Saham

Yuk, Kenali Apa Saja yang Termasuk Sektor Barang Konsumsi!

Sumber: Pexels

Ajaib.co.id – Jika kamu menyukai saham-saham defensif yang cocok untuk jangka panjang maka kamu tidak boleh lewatkan sektor consumer goods alias barang konsumsi. Alasannya cukup logis, ekonomi Indonesia masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga.

Kepala BPS Margo Yuwono menyatakan bahwa 84,93% pendapatan domestik bruto nasional ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan investasi.

Konsumsi rumah tangga bukan melulu tentang makanan lho! Istilah konsumsi mengacu pada penggunaan barang yang jika digunakan maka nilainya akan berkurang dan habis termasuk kosmetik, peralatan rumah tangga seperti panci dan wajan, dan lainnya. Barang-barang tersebut dinamakan barang konsumsi.

Otoritas Jasa Keuangan mendefinisikan barang konsumsi sebagai barang yang dipakai untuk keperluan pribadi atau rumah tangga yang bersifat sekali habis. Kesimpulannya, barang konsumsi adalah hasil akhir yang dapat langsung digunakan yang terdiri dari lima subsektor yaitu: makanan & minuman, rokok, farmasi, kosmetik & keperluan rumah tangga, peralatan rumah tangga.

Industri barang konsumsi tidak bisa dianggap remeh karena nilainya sangat besar. Ledakan konsumsi barang konsumen di tahun 2021 selama pemulihan pasca pandemi telah meningkatkan ekonomi Indonesia secara menyeluruh sebesar 7,07 persen. Hal ini disebabkan kenaikan penjualan eceran makanan minuman, tembakau, sandang, dan barang konsumsi lainnya yang tumbuh 11,62 persen.

Bagaimana dengan sahamnya? Saham emiten barang konsumsi juga pastinya menarik dong! Berikut informasi umum mengenai industri barang konsumsi yang mesti kamu ketahui!

Barang Konsumsi Siklikal dan Non-Siklikal

Barang konsumsi umumnya dikategorikan sebagai industri non-siklikal dengan kata lain penjualan cenderung tidak naik turun seperti sebuah siklus. Simpelnya, dalam keadaan apapun baik krisis maupun tidak kita tetap mengonsumsi makanan dan minuman, membeli sabun dan barang konsumsi lainnya. Oleh karenanya sepanjang waktu perusahaan-perusahaan produsen barang konsumsi mengalami peningkatan pendapatan.

Tapi ada lho, barang konsumsi yang dikategorikan sebagai industri yang siklikal contohnya emiten distributor ponsel dan elektronik. Ketika krisis, orang-orang cenderung mengerem belanja elektroniknya. Namun di kala ekonomi secara umum meningkat maka penjualan elektronik juga terangkat.

Oleh karenanya bursa mengkategorikan emiten-emiten barang konsumsi menjadi dua yakni Consumer Cyclicals dan Consumer Non-Cyclicals. Berikut 10 emiten barang konsumsi siklikal yang memiliki kapitalisasi pasar terbesar di bursa:

Tabel di atas berisikan saham-saham yang dikategorikan oleh bursa sebagai Consumer Cyclicals. Emiten-emiten media seperti SCMA, IPTV dan MNCN masuk ke dalamnya karena pendapatannya datang dari iklan barang-barang konsumsi.

Perusahaan-perusahaan produsen barang konsumsi yang kebanyakannya makanan dan minuman ogah keluar biaya iklan yang besar ketika krisis menerpa. Oleh karenanya SCMA, induk dari stasiun televisi SCTV dan Indosiar, mengalami penurunan pendapatan selama pandemi. Siklus turun tentu tidak selamanya menerpa, emiten kemudian mengalami peningkatan pendapatan alias berada dalam siklus naik ketika pemulihan ekonomi terjadi.

Emiten lainnya yang termasuk Consumer Cyclicals adalah emiten ritel kelas menengah seperti MAPI dan ACES. Keduanya mengoperasikan toko ritel yang barang-barangnya dibaderol cukup premium dan sudah memiliki persepsi merek yang kuat di benak pangsa pasarnya.

MAPI dan ACES akan menangguk keuntungan ketika kaum menengah ke atas menaikkan belanjanya, akan tetapi menderita ketika kelas menengah berhemat. Perilaku belanja kelas menengah rupanya identik dengan kenaikan ekonomi secara umum. Jadi begitulah emiten-emiten ritel premium mengalami naik turun seiring ekonomi nasional.

