Analisis Saham, Saham

Bedah Saham MEDC: Sangat Sensitif dengan Harga Minyak?

Sumber: Medco Enegeri Internasional

Ajaib.co.id – Indeks LQ45 yang berisi 45 saham dengan likuiditas tinggi dan kinerja keuangan yang baik baru saja kedatangan 2 emiten baru, dan salah satunya adalah saham MEDC, perusahaan yang bergerak bidang eksplorasi, pengembangan dan produksi minyak dan gas bumi.

Area operasi MEDC tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Amerika Serikat, Tunisia, Libya, Oman, Yaman hingga Papua Nugini. 

PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) beroperasi bersama beberapa anak perusahannya, meliputi PT Medco E&P Indonesia, Medco Strait Services Pte Ltd dan PT Exspan Petrogas Intranusa.

Melalui anak perusahaannya, MEDC juga bergerak di bidang distribusi gas, pertambangan batu bara, pengeboran dan penyewaan peralatan logging, operasi pembangkit listrik dan penyewaan gedung.

Saham MEDC pertama kali melantai di BEI pada 12 Oktober 1994 di harga Rp4,350 yang berjumlah 22 miliar lembar saham. Per 17 Januari 2021, harga saham MEDC merosot ke level Rp680 dengan kapitalisasi pasar mencapai 17 triliun.

Hingga saat ini, kepemilikan mayoritas saham MEDC dipegang oleh PT Medco Daya Abadi Lestari dengan persentase 51%, diikuti Diamond bridge PTE. LTD sebesar 21,4%, kepemilikan publik 26,8%, serta saham treasury sebesar 0,16%.

Meskipun harganya saat ini sudah merosot jauh dibandingkan harga IPO-nya, tapi tidak menutup kemungkinan jika saham MEDC punya peluang untuk rebound. Mari kita bedah saham ini untuk mengetahui apakah saham ini memang layak berada di LQ45.

Kinerja Keuangan 

Kinerja MEDC di sembilan bulan pertama tahun 2020 kurang mengesankan. Hal ini dipicu oleh tekanan harga minyak dunia yang mempengaruhi kinerja perusahaan sepanjang tahun. Berdasarkan laporan keuangan Q3 2020, tercatat penjualan MEDC anjlok 18,27% (yoy) $970 juta ke $792 juta. 

Penurunan penjualan terbesar terjadi di sektor minyak dengan penurunan mencapai 20,4% dari $853 juta di Q3 2019 ke $678 juta di periode yang sama tahun ini. Sektor energi juga tercatat mengalami penurunan, tapi tidak sebesar minyak. Penjualan energi pada Q3 2020 tercatat turun 3,7% dari $116 juta ke $112 juta.

Turunnya penjualan di Q3 2020 menyebabkan perusahaan mengalami rugi bersih hingga $130 juta, padahal pada periode yang sama tahun 2019 MEDC mencatatkan laba bersih sebesar $19,27 juta. Sementara, dari pos aset, MEDC tercatat naik tipis dari $6 triliun ke $6,3 triliun secara year on year, diikuti EBITDA yang turun 5% menjadi $422 juta di Q3 2020 dari $444 juta pada periode sama tahun 2019.

Komponen Laba September 2019
($ Miliar)
September 2020
($ Miliar)
Pendapatan  970 763
Laba Bersih 0,019 -0,13
Aset 6,000 6,300
Ekuitas 1,356 1,362
EBITDA 0,44 0,42

Kinerja keuangan MEDC selama Q3 2020 tampak kurang baik jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019.

Namun, menariknya MEDC mampu meningkatkan aset dan ekuitas di tengah kesulitan bisnisnya yang disebabkan karena merosotnya harga minyak global dan krisis ekonomi akibat COVID-19. Selanjutnya, kita lihat bagaimana rasio keuangan umum saham MEDC di bawah ini.

Rasio September 2019 September 2020
ROA 0,31% -2,05%
ROE 1,42% -9,55%
NPM 1,95% -16%
GPM 41,8% 36,3%
OPM 24,3% 22%
DER 2.6 2.4

Jika dilihat dari rasio-rasio keuangan yang dimiliki MEDC, tampak perusahaan masih sulit mengoperasikan bisnis dengan efisien. Hampir di beberapa pos terjadi penurunan, bahkan minus, seperti ROA, ROE, dan NPM. 

Sementara, di pos DER saham MEDC berada di angka 2.4, turun tipis dari Q3 2019 di angka 2.6. Meskipun turun, angka DER di >2 terhitung tinggi. Ini artinya, utang jauh lebih tinggi dibandingkan seluruh aset yang dimiliki perusahaan. Investor perlu waspada dengan saham yang memiliki DER di >2 jika tujuan investasinya untuk jangka panjang.

