Saham

Saham Sawit Turun Berjamaah Ketika Harga CPO Global Melesat, Mengapa?

Ilustrasi untuk saham kelapa sawit

Ajaib.co.id – Baru-baru ini Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan soal larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO) pada Selasa malam (26/4/2022). Pemerintah beralasan bahwa larangan ekspor mempertimbangkan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri. Seperti diketahui beberapa waktu lalu ketersediaan minyak goreng sempat langka di pasaran. Apakah aturan ini ikut mempengaruhi saham kelapa sawit?

Sebelumnya Presiden Jokowi telah mengumumkan kabar larangan bahan baku minyak goreng pekan sebelumnya. Hal ini tentu saja berdampak besar bagi supply CPO dunia karena 50% lebih dipasok Indonesia.

Berdasarkan hukum supply demand perdagangan komoditas di tingkat global, hal ini membuat harga CPO langsung melesat hampir 4% di Bursa Derivatif Malaysia dalam sepekan ini menjadi MYR6.549 per ton.

Harga CPO:

Harga CPO mempengaruhi saham kelapa sawit
Sumber: tradingeconomics.com

Meskipun harga CPO mengalami penguatan, nyatanya saham-saham berbasis CPO diobral investor di pasar saham karena khawatir kehilangan momentum meraih pendapatan dari kenaikan harga CPO.

Akibatnya, saham-saham kelapa sawit atau CPO dengan market cap besar sempat Auto Reject (ARB) berjamaah ataupun turun dalam pada hari Senin (25/4/2022) seperti saham Astra Agro Lestari/AALI (-6,84%), Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia/LSIP (-6,94%), Triputra Agro Persada/TAPG (-6,92%), Dharma Satya Nusantara/DSNG (-6,20%), dll.

Pada penutupan perdagangan hari Rabu (27/4/2022) harga saham-saham CPO mulai berbalik arah karena mulai dikoleksi oleh investor. Hal ini terlihat pada saham Astra Agro Lestari/AALI (+1,78%), Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia/LSIP (+2,18%), Triputra Agro Persada/TAPG (+3,2%), Tunas Baru Lampung/TBLA (+1,25%). Sejatinya saham-saham CPO tersebut telah balik arah pada hari Selasa (26/4/2022).

Sekilas Larangan Ekspor CPO

Presiden Jokowi akhir pekan lalu mengumumkan rencana larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng yang rencananya mulai 28 April 2022. Bila ini benar-benar terjadi tentu akan berdampak besar bagi dunia karena pasokan dunia 50% lebih bergantung pada Indonesia.

Kebijakan larangan ekspor tersebut Jokowi ungkapkan seusai memimpin rapat tentang pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bersama jajaran menteri, utamanya yang berkaitan dengan ketersediaan minyak goreng untuk kebutuhan domestik, yang diumumkan Jumat sore (22/4).

Jokowi beralasan bahwa larangan ekspor diberlakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan minyak goreng di dalam negeri terpenuhi. Pasalnya, beberapa waktu lalu ketersediaan produk minyak goreng sempat langka di pasaran.

Ekspor CPO Boleh Dilakukan, Produk Turunan Sawit Jenis Tertentu yang Dilarang

Pemerintah ternyata masih mengizinkan ekspor produk minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO). Larangan hanya diberikan kepada produk minyak sawit lain. Produk yang dilarang diekspor adalah RBD palm olein. Bahan ini merupakan komposisi utama pembuatan minyak goreng. Pelarangan produk RBD palm olein ini berlaku pada nomor HS 15119036, 15119037, dan 15119039.

Kebijakan ini berlaku sejak 28 April 2022. Jangka waktu kebijakan sampai berlakunya harga minyak goreng Rp 14 ribu per liter. Saat ini harganya masih di atas angka tersebut.

Produk Turunan CPO Dilarang Ekspor, Kinerja Saham AALI Melesat

Meski pemerintah melarang ekspor turunan CPO terkait dengan minyak goreng, secara kinerja perusahaan tidak terlalu terpengaruh karena permintaan CPO di tengah-tengah masyarakat terus meningkat sehingga secara pendapatan perusahaan sawit masih cukup baik.

Baru-baru ini, PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mengumumkan telah meraih laba bersih sebesar Rp483,45 miliar pada kuartal pertama tahun 2022, melonjak 198,1% dibandingkan periode sama tahun 2021 yang tercatat sebesar Rp162,43 miliar.

pendapatan bersih tumbuh 30,8 persen menjadi Rp6,581 triliun yang ditopang penjualan minyak sawit mentah dan turunannya Rp5,708 triliun, atau tumbuh 26,67 persen dibandingkan kuartal I 2021 sebesar Rp4,503 triliun.

Baca juga:  Bedah Saham IPO STAA, Perusahaan Kelapa Sawit

Artikel Terkait