Saham

Istilah Saham Sell in May and Go Away, Apa Artinya?

Ajaib.co.id – Dalam dunia saham, dikenal sejumlah istilah. Salah satunya adalah Sell in May and Go Away. Apakah yang dimaksud dengan istilah tersebut?

Awalnya diperkirakan, istilah Sell in May and Go Away berasal dari Inggris. ‘Sell in May and go away, and come on back on St. Leger’s Day’ adalah frase lengkapnya.

Pada mulanya, istilah Sell in May and go away, and come on back on St. Leger’s Day dimaksudkan kepada aristrokrat, pedagang, atau banker di Inggris yang pergi meninggalkan London untuk sementara waktu.

Mereka akan kembali lagi pada saat St. Leger’s Day. Ini merupakan sebuah acara pacuan kuda yang berlangsung di pertengahan bulan September.

Hal ini sesuai dengan periodisasi musim di Eropa. Musim panas di kebanyakan negara di Eropa dimulai pada bulan Mei dan berakhir di bulan September. Pada musim panas, sebagian orang di London pergi berlibur dan meninggalkan ‘hiruk pikuk’ aktivitas ekonomi untuk sementara waktu.

Meskipun istilahnya tak sama persis, para pelaku pasar di AmerikaSerikat (AS) mengadopsi Sell in May and Go Away. Pasalnya, periodisasi musim di AS dan Eropa pada umumnya tak berbeda jauh. Namun, baru setelah Perang Dunia ke-2 istilah Sell in May and Go Away relevan dalam investasi AS.

Pada konteks saham, apakah istilah Sell in May and Go Away berarti investor harus menjual saham di bulan Mei? Well, pada dasarnya bisa dibilang begitu.

Istilah Sell in May and Go Away adalah strategi yang bisa diterapkan oleh investor untuk menjual saham miliknya di bulan Mei. Selanjutnya, investor bisa kembali membeli saham di bulan November.

Mengapa ada ketentuan tak tertulis seperti demikian? Pada periode Mei–Oktober, biasanya saham memiliki tingkat kenaikan harga lebih rendah dibanding bulan-bulan lainnya.

Jadi, istilah Sell in May and Go Away bertujuan menghindari periode Mei–Oktober. Pada periode Mei–Oktober, biasanya juga terjadi volatilitas temporer pasar yang cenderung dihindari oleh investor saham.

Lantas, apakah istilah Sell in May and Go Away benar-benar terjadi? Atau, istilah tersebut hanyalah mitos belaka di bursa saham? Merujuk data historis beberapa tahun tertentu, pola pasar modal di terbukti menggambarkan istilah Sell in May and Go Away.

Hal ini wajar terjadi mengingat manusia yang melakukan transaksi jual-beli saham setiap hari. Manusia pun memerlukan liburan untuk menyeimbangkan kehidupannya. Jadi, momen musim panas memang kadang membuat pasar modal sedikit lebih sepi dari biasanya.

Merujuk data statistik, Sell in May and Go Away memang benar-benar terjadi. Tapi, tidak selalu. Data Stock Trader Almanac menunjukkan, Dow Jones Industrial Average mengalami kenaikan rata-rata hanya 0,3% selama periode Mei–Oktober sejak tahun 1950.

Angka ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan periode November–April. Pada rentang waktu November–April, tingkat kenaikan rata-rata saham tercatat sebesar 7,5%.

Fuerst, bersama Profesor Sandro Andrade dan Vidhi Chhaochharia (University of Miami), juga melakukan penelitian yang memberikan hasil identik. Penelitian tersebut dilaporkan dalam sebuah makalah pada tahun 2012.

Penelitian Fuerst, Profesor Sandro Andrade, dan Vidhi Chhaochharia menunjukkan bahwa ada tingkat kenaikan saham rata-rata lebih besar 10% pada November–April dibandingkan pada Mei–Oktober.

Lebih menarik lagi, penelitian Fuerst, Profesor Sandro Andrade, dan Vidhi Chhaochharia yang dilakukan lebih dari satu dekade itu tidak cuma dalam skala pasar AS, melainkan juga pada 37 negara.

Dahulu, sebagian orang mengaitkan Sell in May and Go Away dengan kebiasaan investor berlibur saat musim panas. Pada musim dingin, investor baru membeli lagi saham. Tapi, secara logis, penelitian Fuerst, Profesor Sandro Andrade, dan Vidhi Chhaochharia, membuktikan hal tersebut tidak valid.

Namun, Investopedia mencatat berdasarkan sebuah riset oleh analis Bank of America Merrill Lynch di Amerika Serikat, ditunjukkan bahwa secara historis sejak 1928 periode Juni–Agustus adalah masa-masa terbaik kedua di pasar saham setiap tahunnya. 

Tulisan yang sama mengatakan bahwa statistik yang lebih kekinian telah menunjukkan pola musiman ini tidak tepat lagi sekarang ini. 

Bagaimana dengan di pasar saham Indonesia? Apakah Sell in May and Go Away benar-benar terjadi di Indonesia?

Pada beberapa periode Mei–Oktober, Sell in May and Go Away memang terbukti. Tetapi, tidak ada jaminan hal tersebut terjadi setiap tahunnya. Tidak ada jaminan pula Sell in May and Go Away terjadi di tahun-tahun mendatang.

Oleh sebab itu, langkah terbaik adalah tidak membabi-buta menggunakan strategi Sell in May and Go Away. Disarankan lebih waspada di bulan Mei–Oktober, menjaga tingkat risiko dan sambil tetap melakukan analisis sebaik-baiknya, barangkali Sell in May and Go Away tidak terjadi.

Khusus di Indonesia, bulan Ramadan biasanya menjadi momen di mana roda ekonomi berputar sedikit lebih kencang dikarenakan orang-orang yang kembali berbelanja demi kebutuhan bulan puasa dan Idul Fitri.

Alih-alih mempraktikkan Sell in May and Go Away secara kaku, rotasi investasi dapat menjadi opsi yang lebih dapat diterima.

Artinya, investor tidak perlu menjual semua investasi sahamnya. Setelah itu, ia keluar dari pasar untuk beberapa waktu. Sebagai gantinya, investor dapat merotasi saham-saham di dalam portofolio yang dimilikinya. Investor dapat menukar dengan saham-saham yang tidak terpengaruh fenomena Sell in May and Go Away.

Sebagai contoh, saham-saham ritel dan consumer goods yang malah cenderung akan naik dikarenakan faktor bulan puasa yang tak lama lagi datang.

Artikel Terkait