Analisis Saham

Menilik FITT – Hotel Ramah Muslim di Majalengka

Sumber: Fitra Tbk

Ajaib.co.id – Menyambut pembukaan Bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka, Bupati Majalengka berinisiatif untuk membujuk pengusaha lokal untuk membuat fasilitas akomodasi di sekitar bandara. PT Bumi Majalengka Permai kemudian dibentuk untuk membangun sebuah kondotel berbintang yang disebut Fitra Hotel.

Sebuah hotel ramah muslim yang lokasinya berdiri hanya berjarak 30 menit saja dari bandara Kertajati di Majalengka. Pembangunan Fitra Hotel memang menyasar para peserta keberangkatan haji yang pergi melalui Bandara Kertajati, Majalengka.

Namun apa dikata, pandemi datang dan untuk mencegah penularan virus di tanah suci mekah maka Ka’bah untuk sementara waktu mesti ditutup dan keberangkatan haji mesti diundur.

Tingkat hunian atau tamu menginap di Fitra Hotel Majalengka memang sangat menurun selama pandemi Covid-19, namun ternyata buruknya kinerja bukan hanya berasal dari faktor eksternal saja. Masalah yang dimiliki Fitra Hotel ternyata sudah berlangsung lama, bertahun-tahun sebelum pandemi datang.

Profil Perusahaan

PT Hotel Fitra International Tbk (FITT) adalah perusahaan induk yang membawahi PT Bumi Majalengka Permai dalam pengelolaan Fitra Hotel di Majalengka Jawa Barat. Diketahui PT Bumi Majalengka Permai semula dimiliki oleh mantan Menteri Agama M. Maftuh Basyuni.

Fitra Hotel memiliki luas bangunan seluas 3.900 meter persegi yang terdiri atas tiga lantai dengan total 113 kamar. Fitra Hotel memiliki 2 Jenis kamar untuk tamu, yaitu Junior Suite dengan luas 24 m2, dan Superior Suite dengan luas 18 m2. Fitra Hotel juga dilengkapi fasilitas 3 ruang meeting berkapasitas 100 seat, serta lounge & restaurant berkapasitas 80 pax.

Didirikan pada tanggal 24 Januari 2014, dan pada tanggal 11 Juni 2019 manajemen Fitra Hotel memutuskan untuk melakukan penawaran saham perdana di papan pengembangan bursa dengan kode saham FITT. Dengan jumlah saham beredar sebesar 600.000.005 lembar di Rp 156 per lembar, kapitalisasi saham FITT adalah sebesar Rp 93,60 Miliar.

Adapun pemegang saham FITT dengan kepemilikan signifikan diantaranya PT Gloria Inti Nusantara (30%), Jon Fieris (15,17%), Ivan Sindoro (8,49%), Rudy Gunawan (7,17%), Hendra Sutanto (10,83%), Wiena Hanida (6,18%), Masyarakat (22,15%).

Kinerja Berdasarkan Laporan Keuangan Terakhir

Tahun 2021 adalah tahun yang lebih baik daripada tahun 2020 bagi Fitra Hotel yang mengandalkan traffic Bandara Kertajati dan pariwisata di Majalengka. Berikut laporannya:

2Q21 2Q20 Change
Pendapatan 3.567.591.237 2.065.009.571 72,76%
Laba Kotor 745.494.454 -321.217.004 332,08%
rugi Bersih -3.814.755.442 -5.205.251.318 26,71%
Aset 60.609.941.181 63.116.272.713 -3,97%
Liabilitas 35.233.146.367 30.551.698.823 15,32%

Pendapatan Fitra Hotel per Juni 2021 naik 72,76% menjadi Rp 3,56 miliar dibandingkan dengan pendapatan yang diraihnya per Juni 2020 yang hanya Rp 2,06 miliar saja. Dengan meningkatnya pendapatan, kerugian juga dapat terminimalisir.

Emiten FITT diketahui merugi bersih sebesar Rp 3,81 miliar per Juni 2021. Kendati masih merugi, posisi ini masih lebih baik 26,71% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di mana emiten merugi hingga Rp 5,2 miliar.

Adapun aset emiten yang sebagian besar terdiri dari aset tetap berkurang tipis 3,97% saja menjadi Rp 60,6 miliar di Kuartal 2-2021 ini. Sedangkan liabilitas naik 15,32% menjadi Rp 35,23 miliar dibandingkan sebelumnya yakni Rp 30,55 miliar.

2Q21 2Q20
GPM 20,90% -15,56%
NPM -106,93% -252,07%
ROI -6,29% -8,25%
DAR 58,13% 48,41%
Current Ratio 29,89% 21,61%

Di kuartal 2-2021 emiten berhasil membukukan laba kotor yang positif yakni 20,9%. Namun di bottom line masih belum membukukan keuntungan dan oleh karenanya rasio-rasio profitabilitas yang lain masih tetap minus.

