Berita

Harga Rokok Naik Tak Membuktikan Kebiasaan Merokok Berkurang

Ajaib.co.id – Sangat sulit menghentikan kebiasaan dari yang namanya merokok. Bisa dikatakan merokok sudah jadi gaya hidup masyarakat zaman modern saat ini. Meskipun harga rokok dinaikkan sekalipun imbas dari kenaikan tarif cukai rokok, tetap saja masih banyak yang beli.

Bahkan untuk menarik minat kalangan anak muda, para produsen rokok menciptakan rokok dengan menambahkan sensasi cita rasa manis pada saat dihisap. Inovasi tersebut membuat perokok usia anak dan remaja semakin meningkat.

Pemerintah inginnya mengurangi masyarakat Indonesia mengonsumsi rokok karena merokok berdampak buruk pada kesehatan. Upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan menaikkan tarif cukai rokok. Ya, setiap tahun pemerintah terus melakukan perubahan terhadap kebijakan tarif cukai rokok.

Pada awal Februari 2021, tarif cukai rokok resmi mengalami kenaikan sebesar 12,5 persen. Dengan kenaikan itu, diperkirakan masing-masing layer rokok akan ikut naik antara 13,8 persen hingga 18,4 persen.

Pertanyaannya, apakah dengan naiknya harga rokok di pasaran akan berpengaruh terhadap kebiasaan merokok di masyarakat?

Masyarakat Tetap Beli Rokok

Sejak pemerintah konsisten menaikkan tarif cukai rokok yang diikuti dengan tingginya harga rokok di Indonesia, perokok anak justru terus meningkat. Berdasarkan data yang dikutip dari laman suara.com, tercatat sejak 2013 persentase perokok anak usia dini jumlahnya makin meningkat. Di tahun tersebut jumlah perokok usia dini mencapai 7,2 persen dan meningkat sebesar 8,8 persen pada tahun 2016.

Kemudian di tahun 2018, kembali meningkat menjadi 9,1 persen. Ini artinya siapa saja anak berusia 10-18 tahun berpotensi menjadi perokok tanpa memandang status ekonominya. Ketika merokok sudah termasuk ke dalam gaya hidup mereka, maka ini akan sulit dicegah.

Walaupun produsen rokok sudah melakukan promosi negatif dengan memasang logo-logo dan peringatan bahaya pada kemasannya tetap tak menyurutkan niat untuk berhenti merokok. Penyebabnya adalah meniru perilaku merokok di lingkungan sekitar atau komunitasnya.

Jadi, anak muda akan kecenderungan merokok karena melihat temannya dan itu secara tidak langsung akan membentuk identitas dia bersama kawan-kawannya.

Sangat sulit menghentikan kebiasaan merokok dan tidak bisa dilakukan secara individu, melainkan diarahkan kepada kelompok. Dengan kata lain, jika kebiasaan merokok masih melekat pada identitas dirinya dan juga identitas kelompoknya, mau berapapun harga rokok naik tetap tidak akan berpengaruh.

4 Pilar yang Harus Diwujudkan

Menurut salah seorang Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, kenaikan bea cukai industri hasil tembakau tidak akan mampu jadi solusi kalau tidak mempertimbangkan beberapa hal. Setidaknya ada 4 pilar yang jadi perhatian utama, yaitu:

1.   Pengendalian Konsumsi

Sampai saat ini, perokok anak usia 10 sampai 18 tahun di Indonesia telah mencapai 9,1 persen. Untuk itulah dalam penerapan kebijakan tarif cukai rokok, pemerintah harus melihat bagaimana konsumsi rokok ini bisa dikendalikan.

Pada rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN), pemerintah menargetkan menurunkan angka perokok anak turun menjadi 8,7 persen pada 2024 nanti. Namun, agar target ini terwujud pemerintah harus memperhatikan hal lain dari sekedar hanya menaikkan cukai.

2.   Optimalisasi Penerimaan Negara

Hal ini juga perlu diperhatikan pemerintah karena menjadi bisa jadi salah satu skema fiskal untuk dapat mengendalikan konsumsi rokok di masyarakat.

3.   Keberlangsungan Tenaga Kerja

Seperti diketahui pabrik rokok termasuk salah satu yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Itu artinya, jika pemerintah ingin mengendalikan konsumsi rokok di tanah air dan menaikkan tarif cukai akan ada konsekuensi besar yang menanti. Di samping itu, berbicara tenaga kerja juga menyangkut terhadap keberlangsungan industri tersebut.

4.   Peredaran Rokok Ilegal

Pemerintah jangan hanya memikirkan cara mengendalikan konsumsinya, penerimaan ke negara serta keberlangsungan tenaga kerjanya. Peredaran rokok ilegal pun harus diwaspadai karena dengan semakin mahalnya harga rokok, orang akan mencari rokok-rokok ilegal yang harganya lebih murah.

Penggunaan rokok ilegal mungkin akan berkembang pesat, khususnya bagi golongan ekonomi kelas bawah. Namun, bagi golongan ekonomi atas tidak akan terpengaruh dengan harga.

Harga Rokok Masih Tetap Murah

Kenaikan tarif cukai hasil tembakau ternyata tidak berpengaruh signifikan terhadap harga rokok di pasaran. Masih banyak perusahaan rokok yang kedapatan menjual produknya di bawah harga banderol yang tercantum di pita cukainya. Hal ini tentu sangat mengurangi efektivitas dari kebijakan menaikkan tarif cukai.

Maka tidak heran apabila prevelensi perokok terutama perokok usia muda semakin tidak terkendali. Terus menerus menaikkan tarif cukai rokok bisa dianggap kegagalan pemerintah dalam melindungi anak dan masyarakat dari rokok. Untuk itu, pemerintah harus mengevaluasi dengan membuat peraturan dan regulasi yang kuat dalam mengendalikan konsumsi rokok.

Dalam PMK 198/2020, Kemenkeu menerapkan tarif cukai untuk 2021 yang mengatur harga rokok di pasaran minimal 85% dari harga banderol yang tertera pada kemasan rokok. Namun, penetapan ini harus dibarengi dengan pengawasan secara berkala supaya para produsen rokok patuh oleh Bea Cukai.

Kalau memang pemerintah serius dalam menangani permasalahan konsumsi rokok, harusnya harga rokok sulit untuk dijangkau. Hasil di lapangan membuktikan bahwa kebijakan cukai tidak konsisten dan harga sebungkus rokok tetap murah.

Jika kebijakan kenaikan cukai tidak berhasil dalam mengendalikan tembakau, pemerintah harus mendorong dan mengkaji pembatasan harga jual eceran. Karena mau berapapun cukai rokok naik, tetapi harga rokok per batangnya masih murah sudah pasti bisa dijangkau siapa saja.

Artikel Terkait