Berikutnya ada tabel 10 emiten barang konsumsi non-siklikal ber- kapitalisasi pasar terbesar di bursa:

Tabel di atas berisikan saham-saham yang dikategorikan oleh bursa sebagai Consumer Non-Cyclicals. Kamu bisa menemukan emiten-emiten penyedia barang konsumsi favorit banyak orang di sini. Saat ini Unilever Indonesia (UNVR) menjadi emiten terbesar di Non-Cylicals dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp 264,19 triliun. UNVR diketahui menjual segala jenis barang konsumsi termasuk minuman dengan pemanis, makanan ringan, sabun mandi, sabun cuci wajah, dan sabun untuk mencuci pakaian dan lainnya.

Selain UNVR, produsen Indomie yakni ICBP juga termasuk ke dalam Consumer Non-Cyclical lho. Kamu suka tepung-tepungan? Gorengan yang kamu makan, cake ultahmu, tepungnya diproduksi INDF alias Indofood. Lainnya ada AMRT yang mengoperasikan toko ritel Alfamart.

Performa Saham dan Indeks Barang Konsumsi

Industri Consumer goods atau barang konsumsi dibagi menjadi 6 sub sektor, yaitu: makanan & minuman, rokok, farmasi, kosmetik, keperluan rumah tangga, dan peralatan rumah tangga. Intinya adalah sektor ini berisikan emiten-emiten manufaktur yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi yang akan dikonsumsi atau dipakai oleh masyarakat luas. Saat ini ada 63 emiten dalam sektor Barang Konsumsi.

Sejak tahun 2009 hingga 2019 sektor ini telah membukukan pertumbuhan sebesar 205,77%. IHSG yaitu sebesar 148,57% saja. Secara umum sektor ini cukup baik dalam mengalahkan indeks.

Konsumsi barang konsumen di Indonesia nilainya sangat besar karena populasinya yang besar karena ada sebanyak 270 juta jiwa di Indonesia setiap harinya yang mengonsumsi makanan, minuman, rokok, obat, kosmetik, memakai sabun, dan peralatan mandi, serta barang konsumsi lainnya tanpa henti.

Cocok Untuk Jangka Panjang

Sektor barang konsumsi cocok untuk jangka panjang karena dikenal sebagai sektor yang tidak ada matinya. Kita makan dan minum, membersihkan tubuh, menggunakan produk perawatan rumah tangga, memakai kosmetik, sebagian mengonsumsi tembakau dan minuman keras, menggunakan alat tulis, dan lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

Kita mengandalkan staples alias barang pokok setiap harinya sepanjang hidup kita. Staples adalah barang-barang yang kita beli, konsumsi berulang kali sepanjang hidup terlepas dari keadaan ekonomi.

Kualitas dan harga barang-barang yang kita konsumsi mungkin menyesuaikan dengan kantong kita dari waktu ke waktu tapi intinya adalah sektor barang konsumsi akan selalu hidup selama manusia modern hidup. Dan oleh karenanya kebanyakan perusahaan yang produksi barang konsumsi berkembang seiring pertumbuhan populasi. Oleh sebab itu industri barang konsumsi cocok untuk investasi jangka panjang.

  • Studi Kasus

Misalnya saja Shanti, seorang pekerja biasa di Bandung yang kini berusia 31 tahun telah menabung saham MYOR sejak tahun 2016 sebesar Rp 1 juta setiap bulannya secara rutin. Keuntungan Shanti adalah sebagai berikut:

 Akumulasi Modal Per tahunNilai SahamPenghasilan Dividen
201612 Juta12 Juta1,8 Juta
201724 Juta66 Juta630 ribu
201836 Juta79 Juta972 ribu
201948 Juta90 Juta1,218 Juta
202060 Juta111 Juta1,38 Juta
202172 Juta130 Juta2,704 Juta
Hasil Akhir72 Juta130 Juta8,704 Juta

Nilai saham MYOR yang ditabung Shanti adalah Rp 12 Juta per tahun. Dan harga MYOR juga tidak berubah banyak selalu di kisaran 1600-2300an saja per sahamnya. Jadi harga rata-rata yang diperoleh Shanti adalah Rp 2000 per saham. Setiap bulan Shanti menghabiskan Rp 1 juta untuk membeli MYOR dan dengan demikian Shanti mengoleksi sekitar 60 lot MYOR per bulan.

Akan tetapi pada tahun 2016 MYOR melakukan Stock Split 1:25, sehingga jumlah saham beredar menjadi lebih banyak empat kali lipat. Harga MYOR setiap tahunnya adalah di sekitar Rp 2000/saham, di tahun 2016 pun sebesar itu. Ketika Stock Split terjadi, karena split 1:25 maka harga saham MYOR turun menjadi Rp 500 per saham namun segera naik kembali ke Rp 2000 per saham. Dan Shanti pun cuan kotos-kotos daripadanya.

