Banking

Review Laporan Keuangan dan Outlook Bank Capital Indonesia

Ajaib.co.id – PT Bank Capital Indonesia Tbk ( kode saham BACA) awalnya didirikan pada tahun 1989 sebagai bank patungan antara Credit Lyonnais SA dan Bank Internasional Indonesia dengan nama Bank Credit Lyonnais Indonesia.

Menyusul akuisisi oleh Danny Nugroho pada tahun 2004, perusahaan berganti nama menjadi Bank Capital Indonesia. Perusahaan kemudian go public pada 4 Oktober 2007 dengan harga penawaran Rp150 per lembar.

Bank Capital saat ini menyediakan layanan perbankan umum dan mengemban status bank devisa nasional. Dengan modal inti sebesar Rp1,25 triliun per 30 September 2020, perusahaan tergolong bank BUKU II.

Tinjauan Kinerja Keuangan Bank Capital Indonesia

Laporan keuangan interim kuartal III/2020 menunjukkan kinerja positif, meski sedikit mengendur. Bank Capital Indonesia berhasil membukukan laba bersih tahun berjalan sebesar Rp60,47 miliar per 30 September 2020 dibanding Rp80,0 miliar per 30 September 2019.

Pendapatan bunga bersih meningkat menjadi Rp381,41 miliar per kuartal III/2020 dibanding Rp222,95 miliar pada kuartal yang sama tahun lalu. Penghasilan operasional lainnya juga mengalami kenaikan cukup besar menjadi Rp154,89 miliar dibanding Rp187,30 miliar sebelumnya.

Akan tetapi, beban operasional lainnya seperti umum & administrasi serta gaji & tunjangan mencatat kenaikan. Beban non-operasional juga melebihi penghasilan non-operasional.

Satu catatan penting patut diperhatikan dari laporan arus kas (cash flow) Bank Capital Indonesia. Kas Bersih Digunakan untuk Aktivitas Operasi perusahaan tercatat minus Rp870,96 miliar per 30 September 2020.

Defisit sudah lebih rendah dibanding minus lebih dari Rp1 triliun pada pembukuan 30 September 2019, tetapi masih menyisakan cash flow minus Rp164 per lembar saham.

Perusahaan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) atas aset keuangan menjadi Rp159.794 juta per 30 September 2020 dibanding Rp30.464 juta per 30 September 2019. Akan tetapi, rasio kredit bermasalah juga meningkat.

Rasio NPL bruto dan netto masing-masing sebesar 3,97% dan 3,36% per 30 September 2020, jauh lebih tinggi dibandingkan 3,48% dan 1,80% per 31 Desember 2019. Dalam periode yang sama, restrukturisasi kredit mengalami penurunan dan jumlah hapus buku meningkat.

Adapun situasi sejumlah statistik utama antara lain sebagai berikut:

Aset: Rp19,22 triliun (QIII/2020) meningkat dibanding Rp18,96 triliun (QIV/2019)

Liabilitas: Rp17,60 triliun (QIII/2020) meningkat dibanding Rp17,42 triliun (QIV/2019)

Ekuitas: Rp1,62 triliun (QIII/2020) meningkat dibanding Rp1,54 triliun (QIV/2019)

NPM: 18,34% (QIII/2020)

DER: 569,71%

Sedangkan estimasi yang disetahunkan untuk beberapa rasio penting adalah sebagai berikut:

Return on Asset (ROA): 0,41%

Return on Equity (ROE): 4,97%

EPS: 11 (QIII/2020) lebih tinggi dibanding 2 (QIV/2019)

PBV: 1,76x tergolong murah

PER: 35,44x, jadi harga saham BACA saat ini adalah 35,44 kali dari nilai laba per sahamnya

Outlook Bank Capital Indonesia

Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Bank Capital yang diadakan pada bulan September 2020 lalu menyepakati rencanaright issue dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) senilai Rp2 triliun dalam rangka memperkuat permodalan perusahaan.

Aksi korporasi ini awalnya ditargetkan terlaksana pada Desember 2020. Akan tetapi, belum ada kabar lebih lanjut mengenai rencana right issue Bank Capital hingga pertengahan Desember ini.

Sempat beredar rumor mengenai akan masuknya Grup Panin melalui right issue, tetapi direktur Bank Panin baru-baru ini telah menampiknya.

Dalam klarifikasinya kepada BEI, Presiden Direktur Bank Panin Herwidayatmo dan Direktur Bank Panin Hendrawan Danusaputra mengatakan bahwa perseroan belum memiliki rencana untuk mengakuisisi Bank Capital Indonesia.

Masalah cash flow dan ketidakpastian right issue merupakan dua hal yang patut diperhatikan oleh investor.

Apabila kedua masalah ini dapat terselesaikan dengan segera, saham Bank Capital Indonesia berpotensi menguat seiring dengan momentum pemulihan ekonomi nasional tahun 2021 (khususnya jika ada konglomerasi besar yang tertarik untuk mengakuisisi dan menginjeksi dana segar ke perusahaan).

Namun, situasi perusahaan juga bisa jadi memburuk jika masalah terus berlarut-larut.

Satu hal lain lagi yang patut disoroti adalah komposisi pemegang saham BACA. Data RTI Business menunjukkan publik (masyarakat) memiliki lebih dari 60% saham BACA.

Kurang dari 40% sisanya dipegang oleh PT Inigo Global Capital (14,73%), PT Delta Indo Swakarsa (13,98%), dan PT Asuransi Simas Jiwa – Simas Equity Fund 2 (10,94%).

Otoritas Bursa Efek Indonesia memang menentukan saham publik minimal 7,5% untuk semua anggota bursa (aturan free float). Namun, proporsi kepemilikan saham oleh publik yang terlalu besar hingga lebih dari 50% juga cukup rawan.

Absensi pemegang saham dominan tunggal bisa jadi menandakan kurang baiknya kondisi kesehatan perusahaan. Akibatnya, pihak manajemen kurang memiliki insentif untuk memperbaiki situasi dan saham rentan menjadi bahan gorengan.

Saham-saham dengan proporsi kepemilikan saham oleh publik sangat tinggi akan rentan “goreng-menggoreng”, karena ada terlalu banyak saham beredar yang bisa diborong dan dilepas oleh bandar dalam waktu singkat.

Bandar dapat dengan mudah menghembuskan rumor untuk kemudian memanipulasi kenaikan tanpa dasar yang jelas. Jadi, investor perlu ekstra waspada ketika akan membeli saham-saham dengan kepemilikan saham publik yang tinggi seperti BACA.

Jangan mudah percaya pada rumor yang belum dikonfirmasi langsung oleh perusahaan dan berhati-hatilah menyikapi kenaikan harga saham yang belum diketahui sebabnya. Periksalah keterbukaan informasi BEI terlebih dahulu sebelum memercayai kabar media tentang saham apa pun.

Artikel Terkait