Saham

Kepemilikan Saham Telkomsel! Tambang Emas Telkom dan Singtel

Sumber: metrobali.com

Ajaib.co.id – Sebenarnya berapa persentase kepemilikan saham Telkomsel? Sehingga dikatakan jika Telkomsel merupakan tambang emas dari Telkom dan Singtel. Tahu terkait dengan seluk beluk saham seperti ini menjadi penting jika Anda memilih saham sebagai instrumen investasi. 

Terlebih lagi hal krusial seperti ini. Pasalnya berbagai isu terkait dengan perusahaan yang ingin Anda beli sahamnya bisa mempengaruhi naik turunnya saham. Jika memang seperti itu, lalu apa yang dimaksud dengan Telkomsel adalah tambang emas Telkom dan Singtel? 

Kepemilikan Saham dari Telkomsel

Telkomsel selalu menjadi tambang emas bagi pemiliknya. Itulah kenapa Singtel memilih tetap mempertahankan Telkomsel. Meskipun dihadapkan dengan ketentuan larangan monopoli yang sudah diberlakukan di Indonesia.

Singtel secara resmi memang baru menguasai saham Telkomsel sebesar 35% pada tahun 2003. Singtel atau Singapore Telecommunications Limited merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar Singapura. 

Singtel membeli saham Telkomsel secara bertahap. Sebab kepemilikan Singtel atas Telkomsel baru dimulai pada tahun 2001. Pada saat itu KPN Netherlands (KPN) dan PT Setdco Megacell Asia (Setdco) yang masing-masing memiliki 17.3% dan 5% saham Telkomsel melegonya. 

Kemudian pada Oktober 2003, Singtel kembali melunasi pembayaran atas 12,7% saham Telkom yang ada di Telkomsel sebesar US$427 juta. Dengan pembayaran tersebut, kepemilikan saham Telkomsel oleh Singtel menjadi 35%. Untuk menguasai saham Telkomsel hingga 35%, dikabarkan jika Singtel harus mengeluarkan dana hingga US$1 miliar. 

Sempat Memunculkan Kegaduhan

Kepemilikan Singtel atas Telkomsel sempat memunculkan kegaduhan. Pasalnya induk usaha Singtel yakni Temasek berhasil menguasai 41,94% saham PT Indosat TBK pasca dinyatakan sebagai pemenang dalam divestasi 41,94% saham Pemerintah RI di Indosat sebesar Rp5,62 triliun pada 2002. 

Pada tahun 2002 pemerintah RI melego saham Indosat sebagai bagian dari upaya privatisasi BUMN. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan dana setoran APBN. Namun hal tersebut ternyata menimbulkan permasalahan lain. 

Pasalnya Temasek menguasai saham Indosat melalui Singapore Technologies Telemedia (STT). Masalahnya Temasek tercatat memiliki 10% saham STT. Dengan demikian secara tidak langsung Temasek menjadi pemegang saham ganda di dua operator telekomunikasi terbesar di Indonesia, yaitu Telkomsel dan Indosat. 

Pada November 2007, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) menyatakan jika Temasek dan anak-anak perusahaannya yang terkait, secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar larangan kepemilikan silang. Hal ini sesuai dengan Pasal 27 huruf a UU No. 5 Tahun 1999 terkait dengan Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat atau UU Anti Monopoli. 

Nah, atas pelanggaran tersebut, KPPU memerintahkan Temasek dkk untuk menghentikan kepemilikan silang di Telkomsel dan Indosat. Caranya adalah dengan melepas seluruh kepemilikan sahamnya kepada salah satu perusahaan tersebut. 

Kemudian pada Juni 2008, Temasek memilih untuk melepas sahamnya di Indosat. Temasek melepas 40.8% saham Indosat senilai 2,4 miliar dolar Singapura atau sekitar 1,8 miliar dolar AS ke Qatar Telecom. 

Keputusan untuk melepas Indosat dan mempertahankan Telkomsel memang berbuah manis pada akhirnya. Pasalnya Telkomsel terus-menerus mencatat untung. Bahkan mampu memberikan kontribusi besar pada kinerja induk perusahaan. 

Coba bandingkan dengan Indosat yang hingga kini masih berjibaku dengan kerugian. Misalnya pada tahun 2018, Indosat mencatat rugi hingga Rp2,4 triliun. Padahal pada tahun sebelumnya berhasil mencatat untung hingga Rp1,1 triliun. Namun Indosat berhasil memperkecil kerugiannya menjadi Rp284,6 miliar pada kuartal III tahun 2019.

Sementara itu, Singtel sendiri hingga kini masih teguh memegang kepemilikannya di Telkomsel. Singtel dengan sangat tegas selalu menolak upaya Pemerintah RI yang ingin membeli saham Telkomsel yang dimilikinya. 

Contohnya saja pada tahun 2011. Telkom berencana untuk membeli kembali saham TLKM atau Telkomsel hingga 35%. Tetapi rencana Telkom tidak pernah terwujud hingga kini. Pasalnya Singtel tampaknya sama sekali tidak tertarik dengan tawaran Telkom. Sehingga sampai saat ini kepemilikan saham Telkomsel oleh Singtel masih tetap 35%. Dan yang 65% dimiliki oleh Telkom. 

Telkomsel selalu Menambang Untung

Kengototan Singtel untuk mempertahankan Telkomsel memang sangat beralasan. Laporan keuangan Telkom memperlihatkan bagaimana signifikannya Telkomsel mengganjal kinerja Telkom. 

Bahkan bisa dikatakan jika prospek kinerja Telkomsel ke depan masih sangat menjanjikan. Hal itu justru berkebalikan dengan induknya, yaitu Telkom. Beberapa lini usaha Telkom mulai redup ditelan perkembangan teknologi. Salah satu contoh terdekatnya adalah bisnis telepon fixed line

Bahkan Toto Pranoto yang merupakan pengajar di Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia menjelaskan jika bisnis Telkom berupa sambungan telepon fixed line bisa dikatakan sudah redup. Sebenarnya fenomena seperti ini juga dialami oleh perusahan di negara lain seperti NTT (Jepang) dan Telsra (Australia). 

Sebaliknya menurut Toto ada perubahan pola gaya hidup ke bisnis seluler yang erat dengan internet, aplikasi, dan data. Model bisnis seperti inilah yang nantinya akan lebih cemerlang ke depan. Itulah kenapa kontribusi Telkomsel dikatakan paling besar di antara anak usaha Telkom lainnya. Pasalnya bisnis masa depan seluler masih sangat menjanjikan. 

Nah, sebagai orang yang ada niatan untuk investasi saham tentunya penting sekali untuk mengerti kondisi pasar seperti ini. Jangan  sampai Anda salah beli saham karena mengira saham yang Anda beli akan mengalami kenaikan. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, saham yang sudah Anda beli tidak kunjung naik. 

Itulah kenapa dikatakan jika melakukan investasi saham tidak semudah yang dibayangkan. Dan jangan pernah berpikir jika semua ini hanya sebatas spekulasi. Ulasan kepemilikan saham Telkomsel ini mungkin bisa Anda jadikan sebagai pelajaran.

Artikel Terkait