Nilai saham MYOR Shanti naik menjadi 4 kali lipat menjadi 48 juta dari semula 12 juta saja per akhir tahun 2016. Di tahun 2017 Shanti masih mengakumulasi MYOR di harga rata-rata sekitar Rp1600 per saham setiap bulan. Dan per akhir tahun 2017 nilai saham MYOR milik Shanti adalah Rp 66 juta (48 juta di akhir tahun 2016 dan ditambah 18 juta di tahun 2017).

Harga rata-rata yang didapatkan Shanti berfluktuasi setiap bulan, setiap tahun antara Rp 1600 sampai 2200 per saham. Dan pada akhir tahun 2021 nilai saham MYOR milik Shanti adalah sebesar Rp 130 juta. Belum termasuk Rp 8,7 juta dari akumulasi penghasilan dividen.

Jadi total saham MYOR yang diakumulasi oleh Shanti bernilai Rp 138,7 juta. Modal yang dikeluarkan untuk investasinya adalah sebesar Rp 72 Juta saja. Cihuy, investasi Shanti di saham MYOR sudah hampir menghasilkan 100% dalam 6 tahun terakhir!

Hasil yang cukup memuaskan mengingat Shanti tidak banyak melakukan trading, dan hanya berkutat di laporan keuangan setiap 3 bulan sekali.

Kelebihan Sektor Consumer Goods

Industri barang konsumsi tidak banyak berinovasi, beras atau snek digital agaknya masih jauh dari realita. Meski demikian industri ini rata-rata memiliki penjualan organik yang konsisten meningkat, pangsa pasarnya luas dan menghasilkan dividen.

Selain itu industri ini juga cenderung tahan krisis, maksudnya adalah ketika krisis terjadi sekalipun perusahaan-perusahaan barang konsumsi masih bertahan. Meski penjualan menurun, akan tetapi tidak sampai menyeret perusahaan ke tepi kebangkrutan.

Kekurangan dari sektor ini adalah tentang rendahnya volatilias saham sehingga kurang cocok untuk dijadikan bahan trading.

Kekurangan Sektor Consumer Goods

Industri barang konsumsi adalah pilihan yang bagus bagi investor yang menginginkan dividen, dan kestabilan dengan kenaikan yang mumpuni dalam jangka panjang. Akan tetapi jika berniat untuk trading maka consumer goods bukan pilihan bijak.

Pergerakan saham barang konsumsi, misalnya MYOR, tidak cukup menyenangkan bagi para trader. Sehari gerakannya hanya Rp 50 saja, kadang tidak bergerak sama sekali. UNVR bahkan cenderung turun selama beberapa tahun sebelum akhirnya naik kembali memberikan keuntungan ke pemegang sahamnya.

Selama bertahun-tahun MYOR juga hanya naik turun di kisaran harga Rp 1600 dan Rp 2200 saja per sahamnya. Kemudian bertengger di posisi Rp 2000 seperti biasa. Trading saham barang konsumsi memang kurang disarankan jika kamu hanya berniat jual-beli dalam waktu yang sebentar saja.

Namun untuk mereka yang berniat untuk mengoleksinya dalam jangka waktu 5-10 tahun atau lebih maka saham-saham barang konsumsi cocok untuk mereka. Rendahnya volatilitas memberikan rasa aman kepada pemegangnya, fluktuasi harga yang minim memberikan rasa aman kepada pemegangnya yang memang tidak mau terpapar banyak risiko.

Kesimpulan

Perusahaan-perusahaan bahan pokok mungkin tidak memiliki pertumbuhan laba paling tinggi dari tahun ke tahun karena ukurannya yang besar dan cenderung merupakan perusahaan yang sudah dalam tahap mature. Dan juga dalam riwayatnya, sektor ini tidak mengalami disrupsi yang berarti tidak seperti industri lain. Inovasi minim terjadi di industri ini.

Investasi barang konsumsi paling cocok untuk mereka yang memiliki timeframe investasi yang panjang karena cenderung tak banyak berfluktuasi. Harga sahamnya cenderung sideways di area tertentu saja oleh karenanya minim risiko kejatuhan pasar.

Saham-saham barang konsumsi umumnya menawarkan dividen, kamu bisa pilih saham yang dividen yield-nya lebih besar dari bunga bank. Semoga membantu!

Artikel Terkait