Dari sisi kesehatan keuangan saat ini porsi liabilitas meningkat menjadi 58,13% dari total asetnya di mana sebelumnya hanya 48,41% dari asetnya, namun secara jangka pendek lebih baik  di mana aset lancar nilainya semakin besar dibandingkan dengan liabilitas lancarnya.

Riwayat Kinerja

Diketahui FITT didirikan sejak tahun 2014, dan pembangunan Fitra Hotel sendiri adalah sejak tahun 2015 dengan sistem kondotel. Lima tahun berselang sejak inisiasinya di tahun 2015, FITT masih belum dapat membukukan laba. Adapun pendapatan paling tinggi dikontribusi oleh room dan disusul oleh breakfast, banquet, food and beverages, laundry, airport pick up service.

Dalam public expose-nya pada tahun 2020 manajemen mengakui bahwa sejak pandemi tingkat hunian Fitra Hotel menurun karena penutupan operasi hotel oleh pemerintah terkait PSBB. Setelahnya manajemen hanya menjual setengah dari total kamar yang ada untuk menghemat biaya pemeliharaan. Karyawan juga tidak di-PHK melainkan hanya dibatasi jam kerjanya.

Meski emiten berkata demikian, nyatanya emiten sudah merugi lama sebelum tahun 2020. Berikut data yang dapat disampaikan:

Pendapatan Laba Kotor Laba Bersih
2018 8.073.374.843 3.192.680.878 -4.831.735.560
2019 9.484.521.447 4.095.801.411 -6.130.295.160
2020 5.397.369.104 409.537.133 -8.542.260.341

Karena FITT baru mulai melantai di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2019 maka data yang disampaikan adalah sejak 2018. Pendapatan meningkat dari tahun 2018 sebesar Rp 8,07 miliar menjadi Rp 9,48 miliar di tahun 2019. Laba kotor juga membaik, meningkat dari Rp 3,19 miliar di 2018 menjadi Ro 4,09 miliar di 2019.

Namun anehnya di bottom line emiten malah mengalami kerugian yang semakin dalam. Per 2018 emiten merugi bersih Rp 4,83 miliar, di 2019 rugi bersih yang ditanggung emiten adalah Rp 6,13 miliar. Per 2020 kerugian emiten semakin menjadi-jadi dan kali ini ada pandemi yang dapat disalahkan atas menurunnya kinerja.

Setelah ditelusuri lebih terperinci ternyata emiten selalu memiliki beban usaha yang lebih besar dari laba kotornya. Belum lagi beban tambahan datang dari bunga pinjaman bank dengan nilai signifikan.

Laba Kotor Beban Usaha Beban Keuangan
2018 3.192.680.878 5.958.270.878 3.100.000.000
2019 4.095.801.411 7.353.718.265 2.908.754.951
2020 409.537.133 7.005.924.071 2.421.688.249

Dalam proses menghasilkan laba, setelah pendapatan dikantongi perusahaan maka pertama kali pendapatan akan dikurangi beban pokok pendapatan alias biaya bahan baku. Bahan baku hotel adalah food and beverage, gas, listrik, telepon, dll. Pengurangan setelahnya dinamakan laba kotor.

Kemudian laba kotor dikurangi beban usaha berupa gaji karyawan, upah, tunjangan, dll. menghasilkan laba usaha. Nah, beban usaha Fitra Hotel setiap tahunnya selalu lebih besar dari laba kotornya. Ketika laba kotor Fitra Hotel Rp 3,19 miliar di 2018, beban usahanya adalah Rp 5,95 miliar. Di tahun 2019 pun meski pendapatan meningkat, laba kotor naik menjadi Rp 4,09 miliar sayangnya beban usaha juga naik menjadi Rp 7,35 miliar.

Diketahui beban usaha terbesar datang dari gaji, hingga 40% dari beban usaha adalah pengeluaran untuk gaji karyawan. Setelah dikurangi beban usaha, kemudian pengurangan masih datang dari pendapatan (beban) lain-lain seperti beban keuangan, pendapatan jasa giro, administrasi dan lainnya. Adapun beban keuangan adalah berupa bunga pinjaman bank  yang nilainya fantastis hingga lebih dari 20% pendapatan.

Total beban usaha dan beban keuangan emiten sudah terlalu besar sehingga tak dapat dipungkiri amat membebani emiten. Kita mesti melihat adanya efisiensi beban jika ingin mengharapkan emiten dapat membukukan laba, Fitra Hotel.

Emiten sempat mengatakan bahwa emiten melakukan investasi dalam instrumen ekuitas pada FVOCI yang pada awalnya diukur pada nilai wajar ditambah biaya transaksi.

Kemudian kerugian ataupun keuntungannya dimasukkan sebagai revaluasi aset di bagian penghasilan komprehensif dan tidak masuk ke dalam laba rugi, melainkan menjadi saldo laba ditahan. Perihal saldo laba ditahan, emiten tidak memilikinya karena investasinya belum berbuah hasil.