Riwayat Kinerja

Komponen CAGR 2017-2020
Laba Bersih -39,7%
Pendapatan 0.6%
Total Aset 1%

Tingkat pertumbuhan dalam 5 tahun terakhir mencerminkan kinerja MEDC yang stagnan. Terlihat dari pos pendapatan dan aset yang hanya tumbuh di bawah 5% selama periode 2017 – 2020.

Investor juga perlu memperhatikan pertumbuhan laba bersih MEDC selama 4 tahun terakhir justru -39,7%. Fakta ini tentu berlawanan dengan prinsip perusahaan sehat yang setidaknya laba bersihnya setiap tahun tumbuh.

Track Record Pembagian Dividen untuk Pemegang Saham

Tahun Dividen per Saham Jumlah yang dibayarkan ($ juta)
2013 10,75 3,3
2014 17,74 5,0
2015 15,6 4,7

Saham MEDC tercatat membagikan dividen secara rutin di tahun 2013 hingga 2015. Namun, berdasarkan data dari situsnya, MEDC tidak lagi membagikan dividen terhitung sejak 2016 hingga tahun ini.

Mengingat dividen adalah salah satu indikator fundamental penting untuk investasi jangka panjang, investor harus lebih mempertimbangkan lagi keputusan membeli saham MEDC. Meskipun secara kinerja dan kondisi kesehatannya kurang baik, bagaimana dengan prospek bisnis MEDC?

Prospek Bisnis MEDC

Meskipun masuk dalam jajaran LQ45, kinerja MEDC tergantung pada pergerakan harga minyak dunia, terlebih Harga minyak saat ini masih dibayangi oleh kebijakan pemerintah Eropa dan AS seiring meningkatnya angka penularan COVID-19. Namun, nampaknya MEDC punya strategi sendiri untuk bisa menjawab tantangan bisnis minyak dan gas.

Di tahun ini, perusahaan akan menganggarkan modal belanja yang konservatif yaitu di angka $215 juta turun sedikit dari tahun lalu di angka $240 juta, dengan fokus melanjutkan eksplorasi di Block B Laut Natuna Selatan yang sudah dikerjakan sejak 2020. Selain itu, anak perusahaan PT Medco Power Indonesia akan merampungkan proyek Riau IPP dengan target operasi komersial di pertengahan tahun ini.

Selain itu, perusahaan akan terus mengembangkan lini bisnis di luar minyak dan gas, yaitu pertambangan tembaga melalui PT Amman Mineral Nusa Tenggara. Anak perusahaan MEDC lainnya, Medco E&P Natuna juga telah menemukan tambahan cadangan migas di sumur eksplorasi Terubuk-5 di wilayah Laut Natuna Selatan.

Penemuan ini merupakan bagian dari upaya MEDC mempercepat target produksi sebesar 1 juta barel ekuivalen per hari (BOPD) dan gas 12.000 MMSCFD pada tahun 2030. 

Perusahaan energi tersebut juga telah menyelesaikan pengembangan wilayah baru di Bualuang – Thailand, Temelat – Sumatera Selatan, sub laut Buntal-5, dan blok B Laut Natuna Selatan.

Tidak hanya sampai di situ, MEDC juga mengambil langkah transformasi energi dengan mengembangkan EV Ecosystem untuk memenuhi kebutuhan kendaraan listrik. Ke depannya, sektor ini diproyeksikan berkembang pesat mengingat sektor industri modern tengah bermigrasi ke arah kendaraan listrik.

Energi bersih pun juga tak luput dari incaran MEDC. Di tahun ini, melalui anak perusahaan Medco Power fokus mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Terdapat tiga proyek PLTP, yakni Sarulla sebesar 330 MW, Riau (275 MW), Ijen Geothermal (2×55 MW), serta mengembangkan Solar Photovoltaic (PV), seperti di Bali dengan kapasitas 2×25 MW, dan Sumbawa (26 MW).

Kesimpulan

Jika mengacu pada PER di angka -6,59 kali dan  PBV nya 0.96 kali per 17 Februari 2017, harga MEDC saat ini dihargai murah. Namun, jika dilihat pertumbuhan kinerja keuangannya, kurang efisiennya operasi, dan kurang baiknya keuangan perusahaan, investor perlu berhati-hati jika ingin berinvestasi di saham MEDC.

Alangkah baiknya investor melakukan strategi wait and see dulu hingga kondisi keuangan MEDC mulai menunjukkan tren positif, mengingat MEDC  adalah bisnis komoditas yang siklikal yang harganya bergantung pada sentimen harga komoditas itu sendiri.

Disclaimer: Tulisan ini berdasarkan riset dan opini pribadi. Bukan rekomendasi investasi dari Ajaib. Setiap keputusan investasi dan trading merupakan tanggung jawab masing-masing individu yang membuat keputusan tersebut. Harap berinvestasi sesuai profil risiko pribadi.

Artikel Terkait