Ekonomi

Apa yang Dimaksud Dengan Arbitrase Dalam Ekonomi?

Sumber: Pixabay

Ajaib.co.id – Di Indonesia, sejumlah pihak yang memiliki sengketa atau berperkara sering menggunakan jalur arbitrase atau arbitration untuk menyelesaikannya. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan arbitrase? 

Arbitrase adalah salah satu mekanisme penyelesaian perkara. Arbitrase melibatkan pihak ketiga yang netral. Netral di sini artinya tak memihak kepada salah satu pihak yang berselisih.

Kata ‘arbitrase’ berasal dari Bahasa Perancis, yakni ‘arbitrage’. Arti ‘arbitrage’ ialah sebuah keputusan yang diambil oleh arbiter pada peradilan arbitrase. Arbiter sering disebut juga sebagai pihak ketiga. Arbier dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa. Dalam perannya, arbiter bisa menjadi pendengar, saksi, atau ‘penonton’.

Arbiter bukanlah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jadi, arbiter berbeda dengan orang yang berprofesi hukum lainnya, misalnya hakim dan jaksa. Mirip advokat, arbiter bekerja pada sebuah lembaga independen. Meski bukan PNS yang berprofesi di lingkup hukum, arbiter mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan putusan.

Arbitrase mempunyai landasan hukum jelas. Berbagai aspek terkait arbitrase dari sisi hukum dan substansinya yang berlaku di tanah air telah diundangkan dalam bentuk UU No.30 Tahun 1999.  

Arbitration digunakan untuk menyelesaikan sengketa perdata. Arbitration dibuat berdasarkan perjanjian tertentu di luar pengadilan umum. Pihak-pihak yang berselisih membuat perjanjian atau klausula arbitrase tersebut sebelum melakukan sidang arbitrase. Dalam pengadilan arbitrase, arbiter mendengarkan bukti dan argumen pihak-pihak yang bersengketa. Selanjutnya, arbiter akan mengambil putusan. 

Pengadilan arbitrase dianggap sebagai bentuk penyelesaian sengketa alternatif selain jalur litigasi. Jalur litigasi adalah proses dalam pengadilan yang akan menghasilkan keputusan hukum tetap dan mengikat pihak-pihak yang bersengketa. 

Dalam penyelesaian sengketa di pengadilan ini, ada perbedaan mediasi dan arbitrase. Arbitration adalah penyelesaian sengketa yang hasilnya biasanya berupa memenangkan satu pihak (win-lose judgement). Hal ini berbeda dengan mediasi yang menghasilkan keputusan sama-sama menguntungkan (win-win solution).

Meski begitu, win-win solution ini tak selalu seimbang sama rata atau dengan kata lain berat sebelah. Sifat mengikat antara arbitration dan mediasi juga berbeda. Jika putusan arbitration adalah mengikat pihak-pihak yang bersengketa, lain halnya dengan mediasi yang tidak mengikat.

Perbedaan mediasi dan arbitrase selanjutnya yakni pihak ketiga. Pihak mediator dalam proses mediasi bertindak sebagai penengah, memfasilitasi proses negosiasi, dan sebatas memberi masukan. Sementara itu, dalam arbitration, pihak ketiga adalah arbiter yang dapat memberikan putusan atas permasalahan. 

Sebagai salah satu opsi menyelesaikan perkara, arbitration memiliki beberapa manfaat antara lain: 

  • Sidang yang digelar tidak terbuka untuk umum. 
  • Proses sidang sampai putusan memakan waktu lebih cepat (umumnya tidak sampai satu tahun). 
  • Waktu arbitrase dapat lebih fleksibel dan efisien.
  • Putusan yang diambil bersifat mengikat. 
  • Pihak-pihak yang berselisih bisa memilih arbiter yang kompeten dan bermoral tinggi.
  • Biaya lebih ringan.
  • Di Indonesia, para pihak yang bersengketa bahkan dapat melakukan semacam presentasi atau paparan di depan majelis Arbitrase, yang kemudian meminta klarifikasi semua pihak.

