Ajaib.co.id – Di dunia ini, hampir seluruh kegiatan yang tersedia memiliki risiko yang harus dihadapi atau dimitigasi oleh semua orang yang melakukan kegiatan tersebut. Salah satu kegiatan yang turut memiliki risiko adalah berinvestasi, terutama berinvestasi pada saham.
Menurut Bursa Efek Indonesia (BEI), investasi saham setidaknya memiliki dua jenis risiko, yaitu risiko capital loss dan risiko likuidasi.
Risiko capital loss berkaitan dengan kondisi di mana investor menjual saham dengan harga yang lebih rendah daripada yang ia beli, hal ini dikarenakan adanya penurunan demand terhadap saham yang dimiliki oleh investor sehingga harga pasar sahamnya menurun.
Lalu risiko likuidasi merupakan risiko yang terjadi ketika perusahaan yang dimiliki investor mengalami kebangkrutan, atau perusahaan tersebut dibubarkan, selain itu perusahaan tersebut dapat juga memutuskan (atau diharuskan) untuk delisting dikarenakan satu dan lain hal.
Pengertian Saham Delisting
Jadi, apa itu delisting? Mengutip dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Saham delisting merupakan aksi penghapusan suatu emiten di bursa saham yang secara resmi dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia, sehingga saham tersebut akan dihapus dari daftar perusahaan tercatat dan tidak lagi menjadi perusahaan publik yang sahamnya diperjualbelikan secara bebas di pasar modal.
Saham Delisting sendiri terdapat dua jenis yaitu delisting secara sukarela (Voluntary Delisting) dan delisting secara paksa (Force Delisting ).
Delisting secara sukarela terjadi ketika perusahaan secara sukarela mengajukan delisting saham oleh sebab tertentu. Sebab-sebab yang sering terjadi adalah karena perusahaan menghentikan kegiatan operasionalnya, perusahaan melakukan merger, hingga karena perusahaan tersebut ingin menjadi perusahaan tertutup.
Sementara itu delisting secara paksa terjadi karena perusahaan gagal memenuhi standar dan aturan yang berlaku untuk menjadi perusahaan terbuka sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia. Sebab- sebab yang sering terjadi misalnya karena emiten tidak menyampaikan laporan keuangan, keberlangsungan bisnis perusahaan tidak jelas, dan tidak ada kejelasan selama 24 bulan.
Lalu, bagaimana nasib investor yang sahamnya terkena delisting? Tergantung kondisi delisting yang dilakukan oleh perusahaan. Jika delisting tersebut dilakukan atas dasar sukarela, maka biasanya perusahaan akan menyerap saham-saham yang ada di publik dengan harga wajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga investor dapat menjual kembali saham yang dimiliki kepada perusahaan yang akan melakukan delisting.
Sementara itu jika delisting dilakukan secara paksa dikarenakan perusahaan pailit, investor masih bisa menjual sahamnya melalui pasar negosiasi, namun harga jual yang diterima biasanya jauh dari harga pasaran. Jika proses pasar negosiasi tidak berjalan lancar, maka investor tetap memegang saham tersebut, namun tidak dapat diperjual belikan kembali.
Perusahaan-Perusahaan yang delisting di Bursa Efek Indonesia
Jadi, adakah perusahaan di Indonesia yang mengalami delisting saham? Ternyata, banyak perusahaan Indonesia yang melakukan delisting saham, berikut penulis mencoba merangkumnya dari berbagai sumber
● PT Bentoel Internasional Investama (RMBA)
Baru-baru ini, emiten yang terkenal dengan produk rokoknya ini resmi mengajukan delisting secara sukarela atau voluntary delisting.
Adapun menurut keterbukaan informasi yang dirilis oleh RMBA pada 20 Agustus 2021, setidaknya ada empat alasan mengapa perusahaan mengajukan delisting. Pertama, dikarenakan perusahaan tidak memerlukan peningkatan modal lagi, hal ini ditunjukkan, semenjak tahun 2016 RMBA tidak melakukan right issue.
Lalu alasan kedua adalah, kinerja keuangan perusahaan yang negatif memengaruhi kinerja sahamnya.
