virus yang sangat cepat memberikan ketidakpastian dan tantangan kepada pasar keuangan dan perekonomian dunia yang pada akhirnya menyebabkan ketidakpastian yang sangat tinggi, memicu pembalikan modal kepada aset keuangan yang dianggap aman.

Tak hanya sampai disitu, Bank Indonesia pun menurunkan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate (BI-7DRR) sebanyak 5 kali pada tahun 2020. 

Terakhir kali, Bank Indonesia menurunkan BI Rate dengan pertimbangan tingkat inflasi yang rendah dan stabilitas eksternal yang terjaga langkah lanjutan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. 

“BI berkomitmen mendukung penyediaan likuiditas termasuk dukungan pada pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional,” kata Perry.

Selanjutnya pada bulan Maret 2020, BI Rate kembali diturunkan sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen dengan pertimbangan ekonomi yang kian terdampak akibat pandemi COVID-19. Sementara pada bulan April dan Mei, BI tetap mempertahankan suku bunga di kisaran 4,5 persen.

Adapun, selama periode bulan Juni, RDG kembali memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 4,25 persen. Sebulan kemudian, tepatnya pada Juli 2020, BI Rate kembali diturunkan ke level 4 persen. Hal ini dianggap wajar karena perkiraan inflasi yang tetap rendah, stabilitas eksternal yang terjaga, dan langkah pemulihan ekonomi akibat COVID-19.

Terakhir, pada November 2020, BI Rate kembali dipangkas sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen pada RDG yang diadakan sekitar pertengahan bulan tersebut.

Beberapa ekonom pun menilai bahwa Bank Indonesia akan kembali menurunkan suku bunga acuan pada 2021 didasarkan pada kebijakan The Fed dan European Central Bank yang akan lebih mempercepat pembelian aset dan dampak pandemi yang berkelanjutan ini.

Kebijakan suku bunga juga akan sangat bergantung pada perkembangan inflasi sementara pada tahun ini inflasi masih diperkirakan akan berada pada level yang rendah. BI Rate yang sudah mencapai level 3,75 persen juga merupakan level terendah sepanjang sejarah. Sehingga, meski masih memiliki peluang untuk penurunan suku bunga, intensitas pemangkasan suku bunga acuan tidak agresif seperti tahun lalu.

Dampaknya pada Reksa Dana Pendapatan Tetap

Penurunan BI Rate yang cukup agresif membuat kinerja reksa dana pendapatan tetap juga semakin gemilang pada tahun lalu. Berdasarkan data Infovesta Utama, kinerja reksa dana pendapatan tetap yang diilustrasikan sebagai Infovesta Fixed Income Fund Index menguat hingga 8,99 persen mengungguli kinerja reksa dana pasar uang, reksa dana campuran, bahkan reksa dana indeks.

Berdasarkan sumber Kontan, Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan kinerja reksa dana pendapatan tetap memang berhubungan dengan kebijakan Bank Indonesia yang sudah menurunkan suku bunga acuan sebanyak lima kali pada tahun lalu.

Menurutnya, kinerja obligasi memang buruk seperti dengan saham pada tahun lalu. Saat itu, imbal hasil surat utang negara dengan tenor 10 tahun bahkan sempat jatuh mencapai 8 persen. Namun, karena adanya pemangkasan suku bunga dan proyeksi pemulihan ekonomi, kinerja obligasi terangkat yang menyebabkan reksa dana pendapatan tetap bisa tetap resilient.

Kendati masih ada perkiraan penurunan suku bunga pada tahun 2021, reksa dana pendapatan tetap mungkin masih akan memberikan imbal hasil yang cukup positif namun masih akan kalah dengan instrumen reksa dana yang tinggi risiko seperti reksa dana saham dan campuran yang kemungkinan akan memberikan return yang lebih tinggi karena prospek nyata pemulihan ekonomi pada tahun ini.

Namun, hal ini bukan berarti reksa dana pendapatan tetap tidak menarik, lho. Kamu tetap bisa berinvestasi pada produk reksa dana pendapatan tetap sebagai Langkah defensif dan mengurangi risiko dari kinerja negatif produk investasi yang tinggi risiko seperti saham. Ketidakpastian ekonomi masih tetap membayangi kinerja keuangan dan investasi dalam negeri sehingga kamu harus bersiap untuk mengantisipasinya.

Karenanya, kamu sangat dianjurkan untuk mulai melirik produk investasi reksa dana pendapatan tetap melalui platform aplikasi investasi Ajaib. Ajaib merupakan aplikasi yang menyediakan produk reksa dana pendapatan tetap yang bekerjasama dengan berbagai manajer investasi terbaik di dalam negeri. Telah memiliki izin dari OJK, aplikasi investasi Ajaib sudah bisa kamu unduh sekarang melalui Apple App Store dan Google Play Store. Ayo, buruan berinvestasi di Ajaib.

Artikel Terkait