Analisis Saham

Kinerja Saham BULL di Tengah Fluktuasi Harga Minyak

Ajaib.co.id – PT Buana Lintas Lautan Tbk (kode saham BULL) termasuk salah satu emiten pelayaran terkemuka di Bursa Efek Indonesia. Namun, harga sahamnya tidak ikut tenggelam bersama saham-saham sektor transportasi lain pada era pandemi COVID-19.

Mengapa demikian? Hal ini karena kinerja saham BULL lebih berkorelasi dengan fluktuasi harga minyak daripada kondisi industri transportasi.

Mengenal PT Buana Lintas Lautan Tbk

PT Buana Lintas Lautan Tbk (BULL) merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pelayaran dalam dan luar negeri. Armadanya mencakup kapal tanker, kapal tongkang, kapal penarik, dan masih banyak lagi. Perusahaan mulai beroperasi pada tahun 2005 dan melaksanakan IPO pada 23 Mei 2011 dengan harga penawaran Rp155 per lembar. 

Perjalanan harga saham BULL di Bursa Efek Indonesia sangat bergejolak bak gelombang samudera. Emiten ini sempat disuspen akibat keterlambatan penyampaian laporan keuangan hingga harga sahamnya terperosok ke rentang gocap.

Perusahaan selanjutnya memutuskan untuk melaksanakanreverse stock split dengan rasio 1:8 pada tahun 2015 guna membayar utang yang bernilai total USD50 juta. Reverse stock split dengan rasio 1:8, artinya setiap 8 lembar saham dengan Rp100 yang dimiliki pemegang saham akan menjadi 1 saham dengan nominal Rp800 per lembar.

Sejak saat itu, harga saham BULL belum mampu kembali lagi ke tingkat setara harga IPO-nya meski kinerja perusahaan sudah membaik. Posisi harga pada penutupan pasar tanggal 12 Februari 2021 terletak pada Rp316 per lembar, atau masih kurang dari setengah harganya dahulu. Secara valuasi, PBV (Price-to-Book Value) untuk saham BULL juga masih di bawah 1x.

Komposisi pemegang saham juga berubah seusai aksi korporasi itu. PT Berlian Laju Tanker Tbk (BLTA) yang awalnya merupakan induk usaha BULL mengalihkan sahamnya kepada Merrill Lynch dan Orchard Centar Master Limited (MLOR). 

Pasca restrukturisasi utang, komposisi pemegang saham berubah lagi beberapa kali. Menurut data RTI Business, komposisinya saat ini (14/2/2021) terdiri atas PT Delta Royal Sejahtera (10,19%), PT Tesco International Capital (7,78%), PT Trukindo Persada Sejahtera (6,90%), Credit Suisse AG (5,29%), Aries Liman (5,02%), masyarakat (64,60%), serta treasury (0,25%).

Kinerja Saham BULL dan Harga Minyak

Bisnis utama BULL adalah pengangkutan minyak dan gas, di samping penyewaan kapal dan jasa keagenan kapal untuk bidang-bidang lainnya. Oleh karena itu, tak heran jika harga saham BULL terpantau memiliki korelasi moderat dengan harga minyak WTI. Kamu dapat menyaksikannya pada screenshot komparasi harga saham BULL dan harga minyak WTI di bawah ini.

Antara tahun 2011 hingga 2015, harga saham BULL dan minyak WTI bergerak ke arah berbeda. WTI naik, sedangkan BULL menurun akibat masalah keuangan internalnya.

Setelah kinerja keuangan BULL membaik dan mulai fokus ke bidang pengangkutan migas pada 2016, harga saham BULL tampak cenderung terdongkrak setiap kali harga minyak WTI meningkat. Kecenderungan ini tidak bersifat mutlak karena korelasinya lemah, tapi dapat dilihat jelas beberapa momennya pada grafik.

Menariknya, kejatuhan harga minyak yang sangat tajam pada akhir 2018 dan awal 2020 tidak berdampak sama buruknya pada saham BULL. Mengapa bisa begitu? Ada dua alasan.

Pertama, kondisi fundamental perusahaan sudah jauh lebih kuat dibandingkan beberapa tahun lalu. PT Buana Lintas Lautan Tbk berhasil menjaring langganan dari BUMN migas negara, Pertamina. Laba perusahaan terus meningkat hingga Net Profit Margin (NPM) mencapai 28,23% per September 2020, dengan Return on Asset (RoA) 7,56% dan Return on Equity (RoE) 16,93%.

Kedua, perusahaan berperan sebagai penyedia infrastruktur pendukung industri migas dan tidak berkecimpung langsung dalam bisnis migas. Permintaan terhadap alat pengangkutan migas tidak akan berkurang hanya karena harga minyak melemah. Justru sebaliknya, pembelian minyak mungkin malah meningkat karena harga lebih murah.

Ketika harga minyak jatuh signifikan, perusahaan-perusahaan migas yang enggan jual rugi juga justru akan meningkatkan penyimpanan stok mereka. Saking penuhnya tangki-tangki penyimpanan minyak di darat, perusahaan-perusahaan migas beralih ke penyimpanan di laut. Nah, layanan sewa tanker untuk penyimpanan minyak lepas pantai seperti ini turut berkontribusi meningkatkan pendapatan BULL.

Prospek Saham BULL Ke Depan

Tak dapat dipungkiri, niche bisnis BULL yang unik memberikan keunggulan tersendiri bagi saham ini. Trader dapat melirik BULL untuk ikut memetik keuntungan selama masa-masa kenaikan maupun penurunan harga minyak.

Peminat growth investing juga dapat mempertimbangkannya untuk masuk dalam portofolio. Akan tetapi, saham ini kurang cocok untuk investasi jangka panjang yang menargetkan dividen.

Salah satu kelemahan utama saham BULL terletak pada komposisi pemegang sahamnya. Meski kinerja perusahaan sudah membaik, kita tetap perlu mewaspadai besarnya kepemilikan publik yang sampai lebih dari 60%.

Komposisi pemegang saham yang terlalu besar di tangan publik seperti ini membuat saham BULL rentan digoreng maupun dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Para pemilik saham terbesar saat ini juga tidak ada yang benar-benar dominan, sehingga relatif lebih mudah untuk “cuci tangan” ketika terjadi masalah keuangan dalam perusahaan.

Selain itu, patut dicatat bahwa saham BULL belum pernah memberikan dividen sama sekali. Bagi investor jangka panjang dan peminat nabung saham, perusahaan infrastruktur telekomunikasi memiliki prospek lebih stabil daripada perusahaan infrastruktur transportasi seperti emiten perkapalan ini.

Artikel Terkait