Berikut informasi mengenai posisi keuangan:

Aset Liabilitas Beban Keuangan
2018 47.057.881.152 23.434.278.997 3.100.000.000
2019 60.838.689.252 23.068.864.044 2.908.754.951
2020 61.585.045.937 32.393.495.681 2.421.688.249
CAGR 14,40% 17,57%  

Emiten melaksanakan IPO di bulan Juni 2019 dan hasil penawaran umum saham perdananya digunakan untuk membeli tanah seluas 2320 m2 di Jl. Siti Aminah, Majalengka Kulon untuk pembangunan Convention Hall. Oleh karenanya total aset meningkat dari Rp 47 miliar di 2018 menjadi Rp 60,83 miliar di 2019.

Namun pembangunan Convention Hall ternyata memakan biaya lebih banyak dari itu, kemudian di tahun 2020 emiten mengajukan pinjaman kepada Bank BNI sebesar Rp 9 miliar untuk menambal biaya yang kurang dalam pembangunan Convention Hall. Dan oleh karenanya liabilitas naik menjadi Rp 32,39 miliar di tahun 2020.

Total liabilitas emiten telah menghasilkan beban keuangan alias bunga pinjaman yang cukup besar. Di tahun 2020 saja total liabilitas adalah Rp 32,39 miliar, beban keuangannya adalah Rp 2,42 miliar.

Berikut rasio-rasio yang dapat disampaikan:

DAR Current Ratio
2018 49,80% 93,48%
2019 37,92% 69,07%
2020 52,60% 25,73%

Adapun emiten selalu membukukan kerugian maka rasio-rasio profitabilitas bernilai negatif, oleh karenanya rasio berikutnya yang disampaikan adalah rasio likuiditas. Utang per aset emiten nilainya cukup besar, sekitar 37-52% setiap tahunnya.

Secara jangka pendek pun keadaan likuiditas emiten kurang baik. Rasio lancar yang didapat dengan membagi aset lancar dengan utang lancar bermaksud untuk mengetahui ketahanan aset secara jangka pendek dan terlihat bahwa nilai rasio lancar (current ratio) turun dari tahun ke tahun. Dari semula 93,48% di 2018 menjadi 69,07% di 2019 dan akhirnya hanya 25% saja di 2020.

Kesimpulan

Dari sisi perolehan pendapatan emiten cukup baik dalam melakukannya. Dari tahun 2018 ke tahun 2019 pendapatan bertumbuh, namun sayang mesti terkoreksi di tahun 2020 disebabkan pandemi dan hal ini amat sangat dimaklumi karena pemerintah juga mengharuskan hotel-hotel memangkas jam operasionalnya selama PSBB berlangsung.

Dari semuanya, emiten punya masalah serius secara internal dalam hal efisiensi beban usaha. Setelah pendapatan dikurangi beban pokok pendapatan, laba kotor kemudian didapat. Laba kotor kemudian mesti dipotong beban usaha dan setiap tahunnya beban usaha emiten selalu lebih besar daripada laba kotornya.

Bagaimana mungkin emiten bisa menyisakan laba jika beban usaha saja setiap tahunnya besarnya bukan kepalang? Di tahun 2019 di saat laba kotornya adalah Rp 4 miliar saja, beban usahanya adalah sebesar Rp 7 miliar. Di 2020 ketika pandemi melanda, laba kotornya adalah Rp 409 juta, dan beban usaha masih relatif sama yakni Rp 7 miliar.

Penelusuran menemukan bahwa pembayaran gaji karyawan adalah komponen terbesar dalam beban usaha yang mesti diemban emiten. Emiten sebaiknya mencari cara untuk mengurangi beban gaji karyawannya jika ingin usahanya berkembang.

Setelah beban usaha, pengurangan yang sangat membebani berikutnya ada di pos pendapatan (beban) lain-lain, yakni beban keuangan berupa bunga pinjaman bank. Di akhir 2020 beban keuangan emiten adalah Rp 2,4 miliar.

Untungnya pada tahun 2019 emiten memperoleh dana segar dari kegiatan IPO-nya di bursa sehingga meski telah babak belur mengeluarkan beban usaha dan beban keuangan, posisi liabilitas tidak meningkat drastis dan aset tidak berkurang signifikan.

Yang mesti diwaspadai dari emiten FITT yang selalu merugi adalah bahwa emiten akan kesulitan dalam belanja modal dan untuk membiayainya emiten akan melakukan dua hal: mengurangi aset alias jual sebagian aset, atau menambah utang.

Jika dua hal itu sudah dilakukan biasanya emiten akan lakukan opsi berikutnya yakni aksi akrobat keuangan seperti konversi utang ke saham, aksi korporasi right issue dengan atau tanpa HMETD, dan trik-trik lainnya.

Fitra hotel mesti membuktikan diri dapat melakukan efisiensi beban agar jangan sampai terus-terusan lebih besar pasak daripada tiang supaya dapat masuk ke radar layak investasi oleh para investor jangka panjang.

Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.

Artikel Terkait