Saat terjadi sengketa yang menyangkut bisnis di Indonesia, penyelesaian arbitration adalah melalui Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase lainnya yang ditunjuk. Bila berlangsung atau melibatkan pihak luar negeri, arbitration bisa diputuskan di Arbitrase Internasional. 

Selama ini, pengadilan sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa yang paling dikenal. Namun, bagi kalangan pebisnis akan selalu berusaha untuk menghindarinya. Hal ini karena proses pengadilan berbiaya lebih tinggi dan jangka waktu penyelesaiannya lama. Faktor lainnya ialah dapat diketahuinya identitas para pihak yang bersengketa oleh masyarakat. Hal ini disebabkan prinsip sidang terbuka dan umum.

Dalam bukunya yang berjudul “Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan”, Erman Rajagukguk mengemukakan sejumlah alasan sebagian besar pengusaha cenderung memilih lembaga arbitrase sebagai sarana penyelesaian sengketa. Alasan pertama, pengusaha, terutama mancanegara, menganggap sistem hukum dan pengadilan setempat ‘asing’ bagi mereka. 

Alasan berikutnya ialah pengusaha-pengusaha negara maju beranggapan hakim-hakim dari negara berkembang tidak menguasai sengketa-sengketa dagang. Dalam sejumlah sengketa dagang, terdapat hubungan-hubungan niaga dan keuangan internasional yang rumit. 

Alasan ketiga, pengusaha negara maju beranggapan penyelesaian sengketa melalui pengadilan umum akan memakan waktu lama dan biayanya besar. Terlebih, bila proses pengadilan sampai dengan tingkat Mahkamah Agung. 

Pengadilan yang bersifat subjektif menjadi alasan berikutnya yang mendorong pengusaha enggan menjalani pengadilan umum. Hal ini karena hakim yang memeriksa dan memutus sengketa bukan dari negara asal pengusaha tersebut. 

Tambah pula, hasil putusan melalui pengadilan umum akan memunculkan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang salah dan benar ini dikhawatirkan bisa merenggangkan hubungan dagang di antara para pihak-pihak yang berselisih di kemudian hari. Keenam, putusan kompromistis pada arbitration lebih dicari oleh pengusaha.

Sejumlah kasus dapat diselesaikan melalui jalur arbitrase ini. Hubungan antara manajemen dan karyawan terkait pesangon bisa menjadi contoh yang sering diselesaikan melalui jalur arbitrase. Dalam kasus tersebut, Pemerintah bisa bertindak sebagai arbiter. 

Salah satu sengketa yang pernah diselesaikan melalui arbitrase di Indonesia adalah antara Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan Avanti Communications Ltd. Sengketa di antara keduanya berlangsung pada tahun 2018 silam. Arbiter dalam sengketa itu adalah lembaga London Court of International Arbitration (LCIA). Dalam putusannya, LCIA memenangkan Avanti dalam kasus pembayaran sewa satelit ARTEMIS Avanti tersebut. Pada kasus ini, LCIA meminta Kemenhan untuk membayar kerugian Avanti sebesar US$20,075.

Satu kasus lainnya yang sempat ‘ramai’ adalah sengketa Bank Century menggugat Pemerintah Indonesia pada tahun 2014 silam. Sengketa ini disebabkan oleh salah satu pemegang saham Bank Century, yakni Hesham Al Warraq, menggugat Pemerintah Indonesia. ICSID Singapura menjadi arbiter dalam sengketa ini dan memenangkan Pemerintah Indonesia.  

Sumber: Memahami Arbitrasi Pengertian Arbitrasi, Jenis, dan Contoh dan Mengenal Arbitrasi: Pengertian, Contoh, dan Bedanya dengan Mediasi, dengan perubahan seperlunya.

Artikel Terkait