Ajaib.co.id – Siapa yang tidak punya aplikasi Gojek pada gadget-nya? Google PlayStore menunjukkan aplikasi ini sudah diunduh lebih dari 50 juta kali. Itu bukan angka belaka, melainkan representasi pangsa pasar potensial bagi perusahaan mana pun yang terkoneksi dengan Gojek. Itu juga langsung terkonversi dalam persepsi investor tentang prospek saham Bank Jago (ARTO) setelah diakuisisi Gojek.
Latar Belakang Bank Jago (ARTO)
Bank Jago awalnya didirikan pada tahun 1992 di kota Bandung dengan nama PT Bank Artos Indonesia Tbk. Perusahaan menyajikan layanan perbankan konvensional seperti tabungan dan pinjaman, terutama di kawasan DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Bank Artos kemudian diakuisisi oleh PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan Wealth Track Technology Limited (WTT) pada tahun 2019. Kedua pemegang saham pengendali baru itu melakukan reorientasi atas bisnis perusahaan, sehingga memutuskan untuk rebranding menjadi PT Bank Jago pada tahun 2020.
Reorientasi perusahaan bertujuan meningkatkan layanan konvensional perbankan biasa menjadi bank berbasis teknologi yang inovatif. Layanan bagi nasabah selanjutnya akan diarahkan untuk masuk ke suatu ekosistem yang mengoptimalkan teknologi. Akuisisi saham oleh Gojek tentu sesuai dengan visi perusahaan ini.
Akuisisi Bank Jago oleh Gojek
Di penghujung tahun 2020, PT Dompet Karya Anak Bangsa (Grup Gojek Indonesia) meresmikan akuisisi 22 persen saham Bank Jago dengan dana Rp 2,25 triliun. Akuisisi ini menjadikan Gojek sebagai pemegang saham terbesar kedua setelah MEI (37,65 persen), dan sejengkal lebih tinggi dari WTT (13,35 persen). Sebanyak 26,84 persen saham sisanya berada di tangan masyarakat, sehingga ketiganya resmi menjadi pengendali Bank Jago.
Seusai akuisisi, Co-CEO Gojek, Andre Soelistyo, mengatakan kepada media massa bahwa investasi di Bank Jago merupakan bagian dari strategi bisnis jangka panjang yang akan memperkuat pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis Gojek di masa mendatang.
“Hal ini sejalan dengan visi kedua perusahaan untuk mendorong percepatan inklusi keuangan di Indonesia,” ungkap Andre, sebagaimana dilansir oleh Tempo (18/12/2020).
Akuisisi ini rencananya juga akan menjadi awal dari kolaborasi antara Bank Jago dan Gojek. Bagaimana kira-kira wujud kolaborasi itu?
Pertama, jutaan pengguna Gojek akan dapat membuka rekening Bank Jago dan mengelola keuangannya melalui aplikasi Gojek. Ini artina pangsa pasar Bank Jago meningkat signifikan dari seputar pulau Jawa saja menjadi seantero Indonesia.
Kedua, Bank Jago akan lebih mudah dalam menyajikan layanan bank digital yang sesuai dengan kebutuhan dan kenyamanan pengguna. Gojek melalui Gopay-nya sejauh ini terbukti memahami dan mampu mengemas layanan keuangan inklusif yang disukai publik, dan hanya kekurangan lisensi bank saja untuk melebarkan sayapnya.
Prospek Saham Bank Jago Pasca-Akuisisi Gojek
Salah satu dampak langsung dari akuisisi oleh Gojek bagi saham Bank Jago adalah peningkatan likuiditas, atau dengan kata lain jual-beli sahamnya makin ramai. Kenaikan harga saham merupakan konsekuensi logis dari peningkatan likuiditas dan transaksi pada ARTO.
Sebelum akuisisi oleh Gojek, saham ARTO tidur nyenyak dekat harga IPO (Rp132 per lembar). Grafik historis menunjukkan saham ARTO baru menggeliat setelah merebaknya rumor akuisisi pada akhir tahun 2019. Setelah itu, harga sahamnya terus-menerus mencetak rekor tertinggi baru. Per penutupan bursa pada 12 Februari 2021 lalu, harga saham ARTO sudah bertengger pada Rp7200 per lembar.
Pertanyaannya, apakah kenaikan harga saham ini akan berlanjut? Ataukah harga saham Bank Jago sudah terlalu mahal?
Perlu diketahui bahwa Bank Jago aslinya bukanlah sebuah perusahaan yang profitable. Sejak tahun 2017 hingga 2019, perusahaan terus menerus mencetak kerugian. Berturut-turut, EPS-nya -92 pada 2017, -241 pada 2018, dan -101 pada 2019 (laporan keuangan 2020 belum dirilis).
Masuknya Gojek sebagai salah satu pemegang saham pengendali tidak akan memperbaiki situasi secara instan. Bahkan hingga awal tahun 2021 ini, belum ada kabar tentang wujud konkret kolaborasi Jago-Gojek. Pengembangan sebuah ekosistem perbankan digital yang tangguh tentunya membutuhkan waktu (dan kita tidak tahu berapa lama waktu tersebut).
Sayangnya, investor langsung ramai-ramai memborong saham ARTO setelah akuisisi Gojek. Seolah-olah perusahaan akan mampu menutup rugi sekaligus menghasilkan laba dalam waktu singkat. Saking gencarnya aksi beli saham Bank Jago ini, PBV-nya meroket sampai lebih dari 60x!
Sebenarnya, kurang tepat menilai valuasi saham Bank Jago sekarang dengan standar PBV lawas yang tentunya belum memperhitungkan peningkatan signifikan pangsa pasarnya ke puluhan juta pelanggan Gojek. Tapi semeleset-melesetnya valuasi PBV, angka 60x itu jelas sudah sangat overpriced.
Ingat, PBV harga saham wajar adalah pada kisaran 1x-2x. PBV saham BBRI yang merupakan bank terbesar di Indonesia saja saat ini berkisar antara 2-3x. PBV saham BBCA yang merupakan bank swasta paling top hanya antara 5-6x. Dalam penilaian sektoral maupun umum, valuasi saham Bank Jago sudah terlalu mahal.
Apakah itu artinya harga saham ini tidak bisa naik lagi? Belum tentu. Dalam jangka panjang, apa saja bisa terjadi.
Apabila kolaborasi Jago-Gojek sukses dan mampu menjadi bank baru yang sangat diminati masyarakat, tentu harga sahamnya bisa terus meningkat. Tapi dalam jangka pendek, harganya sudah membubung terlalu tinggi gegara spekulasi belaka (ingat, hasil kolaborasinya belum diluncurkan).
Ini artinya ada risiko penurunan harga yang cukup drastis, khususnya jika banyak pemegang saham masyarakat memilih untuk take profit mumpung harga sudah sangat tinggi.