Saham

Saham-Saham Sektor New Economy yang Potensial

Sumber: Freepik

Ajaib.co.id – Pandemi COVID-19 memang telah menggerus banyak sektor. Namun, tak seluruh sektor tertekan akibat pandemi COVID-19 yang belum bisa dipastikan kapan berakhirnya ini. Salah satunya adalah saham sektor new economy. Ya, saham sektor new economy potensial menjadi kekuatan baru ekonomi di tengah tertekannya ekonomi global saat ini.

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan saham sektor new economy? Sektor new economy merujuk pada industri yang berbasis teknologi. Di dalamnya termasuk marketplace, perbankan digital, health-tech, jasa kurir online, edukasi digital hingga ada udang dan ayam digital yang berhasil menarik investor.

Yang pasti, di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi banyak negara, sektor industri ini diyakini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Bila ada istilah new economy, maka seharusnya ada old economy, bukan? Ya, istilah old economy dalam konteks ini adalah aset yang terlihat, seperti produk, properti, dan komoditas. Hal ini berbeda dengan new economy yang condong pada aset yang tidak terlihat. 

Potensi saham sektor new economy sudah terlihat di beberapa negara. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, saham new economy mendominasi kapitalisasi pasar di sana. Amazon, Microsoft, Apple, dan Alibaba, contohnya, berada di daftar kapitalisasi pasar saham terbesar AS saat ini.

Kondisi ini tak ditemui pada sekitar 10 tahun lalu saat old economy masih mendominasi kapitalisasi pasar. Kini, secara global, indeks saham yang memiliki bobot sektor teknologi besar umumnya memiliki kinerja yang lebih baik. 

Bagaimana di Indonesia? Indonesia memiliki potensi new economy yang patut diperhitungkan, setidaknya dalam lingkup regional ASEAN. Hal ini karena Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN.

Potensi Indonesia pada saham sektor new economy akan makin membesar mengingat jumlah masyarakatnya yang telah terpenetrasi oleh Internet pun terbesar di ASEAN.

Selain itu, dalam dolar AS, Indonesia memiliki produk domestik bruto (PDB) per kapita tertinggi kedua setelah Thailand. Tambah pula, tujuh dari 13 unicorn berasal dari Indonesia. Valuasi ketujuh unicorn tersebut jika digabungkan ditaksir mencapai US$38,2 miliar. 

Bukan tak mungkin, perusahaan dengan basis new economy bisa mengubah struktur pasar modal Indonesia dalam waktu yang relatif sedikit lagi. Indikasinya adalah mulai masuknya sejumlah unicorn tanah air di Bursa Efek Indonesia (BEI). BEI sendiri sempat menyatakan tahun ini akan ada tiga startup IPO di tahun ini. 

Bukalapak sudah resmi melantai di bursa belum lama ini. Siapakah dua startup lainnya yang berstatus unicorn akan menyusul Bukalapak? Waktu akan menjawabnya. Yang jelas, kini tujuh dari 35 emiten terbesar di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah perusahaan new economy. Angka ini sangat berpotensi bertambah jika pernyataan BEI terealisasi tahun ini.

Data Kementerian Keuangan mencatat, pertumbuhan ekonomi digital akan tumbuh delapan kali lipat pada 2030. E-commerce akan memiliki peran sangat besar yang mencapai 34%.

Di samping itu, Business-to-Business (B2B) diprediksi akan tumbuh 13% dan health-tech sebesar 8%. Kemudian, 10% dari total pasar ritel yang mencapai US$300 miliar merupakan e-commerce. Perlahan tapi pasti, e-commerce telah melengkapi para pelaku usaha ritel tradisional.

Bagaimana dari sisi volume perdagangan (trading volume) saham-saham new economy yang sudah melantai di bursa? Volume perdagangan pada saham new economy meningkat sebesar 7,3 kali sejak periode awal Januari 2020 hingga Juni 2021. Angka ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan LQ45 yang hanya 1,7 kali dan IHSG 3,9 kali. Artinya, saham-saham new economy semakin banyak diperjualbelikan. 

Kinerja saham-saham new economy juga terbilang mengesankan. Tercatat, kinerja saham-saham new economy mengalami kenaikan 214,1% sepanjang enam bulan terakhir. Sebaliknya, IHSG justru turun 1,5% dan LQ45 turun 12,9%. 

Menanjaknya saham-saham new economy memang tak terlepas dari adanya pandemi COVID-19. Sudah banyak perubahan yang terjadi akibat pandemi COVID-19. Salah satunya adalah perubahan konsumsi masyarakat. Terbatasnya mobilisasi membuat banyak masyarakat menggeser pola konsumsinya ke arah online atau berbasis digital.

Perubahan pola konsumsi tampaknya tak terhindarkan. Maksudnya, ada atau tidak adanya pandemi COVID-19, perubahan pola konsumsi sedemikian rupa berpeluang besar terjadi. Tapi, sebagian kalangan menilai setidaknya pandemi COVID-19 mempercepat perubahan tersebut.

Namun, pandemi COVID-19 tidak memonopoli penyebab naiknya saham-saham new economy. Bertahun-tahun sebelum pandemi COVID-19 merebak, era digitalisasi telah mengubah perspektif investor pasar modal.

Faktor lainnya yang tak bisa dipinggirkan adalah karakteristik kalangan milenial yang tentu saja berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya dalam berbagai aspek, termasuk soal investasi saham. 

Kemampuan dan kekuatan investor-investor milenial patut diperhitungkan. Meski lebih sedikit pengalaman, investor milenial jauh lebih aktif mencari informasi. Dalam menghimpun informasi, mereka memanfaatkan banyak channel komunikasi. Tak jarang pula investor milenial memantau ‘kode’ dari para influencer di berbagai media sosial serta sumber informasi lainnya.

Kini, saham bagus tidak lagi harus berupa saham ‘bluechip’ sektor keuangan dan konsumer. Terlebih, saham-saham ‘bluechip’ sideways dan cenderung terkoreksi. Sebaliknya, saham-saham digital justru memiliki trens positif.

Mayoritas saham-saham digital berhasil ‘unjuk gigi’ dan menunjukan bahwa emiten new economy bakal menjadi kekuatan baru ekonomi Indonesia. Singkatnya, saham bagus adalah saham yang mampu memberikan keuntungan.

Pasar saham memang begitu dinamis. Sepuluh saham dengan kapitalisasi terbesar di dunia pada tahun 1989, contohnya, telah keluar dari status perusahaan paling bernilai saat ini. Dinamika pasar saham pun dipengaruhi oleh lingkungan sekitar.

Oleh sebab itu, seorang investor saham harus peka melihat dinamika yang terjadi untuk menentukan strategi bisnisnya ke depan. 

Sumber: Peluang Sektor New Economy Indonesia, Potensi untuk Portofolio Reksadana dan Ditunjuk Jadi Menparekraf, Berikut Aset Properti Sandiaga Uno, dengan perubahan seperlunya.

Artikel Terkait