Ajaib.co.id – Pergerakan nilai tukar rupiah tentunya akan berdampak pada kegiatan perekonomian dalam negeri, bahkan yang berkaitan dengan perdagangan luar negeri. Maka dari itu penting sekali untuk memahami dampak-dampak dari pergerakan nilai tukar rupiah ini.
Mengutip dari kompas.com, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pernah mengatakan kalau penguatan rupiah memiliki arti investor semakin yakin dan optimistis terhadap perekonomian dan instrumen investasi di Indonesia. Hal ini diungkapkan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.
Kalau sudah begini kondisinya, Indonesia melalui pemerintah tinggal mendorong supaya ada perbaikan pada instrumen investasi sehingga semakin diketahui luas di dunia investor. Hal ini akan semakin menunjukkan bahwa fundamental Indonesia memang kuat. Caranya dengan memperkuat struktur dan memperbanyak instrumen.
Faktor Penyebab Rupiah Menguat
Lalu apa saja faktor-faktor yang bisa mendorong penguatan rupiah? Sebetulnya, menguat atau melemahnya dipengaruhi oleh kondisi fundamental ekonomi dalam negeri dan global. Kalau berbicara saat ini, dunia tengah dihadapkan pada kondisi ketidakpastian akibat wabah virus corona.
Hal ini membuat aktivitas ekonomi dunia dan di Indonesia memang sulit diprediksi. Meski begitu, Bank Indonesia (BI) tetap optimis jika pergerakan nilai tukar rupiah akan mengalami penguatan. Setidaknya ada beberapa alasan yang disampaikan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, di antaranya:
- Pelaku Pasar Confident
Pertama, Perry menyatakan rupiah bisa menguat jika pelaku pasar di dalam dan di luar negeri merasa percaya diri atau confident terhadap perekonomian Indonesia. Karena BI selalu berada di pasar dan menempuh langkah-langkah stabilisasi nilai tukar rupiah ketika ada tekanan di pasar.
Sehingga pergerakan nilai tukar rupiah bisa membaik. Karena mekanisme pasar bekerja sehingga confident investor pun tumbuh. Adanya jual beli yang baik ini pun berkontribusi mengurangi kebutuhan BI dalam melakukan stabilisasi nilai tukar.
- Mekanisme Pasar Baik
Kedua, confident pasar bisa terlihat dari bagaimana mekanisme pasar yang baik. Mekanisme pasar yang baik ini harus tercipta antar pelaku pasar dan mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah.
- Stimulus Penanganan COVID-19
Faktor ketiga yang mendukung penguatan nilai tukar rupiah adalah upaya yang dilakukan oleh Indonesia. Upaya tersebut dalam penanganan kasus COVID-19, maupun langkah-langkah stimulus dalam jumlah besar, baik dari isi fiskal maupun moneter.
Keuntungan Rupiah Menguat
Ada beberapa keuntungan saat rupiah mengalami penguatan. Berikut di antaranya:
- Harga barang impor lebih murah
Rupiah yang menguat akan memberikan keuntungan pada barang-barang impor. Tentu juga bagi kamu yang menyukai barang impor. Harga barang dengan brand mahal yang berasal dari luar negeri yang kamu impikan tentu akan menjadi lebih murah.
Misalnya, jika sekarang kurs USD 15 ribu, sementara barang incaranmu senilai Rp150.000. Maka jika rupiah mengalami penguatan dan dolar Amerika Serikat (AS) menjadi senilai USD 10 ribu, maka barang impor yang kamu idam-idamkan harganya tinggal sekitar Rp100.000.
Hal ini sudah barang tentu menguntungkan pelaku usaha yang melakukan kegiatan jual-beli mereka dari bahan baku atau barang dari luar negeri. Karena ada biaya produksi yang menjadi terpotong dan menghemat biaya operasional.
- Biaya liburan lebih hemat
Akibat dari rupiah menguat, maka nilai mata uang Indonesia ini menjadi lebih tinggi nilainya dan akan memudahkan perjalanan liburan kamu ke luar negeri. Karena biaya yang dikeluarkan saat wisata keluar negeri bisa ditekan dengan murahnya harga barang-barang yang dijual di negara tujuan.
- Beban utang luar negeri berkurang
Nilai tukar rupiah yang menguat dibandingkan dolar Amerika Serikat akan membuat angka utang terbilang lebih kecil. Sederhananya, jika rupiah menguat, maka beban utang luar negeri Indonesia juga turut berkurang.
- Cadangan devisa meningkat
Keuntungan yang keempat adalah cadangan devisa Indonesia menjadi bertambah. Bank Indonesia (BI) memperoleh kesempatan lebih baik untuk menyimpan cadangan devisa apabila rupiah menguat. BI akan menukarkan sebanyak-banyaknya rupiah dengan dolar dan nantinya berdampak pada naiknya cadangan devisa.
Untuk diketahui, melakukan penukaran rupiah dengan dolar ini memang tugas BI demi meregulasi agar nilai rupiah tetap stabil.
Dampak Menguatnya Rupiah ke Saham
Mengutip dari kontan.co.id, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony memaparkan dampak penguatan rupiah kepada beberapa saham. Ia mengamati, saham-saham yang berbasis impor akan diuntungkan dengan menguatnya rupiah. Adapun saham-saham berbasis impor tersebut seperti, PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA).
Selain itu, perusahaan-perusahaan yang memegang utang dalam bentuk dolar juga akan mendapat angin segar dari menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Misalnya, PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI). Jika melihat laporan keuangan semester pertama tahun 2020 ini, total liabilitas ASRI mencapai Rp11,52 triliun, yang terdiri dari liabilitas jangka pendek Rp3,64 triliun dan jangka panjang Rp7,88 triliun.
Melalui utang yang lebih ringan terhitung bisa memberikan efek positif untuk ASRI ditambah juga penjualan properti di kuartal tiga ini mulai terlihat adanya peningkatan.
Chris juga melihat, prospek dari saham-saham tersebut ke depan masih cukup baik. Sebut saja untuk emiten ERAA dengan menguatnya rupiah kemungkinan akan membukukan kinerja yang lebih baik, terlebih penjualan ERAA yang meningkat sejak 2020 ini.
Mengutip laporan keuangan perusahaan yang ditulis kontan.co.id, ERAA telah mengantongi penjualan Rp23,17 triliun hingga kuartal III 2020. Realisasi ini turun 1,86% secara year on year (yoy) dari sebelumnya Rp 23,61 triliun. Namun, meski begitu ERAA mencatat laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp295,12 miliar atau melesat 78,21% yoy dari sebelumnya Rp 165,6 miliar.
Selain itu, Chris melihat emiten produsen ban yakni GJTL pun terlihat cukup baik. Melalui harga karet yang kembali menguat dan penjualan mobil yang kembali meningkat, dengan demikian seharusnya berbanding lurus dengan peningkatan penjualan ban GJTL.
Untuk itu, Chris merekomendasikan untuk membeli (buy) saham-saham tersebut dengan target harga untuk GJTL Rp 640, ERAA dengan target Rp 2.200, dan ASRI dengan target Rp 220.
Sementara itu, emiten-emiten yang basisnya pada ekspor seperti emiten sektor tambang dan emiten lain yang menjual produknya ke luar negeri dengan pendapatan berbasis dolar harus tertekan dengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Chris mencontohkan, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) dan PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) adalah contoh emiten yang dirugikan saat dolar melemah.
Meski begitu, saham SRIL dengan harganya yang cenderung murah masih menarik untuk dikoleksi, saat ini PER SRIL tercatat 3,07 kali dengan PBV di 0,46 kali.