Saham

Jual Saham Harus Pakai Perhitungan, Kapan Waktu yang Tepat?

Ajaib.co.id – Pada dasarnya, siapa saja bebas mau jual saham kapan saja. Namun, kembali ke tujuan awal, siapa saja tentu tak mau buntung karena melakukan kesalahan dalam jual beli saham bukan? Aturan main selalu ada sebagai bentuk upaya memperoleh keuntungan maksimal dalam investasi maupun trading.

Prinsip sederhana untuk mendapatkan keuntungan adalah: jual saham saat mahal, beli saat murah. Terdengar mudah bukan? Sama seperti saat kita hendak menjual emas, properti, dan aset investasi lainnya. Namun, ternyata tidak semudah itu menerapkan prinsip tersebut ketika jual saham.

Harga saham yang naik turun dengan cepat turut membuat kita juga maju mundur untuk jual saham. Sudah tidak sabar ingin tahu strategi jual saham dan kapan waktu yang tepat untuk menjual saham? Simak terus, ya.

Sabar dan Tidak Panik

Kamu dan semua investor lainnya tentu sebisa mungkin menghindari kerugian. Karena itulah, tidak sedikit investor yang langsung menjual sahamnya begitu harga jual naik. Pengalaman serupa juga pernah dialami oleh Warren Buffet, salah satu investor paling sukses di dunia.

Disarikan dari investasi.kontan.co.id, Warren Buffet membeli saham pertamanya, yakni Citi Services seharga US$38,25. Saat harga saham tersebut mencapai US$40, Buffet langsung menjualnya. Ternyata, beberapa tahun kemudian harga saham Citi Services sudah mencapai US$200. Dari pengalaman inilah Warren Buffet belajar untuk berinvestasi jangka panjang.

Dari kisah Warren Buffet di atas, kita bisa ambil tips pertama soal waktu yang tepat untuk menjual saham. Jawabannya, pastikan dulu jika ingin mendapatkan untung besar, investasi jangka panjang adalah langkah tepat. Harga saham memang naik turun, tetapi akan cenderung terus naik dalam jangka panjang.

Kamu boleh menjual saham setelah tujuan investasi jangka panjang tercapai. Contohnya, kamu berencana memiliki dana pensiun dalam waktu 20 tahun lagi. Selama 20 tahun, kamu harus konsisten membeli saham dan baru menjualnya setelah 20 tahun.

Lalu, bagaimana kalau harga saham tidak banyak berubah selama bertahun-tahun? Memang, kita tidak rugi bandar karena harga tidak merosot jatuh.

Namun, kita rugi waktu karena inflasi terus naik sementara nilai investasi saham kita tidak beranjak. Atau bagaimana jika ternyata harga saham anjlok drastis? Haruskah investor berani jual rugi?

Dalam kasus harga saham yang merosot, biasanya setelah kondisi perekonomian pulih, harga saham akan kembali naik. Bahkan, kerap kali akan lebih tinggi dari harga tertinggi sebelumnya. Karena itulah, ketika harga saham sedang turun, kita disarankan untuk wait and see alih-alih langsung tenggelam dalam kepanikan dengan tindakan jual rugi.

Sering kali, investor yang melakukan kesalahan dengan jual rugi ini terpaksa harus membeli kembali saham yang sama ketika harganya sudah lebih mahal. Menyesal, dong.

Jangan Terlena

Sampai di sini, kesimpulan awal yang kita dapat adalah investor sebaiknya menetapkan investasi jangka panjang untuk memberikan keuntungan maksimal. Hati-hati, tindakan tersebut juga harus disertai dengan analisis terus-menerus terhadap fluktuasi saham dan kinerja perusahaan (emiten).

Sebagai investor, kita harus paham analisis fundamental dan teknikal. Analisis fundamental dilakukan dengan menelusuri neraca keuangan, laporan laba-rugi perusahaan, dan sebagainya. Sedangkan analisis teknikal dilakukan dengan melihat riwayat pergerakan harga dan memperkirakan kecenderungannya di masa depan.

Mengapa kita tidak boleh berleha-leha dan harus terus melakukan analisis? Tidak semua perusahaan akan memiliki kinerja yang baik terus-menerus. Kamu harus melihatnya sendiri dari laporan keuangan mereka dan terus mengikuti perkembangan perusahaan. Jangan sampai kita terlambat menjual saham karena abai terhadap harga saham yang terus-menerus jatuh dan memang tidak ada kemungkinan untuk naik.

Jangan Ikut-Ikutan

Dalam banyak hal, tindakan ikut-ikutan memang tidak dibenarkan. Tindakan ikut-ikutan kerap kali dilakukan tanpa landasan pemahaman. Sebagian besar pemicunya adalah kepanikan dan sikap impulsif.

Dalam kegiatan investasi saham pun demikian. Ikut-ikutan hanya akan membuatmu merugi. Kalau pun untung, itu hanyalah kebetulan.

Dalam situasi tidak menguntungkan dengan adanya pandemi Covid-19 seperti saat ini, banyak sekali investor yang panik dan ikut-ikutan menjual saham. Tentu saja, karena hampir semua harga saham terus merosot. Lalu, adakah tips khusus investasi saham di tengah pandemi?

Mengutip dari katadata.co.id, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Inarno Djajadi menyampaikan bahwa tren bearish atau harga-harga saham yang cenderung turun tidak hanya terjadi di Indonesia. Semua wilayah yang terdampak wabah, termasuk Asia Tenggara, mengalami hal serupa. Ia menegaskan bahwa BEI sebagai pasar modal Indonesia terus menerapkan kebijakan guna tidak memperburuk keadaan.

Salah satu kebijakan BEI untuk menekan laju penurunan adalah dengan penerapan batasan auto-rejection bawah. Jadi, jika harga saham turun sampai patokan yang sudah ditetapkan, perdagangan akan terhenti secara otomatis. Kebijakan ini dilakukan agar investor tidak ikut-ikutan jual saham.

Pada dasarnya, banyak saham dari perusahaan berkinerja baik (blue chip) dan memiliki prospek di masa depan. Sayang sekali jika sahamnya langsung dijual.

Justru dengan melihat saham-saham mana yang berpeluang cepat pulih, masa sulit seperti ini menjadi waktu yang tepat untuk beli saham. Ya, karena harga jualnya sedang murah.

Ternyata, kondisi psikologis juga berpengaruh banyak ya dalam kegiatan investasi. Terbukti, investor yang sukses adalah mereka yang sangat tangguh, sabar, dan konsisten dalam berbagai situasi. Mereka mampu tetap berpikir jernih dalam kondisi terburuk. Dengan demikian, kesalahan pengambilan keputusan lebih jarang terjadi.

Jadi, apa keputusanmu hari ini? Jual atau beli saham? Semoga merupakan keputusan terbaik ya.

Artikel Terkait