Ketiga, tercatat semenjak tahun 2010, RMBA tidak pernah membagikan dividen kembali dikarenakan posisi retained earning-nya yang negatif.
Keempat, perdagangan saham RMBA tergolong tidak likuid sehingga menyusahkan investor untuk melakukan aktivitas jual dan beli.
Berdasarkan keterbukaan informasi yang sama, perkiraan periode tender offer akan berlangsung pada tanggal 22 Oktober hingga 22 November 2021.
● PT Citra Maharlika Nusantara Corpora (CPGT)
Perusahaan yang terkenal dengan bisnis charter –nya ini harus mendapatkan delisting paksa pada Oktober 2017 lalu. Alasannya adalah anjloknya kinerja perusahaan karena adanya indikasi fraudyang dilakukan oleh petinggi perusahaan.
Petinggi perusahaan diduga melakukan penggelapan dana dari kegiatan penghimpunan dana yang didapat dari mitra dari tahun 2008 hingga 2014 sebesar Rp3,2 triliun dengan tujuan mengembangkan bisnis. Namun ternyata, dana yang dihimpun ini digunakan untuk kepentingan pribadi petinggi perusahaan.
● PT Aqua Golden Mississippi (AQUA)
Aqua, salah satu brand air mineral yang sudah menjadi top of mind masyarakat ini pada tahun 2011 resmi melakukan delisting sukarela. Alasannya karena perusahaan sudah mapan secara bisnis, dan tidak memerlukan pendanaan kembali dari Investor.
Sebenarnya upaya delisting AQUA telah dilakukan semenjak tahun 2001, namun selalu tidak mencapai kata sepakat dari investor minoritas, di mana para investor minoritas menginginkan harga jual yang mereka terima adalah Rp 1 juta per lembar.
Namun akhirnya AQUA dan investor sepakat bahwa harga tender offer berada di harga Rp500 ribu per lembar.
● PT Bank Nusantara Parahyangan (BBNP)
Emiten yang satu ini melakukan delisting secara sukarela pada tahun 2019 lalu. Aksi korporasi ini dilakukan karena perusahaan secara resmi telah merger dengan Bank Danamon, di mana Bank Danamon dengan kode emiten BDMN ini sendiri juga terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Langkah merger ini merupakan langkah bisnis yang dilakukan oleh Mitsubishi UFJ Financial Group yang mengakuisisi PT Bank Danamon Tbk (BDMN).
● PT Danayasa Arthatama (SCBD)
Emiten yang terkenal sebagai salah satu pengembang salah satu kawasan elite di ibukota ini memilih melakukan delisting saham pada tahun 2019 lalu. Hal ini dikarenakan semenjak tahun 2017, perusahaan tidak mampu memenuhi aturan BEI terkait pemegang saham minimal sehingga memutuskan untuk melakukan delisting secara sukarela.
Selain kelima perusahaan tersebut, masih banyak lagi perusahaan di Indonesia yang melakukan delisting. Delisting merupakan suatu risiko dalam berinvestasi pada saham. Risiko ini dapat kita mitigasi atau cegah dengan cara selalu mempelajari fundamental perusahaan.
Bursa Efek Indonesia telah mempermudah cara untuk memberi kewaspadaan terhadap investor pada perusahaan-perusahaan yang memiliki masalah dan tidak memenuhi kewajibannya kepada Bursa Efek Indonesia. Langkah yang dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia adalah dengan menyematkan notasi khusus kepada emiten yang bermasalah.
Notasi khusus ini dapat dilihat langsung dalam aplikasi Ajaib. Selain itu, Ajaib telah membuat artikel mengenai apa saja notasi khusus yang disematkan Bursa, berikut artikelnya dapat kamu baca di sini.
Disclaimer: Investasi saham mengandung risiko dan seluruhnya menjadi tanggung jawab pribadi. Ajaib membuat informasi di atas melalui riset internal perusahaan, tidak dipengaruhi pihak manapun, dan bukan merupakan rekomendasi, ajakan, usulan ataupun paksaan untuk melakukan transaksi jual/beli Efek. Harga saham berfluktuasi secara real-time. Harap berinvestasi sesuai keputusan pribadi.