Analisis Saham

Dikuasai Keluarga Tahir, Bagaimana Prospek Saham MPRO?

Ajaib.co.id – PT Maha Properti Indonesia Tbk (MPRO) adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengembangan properti dan real estate. Perusahaan awalnya berdiri pada tahun 2004 dengan nama PT Agro Mulia Investama, kemudian berganti nama menjadi PT Propertindo Mulia Investama Tbk pada tahun 2011.

Setelah melakukaninitial public offering (IPO) pada tahun 2018, perusahaan rebranding lagi menjadi PT Maha Properti Indonesia Tbk per 6 September 2019.

Maha Properti Indonesia berkantor pusat di ibukota Jakarta, tetapi memiliki portofolio yang tersebar di berbagai provinsi.

Portofolio perusahaan antara lain proyek The Kahyangan seluas 70.134 m2 di kawasan Solo Baru (Jawa Tengah), Simprug Signature seluas 51.676 m2 di kota Tangerang Selatan (DKI Jakarta), The Grand Maja seluas 283 hektar di daerah Lebak (Banten), dan Tanjung Layar Beachfront City seluas 73.916 m2 di Makassar (Sulawesi Selatan).

MPRO melakukan pencatatan perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 9 Oktober 2018 dengan harga penawaran Rp110 per lembar. Saham MPRO saat ini memiliki market cap sebesar Rp5,92 triliun dengan harga penutupan Rp595 per 11 Juni 2021.

Kepemilikan saham MPRO terbesar berada di tangan pemegang saham pengendalinya, yakni Jonathan Tahir (33,995%) dan Dato’ Sri Prof Dr Tahir (16,998%). Sisanya terbagi di antara anggota keluarga konglomerat Tahir (Mayapada Group) serta beberapa pihak lain, yakni Wing Harvest Limited (13,865%), Dewi Victoria Riady (8,499%), Grace Dewi Riady (8,499%), Raymond (4,249%), Michael Putra Wijaya (4,249%), dan masyarakat (1,147%).

Di bawah pantauan salah satu keluarga Crazy Rich Indonesia, bagaimana prospek saham MPRO? Berikut ini ulasan laporan keuangan dan latar belakang fundamental lainnya.

Kinerja Laporan Keuangan Terakhir

Laporan keuangan PT Maha Properti Indonesia Tbk per kuartal III/2020 menunjukkan bahwa perusahaan tetap berkinerja baik di tengah pandemi COVID-19. Kinerjanya bahkan lebih unggul daripada saat kuartal III/2019. Berikut rangkuman kinerja laba MPRO berdasarkan laporan keuangan terakhir (dalam ribuan rupiah, kecuali jika dinyatakan secara khusus):

Data menunjukkan bahwa hasil penjualan dan pendapatan usaha MPRO merosot selama tiga kuartal awal dalam tahun 2020. Untungnya, perusahaan mampu menekan beban-beban sehingga tetap membukukan laba pada akhir periode 30 September 2020.

Total aset MPRO bertambah 0,67% menjadi Rp1,78 triliun dalam kuartal III/2020 dibandingkan Rp1,77 triliun per kuartal IV/2019. Ekuitasnya meningkat menjadi Rp982,62 miliar dari sebelumnya Rp974,85 miliar.

Sedangkan liabilitas perusahaan bertambah menjadi Rp415,71 miliar dari sebelumnya Rp411,64 miliar. Liabilitas jangka pendek dan jangka panjang sama-sama naik tipis.

Terlepas dari raihan laba MPRO kuartal III/2020 yang cukup baik, ada dua catatan yang perlu diperhatikan. Pertama, laporan ini juga mencatat adanya defisit cash flow sebesar Rp34,39 miliar.

Kedua, cukup menjadi pertanyaan mengapa perusahaan belum menerbitkan laporan keuangan tahunan 2020 sampai dengan bulan Juni 2021 saat ini. Padahal, batas waktu penyampaian laporan tersebut sudah berakhir pada 31 Mei lalu.

Akibatnya, MPRO mendapatkan mendapatkan notasi khusus (L) dari BEI. Apabila situasi ini berlarut-larut, saham MPRO bahkan terancam mengalami suspensi.

Riwayat Kinerja

Bagaimana dengan rasio-rasio keuangan MPRO? Berikut ini perbandingan kinerja keuangan MPRO sejak 2017 hingga kuartal III/2018:

Tabel di atas menunjukkan bahwa MPRO bukanlah perusahaan yang mampu menghasilkan laba secara konsisten, terbukti dari kerugian yang terjadi selama 2017-2018. Setelah bangkit pada tahun 2019, perusahaan dihadapkan pada pandemi Covid-19 pada tahun 2020.

Situasi ini menimbulkan kecurigaan serius kalau perusahaan lagi-lagi merugi di penghujung tahun 2020.

Track Record Pembagian Dividen untuk Pemegang Saham

Saham MPRO belum pernah membagikan dividen sejak IPO. Hal ini dapat dipahami karena profitabilitas perusahaan juga masih gonjang-ganjing, sehingga MPRO lebih cenderung mengerahkan segala sumber dayanya untuk mengembangkan usaha daripada menyetor angpau pada pemegang saham.

Prospek Bisnis MPRO

Sektor properti sebenarnya termasuk salah satu bidang usaha yang semestinya diuntungkan oleh berbagai kebijakan pemerintah RI selama setahun terakhir. Kebijakan seperti pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, syarat DP nol, dan keringanan PPN semuanya berpotensi meningkatkan minat masyarakat untuk membeli properti.

Sayangnya, pandemi Covid-19 berlarut-larut seiring dengan menyebarnya varian-varian virus baru dari mancanegara. Daya beli masyarakat tertekan oleh PHK dan berbagai kesulitan bisnis, sedangkan mereka yang masih berpendapatan pun mungkin enggan membeli properti baru karena memprioritaskan menabung dulu.

Efek pandemi lebih buruk lagi pada perusahaan-perusahaan properti yang sedang berkembang seperti MPRO. Pada pertengahan tahun 2020, MPRO terpaksa mengundurkan jadwal pembangunan rumah di proyek utamanya The Kahyangan Solo. Rencana pembangunan dan penyelesaian proyek rumah The Kahyangan bergeser dari tahun 2019-2023 menjadi 2021-2025.

Normalisasi aktivitas ekonomi pasca-pandemi kelak berpotensi mendorong peningkatan minat beli properti di kalangan masyarakat luas. Namun, MPRO terlebih dahulu harus berjibaku dengan kondisi makro yang kurang kondusif saat ini.

Kesimpulan

Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa saham MPRO kurang cocok untuk dibeli saat ini. Kalau kamu berminat untuk membeli saham emiten properti, ada banyak saham lain yang berkinerja lebih baik dan sudah punya nama lebih bergengsi di dunia real estate.

Sebutlah misalnya PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS), dan masih banyak lagi.

Lalu, kapan kiranya saham MPRO layak dikoleksi? Pantau terus kinerja perusahannya. Pastikan perusahaan menerbitkan laporan keuangan secara tepat waktu, mampu mencetak laba secara konsisten, dan para pemegang saham utama tetap setia menyimpan saham yang dimilikinya.

Artikel Terkait