Saham

Awas, FOMO Saham Bisa Akibatkan Saham Nyangkut Ketinggian

Ajaib.co.id – “Awas jangan FOMO”, demikian sebuah peringatan yang sering disampaikan oleh seorang pakar saham dalam siaran ulasan pasarnya. Mungkin kamu pernah mendengar peringatan serupa. Tapi, apa sih artinya FOMO itu? Apa bahaya FOMO hingga kita perlu menghindari FOMO saham? Mari simak ulasan selengkapnya di bawah ini.

Pengertian FOMO Saham

FOMO merupakan singkatan dari “fear of missing out” yang dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai “takut ketinggalan”. Definisi dasarnya adalah kegelisahan sosial yang muncul karena anggapan bahwa sebagian besar orang lain bersenang-senang, sedangkan sang penderita FOMO itu tidak hadir bersama mereka.

Fenomena fear of missing out pertama kali ditemukan oleh Dr Dan Herman di tahun 1996 dan dipublikasikan dalam paper The Journal of Brand Management pada tahun 2000. Penulis Patrick J. McGinnis menciptakan singkatan FOMO dan mempopulerkannya dalam beberapa artikel terkait perilaku sosial dan marketing.

Dalam perkembangan selanjutnya, FOMO digunakan untuk menjelaskan beragam situasi. Misalnya ketika seseorang buru-buru beli saham karena takut kehilangan kesempatan investasi, chatting terus karena khawatir tidak diajak kumpul bersama teman, kecanduan media sosial karena takut melewatkan update gosip terbaru, dan lain-lain.

FOMO juga dapat dikatakan sebagai sikap takut menyesal. Penderita FOMO merasa takut kalau keputusan untuk tidak ikut atau tidak hadir pada suatu kesempatan akan berakibat buruk baginya.

FOMO saham secara spesifik adalah rasa takut ketinggalan peluang profit dari suatu saham, sehingga buru-buru membelinya tanpa analisis yang matang. FOMO bisa terjadi ketika harga saham sedang turun maupun sedang naik. Yang jelas, investor merasa urgent untuk segera membelinya karena takut kehilangan kesempatan.

Contoh FOMO Saham dan Akibatnya

Mari ambil contoh ketika saham UNVR jatuh ke kisaran Rp6.925 per lembar pada pertengahan Januari 2021. Ini merupakan tingkat harga terendahnya sejak kejatuhan massal IHSG pada Maret 2020, sehingga banyak opini kalau itu merupakan peluang beli saham blue chip elite dengan harga termurah.

Orang-orang berbondong-bondong membelinya hingga harga saham UNVR tergenjot kembali ke atas dan menyentuh Rp8.000 dalam tempo dua hari. Sebagian memang menganalisis dengan baik, tapi banyak di antaranya FOMO.

Apa yang terjadi setelah itu? Harga saham UNVR tumbang lagi dan terperosok masuk ke bawah Rp6.925 pada awal Februari. Jungkat-jungkit ini hanya memakan waktu dua pekan.

Selisih antara Rp6.925 dan Rp8.000 memang hanya seribuan rupiah. Tapi seribu dikalikan jumlah saham satu lot saja sudah menjadi Rp100.000. Belum lagi jika investor yang FOMO itu memborong saham UNVR dalam jumlah puluhan atau ratusan lot. Bayangkan seberapa tinggi posisi “saham nyangkut” ini.

Contoh lain ketika saham BJTM meroket dari kisaran Rp700 per lembar hingga mencapai Rp970 dalam tempo tiga hari di pertengahan Januari 2021 juga. Kenaikan harga saham BJTM saat itu berkaitan dengan pom-pom oleh seorang influencer, kemudian semakin parah lantaran sikap FOMO trader dan investor.

Investor yang FOMO terus membeli saham BJTM, bahkan ketika harganya sudah melewati rekor tertinggi multi-tahun pada kisaran Rp810 per lembar. Level Rp810 itu saja dulu tercapai pada tahun 2018, jauh sebelum COVID-19 menyerang.

Sekalipun saham ini memang berpeluang naik sampai mendekati Rp1.000-an, kita mungkin perlu menunggu hingga setelah krisis COVID-19 terselesaikan. Belum lagi, karakter saham BJTM tidak cocok dengan kenaikan harga drastis dalam waktu singkat.

Saham BJTM termasuk saham lapis dua berkualitas yang punya prospek cemerlang dan rajin bagi-bagi dividen, tetapi pergerakan harganya dari tahun ke tahun cenderung kalem. Saham ini bukanlah favorit asing, sehingga kenaikan maupun penurunan cenderung “selow”. Tak heran jika harga saham BJTM kemudian jatuh lagi ke rentang wajarnya antara Rp700-800 per lembar.

Banyak investor yang akhirnya mengalami nyangkut saham BJTM di atas Rp800 gara-gara FOMO pada insiden ini. Pergerakan saham BJTM berupaya naik kembali beberapa hari berikutnya, tetapi keburu jatuh lagi sebelum menggapai Rp900.

Jika dihitung sampai pertengahan Februari ini, para investor FOMO telah nyangkut saham BJTM selama sekitar sebulan. Dan belum ada kepastian kapan harga saham BJTM akan mencetak rekor tertinggi baru.

Tips Menghindari Bahaya FOMO

Fenomena FOMO saham berkaitan erat dengan pengambilan keputusan investasi berdasarkan emosi. Trader dan investor terobsesi pada “prospek di masa depan” tanpa memeriksa sendiri apakah prospek tersebut benar adanya.

Masih untung jika FOMO saham unggulan seperti UNVR dan BJTM, karena pergerakan harga saham dalam jangka panjang kemungkinan akan mencapai level tinggi lagi. Kamu mungkin bisa impas atau profit asal mampu hold sampai suatu waktu di masa depan yang belum dapat ditentukan kapan. Kamu juga berpotensi mendapat dividen selama belum bisa merealisasikan capital gain.

Tapi bagaimana jika FOMO saham gocap gorengan seperti BUMI, FREN, dkk?

Ketika nyangkut pada saham gorengan, bisa dibilang modalmu sudah ludes. Jarang sekali ada orang yang bersedia membeli saham gocap sesuai harga pasar, karena minimnya prospek dividen maupun capital gain. Ini sebabnya mengapa baris bid/ask pada order book saham-saham gocap cenderung lengang atau bahkan kosong melompong.

Demi menghindari tragedi seperti itu, selalu mawas diri agar jangan sampai FOMO pada saham apa pun. Kalau merasa sukar mengendalikan diri, cobalah tiga (3) tips ini:

1. Buatlah sistem trading atau strategi investasi sebagai panduan utama untuk membuat rencana membeli dan menjual saham. Sistem atau strategi ini bisa berdasarkan analisis fundamental, teknikal, maupun gabungan keduanya.

2. Buatlah watchlist berisi saham-saham yang telah dianalisis berdasarkan strategi pada nomor 1 tadi. Kalau ada saham di luar watchlist yang mendadak populer, kamu harus menganalisisnya dulu sebelum memutuskan untuk dimasukkan ke dalam watchlist atau tidak.

3. Pastikan untuk hanya melaksanakan pembelian/penjualan saham sesuai strategi dan watchlist yang telah dibuat.

Sederhana, bukan!? Coba praktikkan dalam aktivitas investasimu, dan semoga sukses!

Artikel Terkait