Saham

Fluktuasi Saham BUMN Karya, Seberapa Menarik?

Ajaib.co.id – Saham Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor konstruksi atau biasa disebut BUMN Karya menjadi topik menarik setelah investor kawakan Lo Kheng Hong memberikan pendapat negatif emiten-emiten tersebut. Hal ini turut mewarnai performa saham-saham ini di lantai bursa.

Dikutip dari Bisnis.com, salah satu value investor ternama Indonesia itu mengatakan bahwa dirinya amat menghindari saham-saham BUMN Karya. Menurutnya, emiten-emiten ini memiliki risiko yang sangat besar lantaran punya porsi utang yang menggunung.

Pak Lo, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa dalam situasi pandemi dan kinerja emiten yang masih cenderung tertekan, memilih emiten dengan porsi utang besar bukanlah strategi bijaksana. Emiten dengan utang minim dan kas tebal dianggap lebih aman untuk dikoleksi.

“Kebetulan saya sama sekali tidak punya sektor infrastruktur ini. WSKT, WIKA, ADHI, saya tidak punya.”

“Kenapa? Karena saya takut beli perusahaan infrastruktur, utangnya bisa Rp50 triliun, ngeri banget. Tidak berani saya,” kata Lo Kheng Hong seperti dikutip Bisnis.com, Senin (18/1/2021).

Entah kebetulan atau tidak, sehari setelah Pak Lo membagikan pandangannya tersebut, saham-saham BUMN Karya langsung terkapar. Pada penutupan perdagangan Selasa, 19 Januari 2021, saham-saham BUMN tak berdaya di zona merah, bahkan hampir terkena ambang batas auto rejection bawah (ARB) minus 7%.

Saham PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) misalnya, terkoreksi 6,72 persen atau sebesar 125 poin ke harga Rp1.735 per saham. Sementara itu, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk terkoreksi sebesar 6,81% menuju Rp1.985 per saham.

Dua BUMN karya lainnya, PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) juga mengalami tren yang sama. Masing-masing saham WSKT dan WIKA terkoreksi sebesar 6,77% dan 6,67% ke harga Rp1.790 per saham dan Rp2.100 per saham.

Menariknya lagi pergerakan saham-saham BUMN Karya yang loyo ini justru terjadi setelah reli positif selama beberapa hari perdagangan di pekan lalu. WSKT misalnya, menguat telah menguat signifikan 235 poin dari harga pada Kamis (14 Januari 2020) ke harga pada Senin (17 Januari 2020) di level Rp1.925 per saham. Bahkan, di tengah-tengah perdagangan, WSKT sempat menyentuh level Rp2.030 per saham.

Faktor Penguatan Saham BUMN Karya

Tren yang sama juga dialami oleh BUMN Karya lainnya sepanjang perdagangan hari terakhir pekan lalu hingga awal pekan ini. Penguatan saham-saham ini akibat adanya dua faktor utama yang menjadi sentimen positif terhadap emiten-emiten infrastruktur, khususnya BUMN Karya.

Faktor pertama adalah upaya pemerintah untuk mempercepat tender proyek-proyek infrastruktur. Presiden Joko Widodo sebelumnya meminta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mempercepat proses tender proyek agar memberikan daya ungkit terhadap ekonomi nasional.

Dengan anggaran Kementerian PUPR yang cukup besar senilai Rp149,8 miliar, Jokowi menilai sektor konstruksi bisa menggerakkan rantai pasok sektor konstruksi dan memberikan dampak turunan bagi industri terkait, seperti baja, besi, semen, alat berat, dan usaha informal.

Selain faktor itu, keberlanjutan pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) juga turut memberi dampak positif. Dalam perkembangan terbaru, Dewan Pengawas lembaga pengelola investasi tersebut bakal mulai bertugas dan kepastian siapa CEO yang akan dipilih juga akan diumumkan segera.

SWF ini dibentuk lewat badan bernama Indonesia Investment Authority (INA), yakni sebuah lembaga pengelola investasi milik pemerintah. Badan pengelola investasi ini ditargetkan dapat menghimpun dana USD20 miliar atau sekitar Rp280,64 triliun dalam jangka pendek.

Adapun, sebagai modal awal, pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp15 triliun dan pengalihan saham BUMN sebesar Rp50 triliun.

Kinerja Keuangan BUMN Karya

Meski berbagai sentimen positif berada di tengah BUMN Karya, tetap saja kekhawatiran yang disebutkan Lo Kheng Hong bukanlah bualan belaka. BUMN Karya selama ini dikenal sebagai perusahaan dengan tumpukan utang yang tinggi dan arus kas yang berat.

Pasalnya, banyak proyek yang mesti dibiayai lewat utang dan proses pembayaran acap kali tertunda, khususnya dari pemerintah.

Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2020, WIKA memiliki total liabilitas atau total utang senilai Rp91,86 triliun, sedangkan PTPP memiliki total liabilitas sebesar Rp39,77 triliun. Adapun, WIKA dan ADHI masing-masing memiliki liabilitas sebesar Rp45,26 triliun Rp31,96 triliun.

Meski begitu, menjadi sebuah perusahaan BUMN di Indonesia tetap memberikan keunikan tersendiri bagi emiten-emiten tersebut. Di satu sisi, BUMN karya akan berada di barisan terdepan untuk mendapatkan berbagai dampak positif dari rencana pembangunan pemerintah, khususnya di bidang infrastruktur.

Namun, hal ini juga menjadi tantangan bagi BUMN Karya karena mereka harus mengandalkan kocek pribadi dalam membangun berbagai proyek infrastruktur tersebut.

Utang menjadi sumber dana untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur nasional selagi menunggu pembayaran dari pemerintah cair. Skema ini biasanya dilakukan untuk proyek-proyek turnkey.

Tetapi prospek kehadiran SWF yang akan menjadi solusi atas masalah pendanaan infrastruktur di Indonesia akan menjadi angin segar bagi BUMN Karya. Selain itu, nilai proyek jumbo yang akan dilelang pemerintah juga menjanjikan pemulihan pendapatan BUMN karya dari periode yang suram di 2020.

Nah, kalau menurut kamu bagaimana prospek saham BUMN karya ini? Sembari menganalisis lebih jauh soal prospek BUMN karya, jangan lupa untuk memulai investasi di Ajaib.

Aplikasi ini telah mendapatkan izin dari OJK dan menjadi salah satu platform andalan investasi saham dan reksa dana online di Indonesia. Kamu bisa mengunduh aplikasi investasi Ajaib melalui Google Play Store dan Apple App Store.

Artikel Terkait